Khazanah
Beranda » Berita » Klasifikasi Jiwa: Vegetatif, Hewani, dan Rasional

Klasifikasi Jiwa: Vegetatif, Hewani, dan Rasional

Ilustrasi Al-Fārābī menjelaskan klasifikasi jiwa vegetatif, hewani, dan rasional
Ilustrasi Al-Fārābī menulis tentang jiwa dengan simbol vegetatif, hewani, dan rasional yang menyatu dalam cahaya.

Surau.co. Setiap manusia pernah bertanya-tanya: apa yang membuat kita berbeda dari tumbuhan atau hewan? Mengapa manusia bisa berpikir, menimbang, bahkan merenungi hidup? Pertanyaan sederhana ini ternyata sudah dibahas sejak berabad-abad lalu oleh para filosof Muslim. Salah satunya adalah Al-Fārābī melalui karya pentingnya, Risāla fī al-Nafs (Risalah tentang Jiwa).

Di dalam risalah tersebut, Al-Fārābī menyajikan klasifikasi jiwa yang terdiri dari tiga tingkatan: vegetatif, hewani, dan rasional. Konsep ini menjadi dasar pemikiran psikologi Islam klasik, sekaligus membuka jalan bagi kajian filsafat jiwa di dunia Barat. Dengan memahami klasifikasi jiwa, kita bisa lebih mengerti diri sendiri sekaligus melihat keseimbangan hidup dari perspektif batin.

Jiwa Vegetatif: Dasar Kehidupan yang Paling Sederhana

Al-Fārābī menyebutkan bahwa jiwa vegetatif adalah lapisan paling dasar dari kehidupan. Dalam risalahnya ia menulis:

«النفس النباتية هي التي بها يكون الغذاء والنمو والتناسل»
“Jiwa vegetatif adalah jiwa yang dengannya terjadi makan, tumbuh, dan berkembang biak.”

Jika kita perhatikan, fungsi jiwa vegetatif mirip dengan apa yang dimiliki tumbuhan. Manusia dan hewan pun memilikinya, karena tanpa kemampuan makan, tumbuh, dan berkembang biak, tidak ada kehidupan yang berlanjut.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dalam kehidupan sehari-hari, jiwa vegetatif bisa kita lihat ketika seseorang berusaha menjaga pola makan sehat atau memperhatikan pertumbuhan tubuh. Bahkan hal sederhana seperti makan teratur dan tidur cukup sebenarnya adalah bagian dari menjaga fungsi jiwa vegetatif tetap seimbang.

Jiwa Hewani: Gerak, Nafsu, dan Perasaan

Tingkat kedua adalah jiwa hewani. Ia memberi manusia dan hewan kemampuan bergerak, merasakan, dan merespons lingkungan. Al-Fārābī menulis:

«النفس الحيوانية بها يكون الحس والحركة والإرادة»
“Jiwa hewani adalah jiwa yang dengannya ada perasaan, gerakan, dan keinginan.”

Fungsi jiwa ini terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika kita merasa lapar lalu mencari makanan, atau saat takut sehingga tubuh gemetar. Jiwa hewani mencakup emosi, nafsu, serta insting bertahan hidup.

Namun, jika tidak diarahkan, jiwa hewani bisa menjerumuskan. Orang yang dikendalikan oleh amarah atau nafsu semata akan kesulitan mencapai ketenangan. Karena itu, Al-Fārābī melihat jiwa hewani sebagai bagian penting, tetapi harus dikendalikan oleh akal.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Al-Qur’an pun memberi peringatan tentang manusia yang terjebak dalam dominasi nafsu:

﴿وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ﴾ (الأعراف: 176)
“Dan ia mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya seperti anjing.” (QS. Al-A‘rāf: 176)

Ayat ini bukan sekadar peringatan, tetapi juga penekanan bahwa jiwa hewani harus dituntun oleh jiwa rasional agar manusia tetap terhormat.

Jiwa Rasional: Keistimewaan Manusia

Lapisan tertinggi dalam klasifikasi jiwa menurut Al-Fārābī adalah jiwa rasional. Inilah yang membedakan manusia dari hewan dan tumbuhan. Al-Fārābī menulis:

«النفس الناطقة هي التي تدرك المعقولات وتفكر وتستدل»
“Jiwa rasional adalah jiwa yang memahami hal-hal abstrak, berpikir, dan melakukan penalaran.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Jiwa rasional memungkinkan manusia memahami ilmu, mengembangkan peradaban, serta mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kesadaran intelektual. Di sinilah manusia mampu menemukan kebenaran, bukan hanya sekadar mengikuti insting.

Nabi Muhammad ﷺ pun menegaskan keutamaan akal dalam sabdanya:

«ما اكتسب المرء مثل عقل يهديه إلى هدى أو يردّه عن ردى»
“Tidak ada sesuatu yang lebih utama diperoleh seseorang selain akal yang menuntunnya kepada petunjuk atau menjauhkannya dari keburukan.” (HR. al-Bayhaqī)

Jiwa rasional bukan hanya alat berpikir, melainkan sarana meraih kebahagiaan sejati.

Keseimbangan Tiga Jiwa dalam Kehidupan Sehari-hari

Fenomena sehari-hari memperlihatkan bahwa ketiga jiwa ini bekerja bersama. Misalnya, seorang mahasiswa yang belajar di perpustakaan. Jiwa vegetatifnya mendesak untuk makan siang, jiwa hewaninya membuatnya merasa ingin bersantai, tetapi jiwa rasionalnya memutuskan tetap fokus membaca agar ujian sukses.

Al-Fārābī menyebutkan bahwa kebahagiaan hanya bisa diraih jika ketiga lapisan jiwa ini berjalan seimbang:

«كمال الإنسان في اعتدال قوى النفس النباتية والحيوانية والناطقة»
“Kesempurnaan manusia terletak pada keseimbangan kekuatan jiwa vegetatif, hewani, dan rasional.”

Tanpa keseimbangan, hidup akan timpang. Jika hanya mengikuti vegetatif, manusia hidup sekadar untuk makan dan berkembang biak. Sehingga jika terjebak pada hewani, ia menjadi budak nafsu. Atau bila mengabaikan keduanya dan hanya mengejar rasional, manusia bisa terasing dari kebutuhan dasar hidupnya.

Relevansi Klasifikasi Jiwa di Era Modern

Di era modern, pemikiran Al-Fārābī ini tetap relevan. Banyak orang yang terjebak dalam gaya hidup instan: makanan cepat saji (vegetatif), hiburan tanpa batas (hewani), atau bahkan kesibukan intelektual yang melelahkan tanpa menyentuh spiritualitas (rasional yang kering).

Memahami klasifikasi jiwa menurut Al-Fārābī membantu kita menata hidup. Dengan merawat tubuh, mengendalikan nafsu, dan menumbuhkan akal, manusia bisa mencapai kebahagiaan yang seimbang.

Al-Qur’an pun menegaskan pentingnya keseimbangan hidup:

﴿وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا﴾ (البقرة: 143)
“Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat yang seimbang.” (QS. Al-Baqarah: 143)

Pesan ini selaras dengan visi Al-Fārābī: manusia harus menjadi pribadi yang seimbang dalam setiap aspek jiwanya.

Penutup: Jiwa yang Seimbang adalah Jiwa yang Bahagia

Melalui Risāla fī al-Nafs, Al-Fārābī tidak hanya membicarakan filsafat abstrak, tetapi memberikan panduan praktis. Dengan memahami klasifikasi jiwa—vegetatif, hewani, dan rasional—kita bisa lebih peka terhadap kebutuhan hidup sekaligus menjaga keseimbangan batin.

Pesannya sederhana: jangan biarkan salah satu jiwa mendominasi. Jaga tubuh, kendalikan nafsu, dan gunakan akal dengan bijak. Karena, pada akhirnya, jiwa yang seimbang adalah jiwa yang bahagia.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement