Khazanah
Beranda » Berita » Zubair ibn Awwam : Sahabat yang Pertama Menghunus Pedang dalam Islam

Zubair ibn Awwam : Sahabat yang Pertama Menghunus Pedang dalam Islam

Zubair ibn Awwam : Sahabat yang Pertama Menghunus Pedang dalam Islam
Ilustrasi prajurit muslim berkuda menuju medan jihad.

SURAU.CO-Zubair ibn Awwam merupakan seorang penunggang kuda yang sangat hebat. Ia berada dalam barisan depan para pemberani. Zubair menjadi orang pertama yang menghunus pedang dalam Islam. Dia pernah mendengar bisikan setan—sebagaimana diceritakan dalam Hilyat al-Auliyā—yang menyebutkan bahwa Rasulullah diculik sehingga Zubair langsung keluar sembari mengancam khalayak dengan pedangnya. Padahal saat itu Nabi saw. sedang berada di sebuah bukit di pinggiran Makkah. Saat mendengar kabar itu Nabi saw. bergegas menemuinya dan berkata, “Apa yang terjadi padamu, Zubair?” Zubair menjawab, “Aku mendengar kabar bahwa Paduka diculik.” Maka, Nabi menenangkannya seraya berdoa untuknya dan pedangnya.

Dan, di Makkah, Rasulullah mempersaudarakan Zubair dengan Abdullah ibn Mas‘ud, sementara di Madinah saudaranya dari kalangan Anshar adalah Salmah ibn Salamah ibn Waqsy.

Menggantikan Utsman berhaji

Ibn al-Atsir meriwayatkan dari Abu Yasir Abdul Wahab ibn Abu Hibbah dengan sanad yang tersambung kepada Abdullah ibn Ahmad dari ayahnya dari Zakariya ibn Adi dari Ali ibn Mashar Hisyam ibn Urwah dari bapaknya dari Marwan bahwa suatu ketika Utsman terserang mimisan sehingga ia terlambat berhaji, dia pun berwasiat, lalu masuklah seorang Quraisy dan berkata, “Carilah pengganti.” Utsman berkata, “Apakah mereka berkata seperti itu?” “Ya.” Utsman kembali bertanya, “Siapakah yang layak menjadi pengganti?” Lelaki terdiam. Lalu masuk laki-laki lain, dan berlangsung percakapan seperti yang pertama, tetapi kali ini Utsman menyebut sebuah nama: “Bagaimana dengan Zubair ibn Awwam?” Lelaki itu berkata, “Baiklah.” Utsman berkata, “Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sejauh yang kutahu, ia adalah orang yang sangat baik dan sangat mencintai Rasulullah.”

Zubair menuturkan bahwa pada hari pengepungan Bani Quraizhah, Rasulullah saw. bersumpah dengan menggunakan frasa yang menghimpun diriku dengan orangtua beliau, “Demi ayahku dan demi ibuku.”

Ali ibn Abi Thalib r.a. mengutip ucapan Rasulullah saw., “Setiap nabi memiliki penolong, dan penolongku adalah Zubair ibn Awwam.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Turun ke Badar dengan surban kuning

Zubair bersama kaum muslim ikut dalam Perang Badar, dan dalam peperangan itu ia mengenakan surban kuning. Ada yang mengatakan bahwa ketika itu malaikat turun dalam rupa Zubair. Dalam peperangan itu kaum muslim terkagetkan oleh kemunculan seorang penunggang kuda Quraisy yang berperang gagah berani. Prajurit itu mengenakan baju zirah yang menutup sekujur tubuhnya, kecuali dua lubang kecil untuk melihat.

Beberapa kaum muslim mencoba menjatuhkannya tetapi tidak berhasil. Maka, Zubair bangkit dan menyiapkan tombaknya lalu mendekati penunggang kuda itu dan ia lemparkan tombaknya persis di antara dua lubang pada pelindung kepala prajurit itu hingga ia jatuh tersungkur. Ternyata orang yang mengenakan baju zirah itu adalah Ubaidah ibn Sa‘d ibn al-Ash, seorang Quraisy. Satu persatu beberapa orang Quraisy lain jatuh mencium tanah seperti Ubaidah sehingga akhirnya pasukan musyrik mundur dari medan perang.

Selalu bersama Rasulullah dalam setiap peristiwa penting

Zubair mengikuti semua peristiwa penting bersama Rasulullah. Ia ikut serta dalam Perang Uhud, Khandaq, Perjanjian Hudaibiah, dan juga Perang Khaibar. Dalam perang Khaibar, Zubair menjatuhkan seorang penunggang kuda Yahudi yang bernama Yasir, saudara Marhab. Setelah Penaklukan Makkah, Zubair ikut serta dalam Perang Hunain bersama pasukan Muslim lain, dan kemudian mereka bertolak ke Taif.

Dalam hadis riwayat Ibn Abbas dikatakan bahwa suatu ketika bukit Hira berguncang mengagetkan orang yang ada di atasnya. Maka, Rasulullah bersabda, “Tenanglah, karena di atas sini ada Nabi, orang tepercaya, dan syahid.” Ketika itu, Nabi saw. berada di atas bukit bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman, Sa‘d, dan Said ibn Zaid.

Ketika turun firman Allah Surah al-Takatsur ayat delapan, “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu),” Zubair berkata, “Wahai Rasulullah, nikmat apakah yang kelak akan dipertanyakan kepada kami, adakah itu kurma dan air?” Nabi saw. bersabda, “Semua itu pasti akan dipertanyakan.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Mendapatkan salam dari malaikat Jibril

Suatu waktu Zubair bepergian bersama Rasulullah. Saat beliau beristirahat sejenak, Zubair menjaganya. Saat beliau terbangun, dan berkata kepada Zubair, “Wahai Abu Abdullah, apakah kamu tidak beranjak dari tempatmu?” “Tidak. Demi ayah, ibu, dan engkau, wahai Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Bersamaku Jibril mengucapkan salam kepadamu. Dia bilang bahwa aku bersamamu pada hari kiamat, dan aku juga akan menjagamu dari keburukan neraka.”

Beberapa kali Zubair membawa putranya Abdullah menuju medan perang agar ia tumbuh menjadi lelaki pejuang. Zubair sangat menyayangi putranya dan ingin agar ia tumbuh menjadi mujahid yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Ia juga dikenal sangat dermawan. Ia punya 1.000 orang pembantu yang memberikan hasil perkebunan untuk Zubair. Tidak sedirham pun yang masuk ke rumahnya. Semuanya disedekahkan demi kepentingan Allah dan Rasul-Nya.

Urwah ibn Zubair menuturkan bahwa Aisyah r.a. berujar kepadanya: “Ayahmu termasuk orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam Perang Uhud). Bagi orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.”

Mendapatkan kehormatan dari para sahabat

Setelah Rasulullah saw. wafat, kemuliaan dan keistimewaan Zubair mendapat tempat tersendiri di hati para sahabat utama. Sebagai contoh, ketika Amr ibn al-Ash memimpin pasukan untuk menaklukkan Mesir, ia mengajukan permohonan agar Khalifah Umar mengirimkan tambahan pasukan. Khalifah memenuhi permohonannya dan mengirimkan sepucuk surat, “Aku telah kirimkan kepadamu empat ribu prajurit, bersama empat orang pemimpin yang masing-masing setara dengan seribu pasukan.”

Keempat orang itu adalah Zubair ibn Al-Awwam, Ubadah ibn Shamit, Miqdad ibn Aswad, dan Maslamah ibn Makhlad. Tentu saja itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi keempat sahabat itu. Seperti itulah Khalifah Umar memuliakan para sahabatnya, termasuk Zubair ibn Al-Awwam.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Berhadapan dengan Ali

Ibn al-Atsir menuturkan dalam Asad al-Ghabah bahwa Zubair ikut serta dalam Perang Jamal untuk memerangi Ali. Dalam sebuah suatu kesempatan, Ali memanggilnya, dan Zubair segera menghadap seorang diri. Ali berkata kepada Zubair, “Masih ingatkah kau ketika kita bersama Rasulullah? Beliau melihat kepadaku, beliau tertawa, dan engkau pun tertawa. Saat itu kau berkata: ‘Ibnu Abi Thalib tidak meninggalkan candaannya.’ Rasulullah lalu bersabda, ‘Bukan gurauan, kelak kau akan memeranginya, dan kau bertindak aniaya terhadapnya.’” Zubair pun ingat peristiwa itu sehingga ia keluar dari peperangan, dan berhenti di lembah al-Siba, lalu mendirikan shalat. Ketika itu, datanglah Ibn Jurmuz yang kemudian membunuhnya.

Sambil membawa pedang milik Zubair, Ibn Jurmuz datang menghadap Ali, tetapi Ali malah berkata, “Sampaikan kepada orang yang membunuh Ibn Shafiyah (Zubair) ancaman neraka.”

Terbunuh oleh Ibn Jurmuz

Zubair terbunuh pada hari Kamis 10 Jumadil Ula, tahun 36 Hijriah. Ada pendapat yang mengatakan bahwa Ibn Jurmuz meminta izin untuk menemui Ali, tetapi Ali tidak mau bertemu. Ali mengatakan, “Aku tidak memberinya izin, dan kabarkan kepadanya bahwa ia akan mendapatkan neraka.”

Ibn Jurmuz sendiri bercerita, “Aku mendatangi Ali sambil membawa kepala Zubair dengan harapan ia akan bangga. Tapi, saat aku datang ia malah menyampaikan ancaman neraka kepadaku. Sungguh sebuah kabar dan hadiah yang sangat mengenaskan.”

Sebagian mengatakan bahwa ketika Ibn Jurmuz mendengar ucapan Ali, ia langsung beranjak pergi dan membunuh dirinya sendiri. Dengan begitu, ia benar-benar mendapat kerugian di dunia dan akhirat.

Perang Jamal yang melibatkan Ali dan Zubair dalam posisi berhadapan membuat Asma binti Abu Bakar, istri Zubair, sangat berduka, karena keduanya termasuk di antara sepuluh sahabat yang Allah jamin surga. Semoga Allah memberi rahmat kepada Zubair ibn Al-Awwam dan juga Asma.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement