SURAU.CO – Maryam binti Imran adalah sosok perempuan istimewa yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an. Namanya disebut 34 kali dan bahkan menjadi nama salah satu surat, yakni Surat Maryam. Tidak ada perempuan lain yang mendapat kehormatan sebesar ini. Maryam adalah teladan iman, sabar, dan keteguhan hati, yang mampu menghadapi segala bentuk ujian dengan ikhlas dalam menghamba kepada Allah SWT.
Kehidupan Maryam dapat kita ibaratkan seperti pohon kurma yang tumbuh di tengah gurun pasir. Pohon itu menancapkan akarnya jauh ke dalam tanah untuk mencari sumber air, lalu tumbuh tegak dan kokoh ke atas. Demikianlah Maryam, ia menghadapi cobaan, celaan, dan fitnah, namun dengan kesabaran, imannya semakin mengakar kuat. Dari keteguhan itulah lahirlah kenikmatan besar bagi seluruh kaum Bani Israil, yaitu hadirnya Nabi Isa alaihissalam sebagai pemimpin umatnya.
Lahir dari Doa dan Kesabaran
Kisah Maryam berawal dari kesabaran ibunya, Hannah binti Fakhud. Selama bertahun-tahun, Hannah menambakan keturunan. Meski usianya menua, ia tidak pernah berhenti berdoa dan berharap. Allah kemudian mengabulkan doanya dengan kelahiran Maryam. Namun, budaya patriarki saat itu menganggap kelahiran anak perempuan sebagai aib. Banyak masyarakat yang memandang rendah perempuan, bahkan bayi perempuan kerap dikubur hidup-hidup sebagaimana tergambar dalam Al-Qur’an, QS At-Takwir ayat 8–9:
“Apabila bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?”
Namun, Hannah tetap memegang nadzarnya. Ia menyerahkan Maryam sebagai pelayan Tuhan di Baitul Quds, sebuah tempat suci yang pada masa itu hanya boleh dimasuki laki-laki. Dari sanalan perjalanan hidup Maryam dimulai.
Mengabdi di Baitul Quds
Sejak kecil, Maryam hidup dalam rumah ibadah yang suci. Ia membersihkan Baitul Quds, mengisi kendi air, menyiapkan makanan, dan melayani kebutuhan para agamawan. Ia tidak sekadar melakukan pekerjaan ringan, tetapi juga pekerjaan kasar yang lazimnya hanya dilakukan laki-laki.
Maryam kehilangan orang tua di usia enam tahun. Meski hidup sebagai yatim piatu, ia tetap tegar. Ia menjadikan ibadah sebagai sandaran. Pagi hari ia gunakan untuk berpuasa, malam hari ia lalui dengan bertasbih dan berdoa. Maryam hampir tidak pernah meninggalkan mihrabnya kecuali untuk bekerja.
Ketika laki-laki di Baitul Quds meremehkannya, Maryam tidak menyerah. Ia menerima perlakuan kasar dan kata-kata yang menghinakannya, tetapi ia tetap sabar. Ia membuktikan bahwa perempuan juga mampu menjalankan tugas mulia sebagai pelayan rumah Allah. Ketidakadilan yang ia terima hanya karena ia perempuan, tidak membuatnya berhenti. Sebaliknya, hal itu semakin memperkuat keteguhan imannya.
Budaya jahiliyah di sekitar Maryam sangat kental dengan sistem patriarki. Perempuan dianggap lemah secara fisik dan mental. Dalam sistem sosial seperti itu, Maryam berdiri tegak sebagai simbol kekuatan perempuan.
Ia melawan pandangan sempit yang menempatkan perempuan hanya pada posisi pinggiran. Maryam membuktikan bahwa perempuan bisa berjuang, dan berperan langsung di ruang suci. Dialah perempuan pertama yang hidup dan beribadah di Al-Quds, menjadi pelayan Tuhan tanpa kenal lelah.
Teladan Keteguhan Iman
Maryam mengajarkan bahwa ujian hidup tidak dapat membuat manusia putus asa. Sebesar apa pun cobaan, Allah selalu bersama hamba-Nya. Maryam menunjukkan keikhlasan yang luar biasa. Ia tidak menuntut kehidupan yang mudah, tetapi justru memilih jalan penuh pengabdian.
Keteguhan Maryam mencapai puncaknya ketika Allah memilihnya untuk mengandung Nabi Isa alaihissalam tanpa seorang suami. Ujian ini adalah yang terberat dalam hidupnya. Ia harus menghadapi fitnah besar dari kaumnya. Namun, Maryam tetap sabar. Ia menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah. Dari rahim seorang perempuan yang dimaksud, Allah lahirkan seorang nabi besar yang menjadi rahmat bagi Bani Israil.
Kelahiran Isa bukan sekadar anugerah, namun juga bukti bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Maryam tidak hanya berhasil mempertahankan kejayaannya, namun juga menorehkan sejarah besar bagi umat manusia.
Pelajaran dari Kisah Maryam
Dari kehidupan Maryam, kita belajar banyak hal. Pertama, doa dan harapan tidak pernah sia-sia. Hannah, ibunda Maryam, berdoa puluhan tahun hingga akhirnya Allah mengabulkannya. Kedua, perempuan bukan makhluk lemah. Maryam membuktikan bahwa perempuan bisa berdiri di garis depan dalam pengabdian kepada Allah. Ketiga, kesabaran selalu membuahkan hasil yang manis. Maryam yang sabar akhirnya Allah muliakan dengan kedudukan yang tinggi, bahkan namanya diabadikan dalam kitab suci.
Kisah Maryam juga mengingatkan kita bahwa rahmat Allah tidak pernah meninggalkan hamba-Nya. Kemungkinan besar ujian yang datang, Allah selalu hadir mendengar doa, baik yang terucap maupun yang tersembunyi di dalam hati.
Kehidupan Maryam adalah bukti bahwa kekayaan bukan berasal dari jenis kelamin, tetapi dari ketakwaan. Allah berfirman, rahmat dan pahala yang tak terhitung adalah bagi mereka yang sabar dan beriman.
Maka, mari kita meneladani Maryam. Meneladani kesabarannya, imannya, dan pengabdiannya. Karena dari kisahnya, kita tahu bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang setia berserah diri kepada-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
