Sejak awal peradaban, manusia tidak pernah hidup sendirian. Bahkan seorang pertapa pun tetap bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam karya besar Al-Muqaddimah, Ibn Khaldūn menjelaskan secara mendalam bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan masyarakat untuk bertahan hidup, membangun peradaban, dan menegakkan keadilan. Konsep ini, yang dalam bahasa modern disebut sebagai social cohesion atau ikatan sosial, menjadi fondasi dalam memahami “mengapa manusia butuh masyarakat.”
Hidup Bersama: Sebuah Keniscayaan
Coba bayangkan seseorang tinggal sendirian di hutan. Ia mungkin bisa bertahan beberapa hari dengan buah liar, namun bagaimana dengan pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, atau keamanan? Ibn Khaldūn menyatakan bahwa kebutuhan manusia hanya bisa terpenuhi dengan kerja sama.
Dalam Al-Muqaddimah ia menulis:
“الإنسان مدني بالطبع“
“Manusia secara fitrah adalah makhluk yang bermasyarakat.”
Kalimat singkat ini menunjukkan betapa hidup bersama bukanlah pilihan, melainkan kodrat manusia itu sendiri.
Solidaritas sebagai Fondasi Kehidupan
Manusia membentuk kelompok bukan hanya karena kebutuhan material, tetapi juga demi rasa aman. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasakan bagaimana solidaritas tetangga membantu ketika ada musibah, atau bagaimana gotong royong membuat pekerjaan berat terasa ringan. Ibn Khaldūn menyebut ikatan ini sebagai ‘ashabiyyah, kekuatan sosial yang menjadi dasar munculnya peradaban.
Ia menulis:
“العصبية أساس الملك، وبدونها لا يقوم سلطان“
“Solidaritas adalah dasar kekuasaan, dan tanpa itu, tidak ada kekuasaan yang tegak.”
Artinya, bukan kekuatan individu yang membangun sejarah, melainkan kekuatan kolektif masyarakat.
Pandangan Al-Qur’an tentang Hidup Bersama
Al-Qur’an menegaskan pentingnya kerja sama dalam kebaikan:
“وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ“ (QS. al-Māidah: 2)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”
Ayat ini memperlihatkan bahwa masyarakat tidak hanya diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi juga sebagai sarana menuju kebaikan bersama. Dengan kata lain, masyarakat menjadi ruang bagi manusia untuk tumbuh dalam nilai dan moralitas.
Masyarakat sebagai Sekolah Kehidupan
Seperti sebuah keluarga besar, masyarakat mengajarkan manusia tentang berbagi peran. Ada yang bertani, berdagang, menjadi guru, atau menjaga keamanan. Semua saling melengkapi. Ibn Khaldūn mengingatkan bahwa tanpa pembagian peran, kebutuhan manusia tidak akan pernah terpenuhi.
Ia menulis:
“حاجات الإنسان كثيرة، ولا يقوم بها وحده، فلا بد له من التعاون“
“Kebutuhan manusia sangat banyak, dan ia tidak bisa memenuhinya sendirian, maka kerja sama adalah keharusan.”
Kehidupan modern membuktikan hal ini: dari listrik yang kita gunakan hingga makanan yang kita makan, semuanya hasil kerja kolektif ribuan orang.
Pelajaran dari Kehidupan Sehari-hari
Di desa-desa Indonesia, tradisi gotong royong menjadi bukti nyata ajaran Ibn Khaldūn. Ketika membangun rumah, menyiapkan hajatan, atau membersihkan lingkungan, semua orang terlibat. Begitu pula di kota, meski gaya hidup individualistis lebih kuat, manusia tetap bergantung pada layanan publik, komunitas kerja, dan jaringan sosial.
Hidup tanpa masyarakat ibarat menulis dengan satu tangan saja. Mungkin bisa, tetapi tidak akan seimbang dan penuh keterbatasan.
Kelemahan Masyarakat Tanpa Moral
Namun, Ibn Khaldūn juga memberi peringatan. Masyarakat bisa runtuh jika hilang nilai moral dan keadilan. Ia menulis:
“الظلم مؤذن بخراب العمران“
“Kezaliman adalah pertanda kehancuran sebuah peradaban.”
Pernyataan ini relevan hingga sekarang. Masyarakat yang dipenuhi ketidakadilan, korupsi, dan ketimpangan sosial lambat laun akan melemah. Tanpa nilai moral, masyarakat yang kuat secara ekonomi pun bisa hancur.
Refleksi untuk Zaman Kini
Fenomena ini bisa kita lihat dalam kehidupan modern. Media sosial, misalnya, adalah bentuk masyarakat baru. Ia memberi ruang untuk berbagi informasi, tetapi juga bisa menjerumuskan ke konflik jika tidak dikelola dengan bijak. Di sinilah pesan Ibn Khaldūn tetap relevan: manusia butuh masyarakat, namun masyarakat harus dijaga dengan keadilan dan solidaritas.
Hadis Nabi ﷺ pun menekankan pentingnya hubungan sosial:
“المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا“ (HR. al-Bukhārī dan Muslim)
“Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti bangunan, saling menguatkan satu sama lain.”
Masyarakat bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga ruang untuk saling menguatkan.
Penutup
Ibn Khaldūn melalui Al-Muqaddimah mengingatkan kita bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Masyarakat adalah wadah alami untuk bertahan, berkembang, dan menegakkan keadilan. Solidaritas, gotong royong, dan keadilan menjadi fondasi agar masyarakat tidak hanya bertahan, tetapi juga membawa keberkahan.
Maka, pertanyaan “Mengapa manusia butuh masyarakat?” terjawab jelas: karena di sanalah manusia menemukan dirinya, menguatkan sesamanya, dan membangun peradaban yang lebih baik.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
