Khazanah
Beranda » Berita » Al-Zubair ibn Al-Awwam : Sahabat yang Rasulullah Janjikan Surga

Al-Zubair ibn Al-Awwam : Sahabat yang Rasulullah Janjikan Surga

Al-Zubair ibn Al-Awwam : Sahabat yang Rasulullah Janjikan Surga
Ilustrasi para sahabat yang berhijrah.

SURAU.CO-Al-Zubair ibn Al-Awwam seorang sahabat dari suku Quraisy keturunan Bani Asad. Ayahnya al-Awwam ibn Khuwailid ibn Asad. Ibunya adalah Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah. Dengan begitu, Zubair ibn Awwam adalah putra bibi Rasulullah sekaligus putra saudara Khadijah binti Khuwailid, istri Rasulullah. Ibunya kerap menyapa Zubair dengan panggilan Abu al-Thahir—merujuk pada saudara sang ibu, al-Zubair ibn Abdul Muthalib. Panggilan lainnya adalah Abu Abdullah—Abdullah adalah putranya dari Asma binti Abu Bakar al-Shiddiq. Istrinya itu sendiri digelari “Pemilik Dua Ikat Pinggang”—karena ia pernah membawakan bekal dan makanan untuk Nabi saw. dan Abu Bakar dalam perjalanan hijrah mereka dengan menyobek ikat pinggangnya menjadi dua. Zubair masuk Islam di masa-masa awal dakwah Nabi saw., setelah Abu Bakar al-Shiddiq. Ada yang bilang, ia adalah orang keempat atau kelima dari kelompok orang yang pertama memeluk Islam.

Mengalami siksaan ketika masuk Islam

Zubair, yang saat masuk Islam sewaktu anak-anak, pernah disiksa oleh pamannya sendiri dengan cara dikurung di sebuah ruangan, kakinya diikat, dan kemudian pamannya itu membuat perapian hingga kepulan asap membuatnya sesak. Pamannya itu tak suka Zubair mengikuti agama Muhammad. Tetapi Zubair kukuh dalam keyakinannya. Ia mengatakan bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan Islam selama-lamanya.

Tidak hanya Zubair, kaum muslim lain pun mendapat siksaan dan tekanan dari kaum Quraisy. Ketika siksaan orang Quraisy kepada kaum muslim semakin menjadi-jadi,

Ikut hijrah ke Abisinia

Rasulullah mengizinkan mereka berhijrah ke Abisinia dan melanjutkan dakwah Islam di negeri itu yang rajanya tidak menganiaya siapa pun. Zubair termasuk dalam rombongan Muhajirin pertama ke Abisinia. Di negeri itu mereka hidup nyaman dan bahagia. Mereka dapat menjalankan ibadah dengan tenang tanpa gangguan dari siapa pun. Raja Najasi berlaku adil dan tidak membeda-bedakan perlakuan kepada semua rakyatnya, termasuk kepada para pencari suaka dari Makkah. Di negeri itu kaum muslim menata kehidupan baru yang baik dan damai.

Ummu Salamah menuturkan, “Muncul seorang laki-laki Abisinia yang memimpin pemberontakan untuk menggulingkan Raja Najasi. Tentu saja kami merasa sedih dan khawatir. Kami takut pemberontak itu menang dan berhasil membunuh Raja Najasi sehingga kami berada dalam kekuasaan seorang yang zalim dan memperlakukan kami dengan buruk.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Mengajukan diri memantau situasi perang

Raja Najasi membawa pasukannya untuk memadamkan pemberontakan. Hanya saja, kami tidak mengetahui jalannya peperangan karena terhalang oleh sungai Nil yang lebar. Mengetahui kejadian ini, salah seorang sahabat Rasulullah saw. berkata, “Siapakah (di antara kalian) yang bersedia mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dan memberitahukannya kepada kita?” Zubair ibn Al-Awwam menjawab, “Biar aku saja.”

Mereka kaget dan serentak berkata, “Kau?” Zubair ibn Al-Awwam adalah sahabat yang paling muda di antara kaum Muhajirin Abisinia. Mereka meniupkan ghirbah (wadah air dari kulit) dan mengikatkannya di dada Zubair. Kemudian Zubair berenang ke tepi sungai Nil tempat berlangsungnya peperangan.

Kami berdoa kepada Allah agar Raja Najasi memenangkan peperangan dan menghancurkan musuhnya. Dalam keadaan seperti itu kami yakin apa yang harus terjadi pasti terjadi. Setelah cukup lama menunggu, Zubair datang tergesa-gesa, kemudian berkata, “Bergembiralah karena Raja Najasi menang. Allah telah menghancurkan musuhnya dan mengokohkan kekuasaan atas negerinya.”

Kami sungguh bergembira saat itu. Raja Najasi kembali memerintah negeri Abisinia dengan aman. Kami hidup tenteram dalam lindungannya sampai kami kembali pulang menghadap Rasulullah saw. ketika beliau masih berada di Makkah.”

Mendapat kabar gembira dari Rasulullah

Abu Sa’id al-Asyuj meriwayatkan dari al-Nadhar alias Abu Abdurrahman ibn Manshur al-Anziy dari Uqbah ibn Alqamah al-Yasykuri dari Ali ibn Abi Thalib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Thalhah dan Zubair bertetangga di surga.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Zubair termasuk dalam kelompok enam, delapan, dan sepuluh orang. Kelompok enam adalah enam sahabat yang ditunjuk oleh Khalifah Umar untuk merundingkan siapa orang yang layak meneruskan kekhalifahan setelahnya, kelompok delapan adalah sahabat yang paling pertama memeluk Islam, dan kelompok sepuluh adalah sahabat yang diberi kabar gembira dengan surga. Tentu saja itu keuntungan dan kemuliaan yang sangat berharga bagi Abu Abdullah.

Setelah Muhajirin Abisinia kembali ke Makkah, Zubair menikah dengan Asma bint al-Shiddiq, dan tak lama kemudian kaum muslim hijrah ke Yatsrib. Zubair ikut serta dalam rombongan Muhajirin Yatsrib bersama Asma yang saat itu sedang mengandung Abdullah.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

 

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement