Khazanah
Beranda » Berita » Mengapa Ilmu Bisa Mundur? Jawaban Ibn Khaldūn untuk Dunia Islam

Mengapa Ilmu Bisa Mundur? Jawaban Ibn Khaldūn untuk Dunia Islam

Proses pendidikan klasik Islam menurut Ibn Khaldūn
Guru duduk di depan murid dengan kitab terbuka, melambangkan transfer ilmu sebagai fondasi peradaban.

Sejarah Islam mencatat masa-masa kejayaan ketika ilmu berkembang begitu pesat, melahirkan ilmuwan, filosof, dan ulama besar yang karyanya mendunia. Namun, ada pula masa surut, ketika gairah belajar meredup dan lembaga pendidikan hanya menjadi simbol tanpa isi. Ibn Khaldūn, melalui karya monumentalnya Al-Muqaddimah, memberikan analisis mendalam tentang mengapa ilmu bisa maju sekaligus mundur. Ia menyingkap bahwa ilmu dan pendidikan bukan sekadar kumpulan teori, tetapi denyut nadi peradaban.

Sejak awal pembahasan, Ibn Khaldūn menegaskan bahwa ilmu dan pendidikan adalah pondasi masyarakat. Tanpa keduanya, umat akan kehilangan arah, dan peradaban akan merosot. Analisisnya terasa relevan hingga kini, ketika kita menyaksikan sebagian negara Muslim masih tertinggal dalam bidang riset dan teknologi.

Fenomena Sehari-Hari: Dari Semangat Belajar ke Formalitas

Siapa yang tidak pernah melihat anak-anak dengan semangat tinggi belajar membaca Al-Qur’an di mushala desa? Pemandangan ini selalu mengingatkan kita pada awal mula tumbuhnya tradisi ilmu dalam dunia Islam. Para guru mengajar dengan tulus, para murid belajar dengan tekun, dan semua berlangsung dalam suasana yang sederhana namun penuh dedikasi.

Namun kini, di banyak tempat, pendidikan justru kehilangan maknanya. Siswa datang hanya untuk hadir, mencatat tanpa benar-benar memahami, lalu melupakan pelajaran begitu saja. Guru pun sering kali mengajar sekadarnya, hanya untuk memenuhi kewajiban. Inilah yang dikhawatirkan Ibn Khaldūn: ketika semangat dan keikhlasan hilang dari proses belajar, ilmu pun berhenti berkembang.

Dalam Al-Muqaddimah, ia menulis:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

فإن حصول الملكة في العلم إنما هو بكثرة التكرار وطول المدارسة

(Kemahiran dalam ilmu hanya dapat diperoleh melalui pengulangan yang banyak dan proses belajar yang panjang.)

Pendidikan sejati, menurut Ibn Khaldūn, lahir dari kesungguhan, bukan dari sekadar mengejar ijazah.

Ilmu sebagai Cermin Kehidupan Sosial

Bagi Ibn Khaldūn, perkembangan ilmu tidak bisa dipisahkan dari kondisi masyarakat. Saat masyarakat makmur, damai, dan menghargai pengetahuan, ilmu akan tumbuh subur. Sebaliknya, ketika politik penuh konflik, atau penguasa membatasi kebebasan berpikir, ilmu cenderung meredup.

Ia menulis dengan tegas:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

العلوم إنما تكثر حيث يكثر العمران وتعظم الحضارة

(Ilmu berkembang pesat di mana peradaban tumbuh besar dan kehidupan masyarakat makmur.)

Kutipan ini mengingatkan kita bahwa kemajuan ilmu bukan hanya urusan guru dan murid, tetapi juga hasil dukungan sosial, ekonomi, dan politik.

Ketika Beban Pajak dan Kekuasaan Membunuh Kreativitas

Salah satu analisis tajam Ibn Khaldūn dalam Al-Muqaddimah adalah bagaimana pajak yang berlebihan dan kekuasaan yang represif bisa membunuh kreativitas masyarakat, termasuk dalam bidang ilmu. Ia menulis:

الظلم مؤذن بخراب العمران

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

(Kezaliman adalah tanda kehancuran peradaban.)

Ketika rakyat tertekan, mereka kehilangan motivasi untuk berpikir, meneliti, atau berkarya. Dalam konteks pendidikan, kondisi ini membuat sekolah dan madrasah hanya berjalan seadanya, tanpa inovasi. Bukankah kita melihat fenomena serupa hari ini, ketika birokrasi yang berbelit atau biaya pendidikan yang tinggi justru menghambat akses ilmu?

Al-Qur’an tentang Pentingnya Ilmu

Al-Qur’an menegaskan bahwa ilmu adalah cahaya yang meninggikan derajat manusia. Allah berfirman dalam Surah Al-Mujādilah (58:11):

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
(Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.)

Ayat ini sejalan dengan pemikiran Ibn Khaldūn: masyarakat yang menghargai ilmu akan diangkat derajatnya. Sebaliknya, mereka yang mengabaikannya akan tertinggal.

Guru dan Murid: Jembatan Peradaban

Ibn Khaldūn juga menekankan pentingnya hubungan antara guru dan murid. Menurutnya, ilmu tidak bisa berkembang tanpa adanya proses transfer dari generasi ke generasi.

التعليم إنما هو نقل صورة العلم من نفس المعلم إلى نفس المتعلم

(Mengajar adalah memindahkan gambaran ilmu dari jiwa seorang guru ke jiwa muridnya.)

Pernyataan ini relevan di era digital. Meski informasi mudah diakses melalui gawai, tetap saja peran guru tak tergantikan. Guru bukan hanya penyampai informasi, melainkan teladan hidup yang memberi arah moral dan intelektual.

Menghidupkan Kembali Semangat Ilmu

Dari analisis Ibn Khaldūn, kita belajar bahwa kemunduran ilmu terjadi ketika pendidikan kehilangan kualitas, masyarakat tertekan oleh politik atau ekonomi, dan peran guru diremehkan. Namun, kabar baiknya: sejarah menunjukkan bahwa kebangkitan ilmu selalu mungkin.

Kita bisa mulai dari hal-hal sederhana: menghargai guru, menjadikan membaca sebagai kebiasaan, mendukung penelitian, dan menciptakan iklim sosial yang menghargai kreativitas. Ibn Khaldūn seolah mengingatkan, jika umat Islam ingin kembali berjaya, maka ilmu dan pendidikan harus dikembalikan ke posisi mulia.

Penutup: Jawaban Ibn Khaldūn untuk Dunia Islam

Mengapa ilmu bisa mundur? Ibn Khaldūn memberikan jawaban yang tegas: masyarakat melupakan nilai pendidikan, para penguasa menindas rakyat, dan banyak orang memperlakukan ilmu hanya sebagai formalitas. Namun, ia juga menyalakan harapan. Menurutnya, kita bisa membangkitkan kembali kejayaan ilmu jika kita menghidupkan semangat belajar, memperbaiki kondisi sosial, dan menyeimbangkan antara ilmu agama dan ilmu rasional. Jika masyarakat bergerak, penguasa mendukung, dan guru serta pelajar kembali berperan aktif, maka kebangkitan bukan sekadar impian—ia akan menjadi kenyataan.

Di tengah tantangan globalisasi, jawaban Ibn Khaldūn terasa semakin relevan. Dunia Islam harus kembali menyalakan obor ilmu, karena dari situlah cahaya peradaban akan lahir.

 

*Sugianto Al-Jawi 

Budayawan Kontenporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement