SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, banyak sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang memiliki perjalanan hidup luar biasa. Mereka berasal dari berbagai latar belakang, suku, bahkan bangsa yang berbeda. Salah satu sahabat yang kisahnya paling menginspirasi adalah Salman Al-Farisi. Ia adalah sahabat Rasulullah ﷺ yang berasal dari Persia, jauh dari tanah Arab, namun namanya dikenang karena keteguhan hati, kecerdasan, dan keikhlasannya dalam mencari kebenaran hingga akhirnya menemukan Islam.
Asal Usul Salman Al-Farisi
Salman Al-Farisi lahir di sebuah desa bernama Jayyan, dekat kota Isfahan, Persia (sekarang Iran). Ia berasal dari keluarga yang menganut agama Majusi. Nama aslinya adalah Ruzbeh, namun setelah masuk Islam ia terkenal dengan sebutan Salman.
Ayah Salman adalah seorang kepala desa yang sangat terhormat, bahkan sebagai pemimpin masyarakat setempat. Salman tumbuh dalam keluarga pemeluk agama Majusi (penyembah api). Sejak kecil, ia mengemban tanggung jawab besar untuk menjaga api suci di kuil, sebuah tugas yang termasuk mulia dalam tradisi Majusi.
Meskipun lahir dalam keluarga terpandang dan hidup dalam kenyamanan, hati Salman muda selalu merasa gelisah. Ia merasa penyembahan api bukanlah kebenaran sejati. Dalam hatinya, ada kerinduan akan agama yang benar, agama yang mengajarkan tauhid dan mengenal Tuhan yang sebenarnya.
Awal Pencarian Kebenaran
Perjalanan Salman menuju Islam dimulai ketika ia secara tidak sengaja bertemu dengan sekelompok orang Nasrani (Kristen) yang tengah beribadah di sebuah gereja. Ia terpesona dengan cara ibadah mereka yang berbeda dengan kaum Majusi. Salman merasa bahwa ajaran mereka lebih dekat kepada kebenaran daripada ajaran kaumnya sendiri.
Setelah pertemuan itu, ia mulai mendalami ajaran agama Nasrani dan akhirnya memutuskan meninggalkan rumah demi mencari kebenaran. Ayahnya marah besar dan berusaha mengurungnya, namun Salman berhasil melarikan diri. Dari sinilah kisah panjang pencariannya bermula.
Perjalanan Panjang Mencari Guru
Salman mengembara ke berbagai negeri untuk belajar dari pemuka agama Nasrani yang saleh. Ia berpindah dari satu guru ke guru lainnya, dari kota ke kota, bahkan dari negeri ke negeri. Setiap kali gurunya wafat, Salman akan bertanya kepada orang-orang terdekatnya: “Kepada siapa aku harus belajar selanjutnya?”
Para guru yang ditemuinya selalu mengarahkan Salman kepada orang saleh lainnya. Hingga akhirnya, guru terakhirnya memberi pesan yang sangat berharga:
“Wahai anakku, tidak ada lagi orang yang sepertiku yang bisa kau temui. Akan tetapi, pada zaman ini akan muncul seorang Nabi di tanah Arab. Nabi itu diutus membawa agama Ibrahim. Dia menerima wahyu dari Allah, bukan dari manusia. Ia memiliki tanda-tanda kenabian, di antaranya: tidak makan sedekah, tetapi menerima hadiah, serta terdapat tanda kenabian di antara dua bahunya. Pergilah engkau ke negeri Arab dan carilah dia.”
Pesan itulah yang semakin meneguhkan hati Salman untuk melanjutkan perjalanannya.
Perbudakan Salman
Dalam perjalanannya menuju tanah Arab, Salman mengalami ujian berat. Ia sempat tertipu oleh sekelompok pedagang yang membawanya, lalu mereka menjualnya sebagai budak kepada seorang Yahudi di Madinah. Nasib membawanya ke kota yang kelak akan menjadi pusat peradaban Islam.
Meskipun menjadi budak, hati Salman tetap penuh dengan harapan. Ia yakin bahwa pesan gurunya akan segera terbukti, karena Nabi yang dijanjikan akan muncul di tanah Arab.
Pertemuan dengan Rasulullah ﷺ
Ketika Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, Salman mendengar kabar tentang seorang Nabi yang baru saja datang. Dengan penuh harap, ia mencoba mencari kesempatan untuk bertemu langsung. Ia pun melakukan beberapa ujian kecil untuk memastikan tanda-tanda kenabian Rasulullah ﷺ yang telah diceritakan oleh gurunya.
- Ujian Sedekah
Salman datang kepada Rasulullah ﷺ dengan membawa makanan yang ia sebut sebagai sedekah. Rasulullah tidak memakannya, tetapi memberikannya kepada para sahabat. Salman teringat pesan gurunya: Nabi tidak makan dari sedekah. - Ujian Hadiah
Keesokan harinya, Salman membawa makanan lagi, kali ini ia katakan sebagai hadiah. Rasulullah ﷺ menerimanya dan memakannya bersama para sahabat. Hatinya semakin yakin. - Tanda Kenabian
Salman kemudian mencari tanda terakhir, yaitu cap kenabian di antara kedua bahu Rasulullah ﷺ. Ia pun melihat dengan mata kepalanya sendiri tanda itu. Seketika, Salman jatuh sujud dan menangis haru, tanda bahwa pencariannya selama puluhan tahun telah berakhir.
Pembebasan Salman
Meskipun sudah beriman, Salman masih berstatus sebagai budak. Rasulullah ﷺ sangat menghargai pengorbanan Salman dan membantu mengupayakan pembebasannya. Salman diminta oleh tuannya untuk menanam 300 batang kurma dan membayar emas sejumlah tertentu.
Para sahabat bergotong-royong membantu menanam kurma untuk membebaskan Salman. Bahkan, Rasulullah ﷺ sendiri ikut menanam salah satu pohon kurma. Dengan izin Allah, seluruh pohon kurma itu tumbuh subur, dan Salman akhirnya terbebas dari perbudakan.
Peran Salman dalam Perjuangan Islam
Setelah merdeka, Salman menjadi salah satu sahabat yang sangat berperan penting dalam perjuangan Islam. Kecerdasannya sebagai seorang Persia yang terbiasa dengan strategi militer membuat Rasulullah ﷺ sangat menghargai pendapatnya.
Salah satu jasanya yang paling terkenal adalah saat Perang Khandaq (Perang Ahzab). Ketika Madinah terancam oleh pasukan koalisi Quraisy dan sekutunya, Salman mengusulkan strategi menggali parit sekeliling kota, sebuah metode yang biasa menjadi strategi dalam perang di Persia. Rasulullah ﷺ menerima usulan Salman, dan terbukti sangat efektif dalam menggagalkan serangan musuh. Sejak saat itu, kaum Muslimin menyebut peristiwa tersebut dengan nama Perang Khandaq (parit). Jasa Salman begitu besar hingga Rasulullah ﷺ bersabda:
“Salman adalah bagian dari kami, Ahlul Bait (keluarga Nabi).”
(HR. Ibnu Majah)
Keutamaan Salman Al-Farisi
Banyak riwayat yang menunjukkan betapa mulianya kedudukan Salman di sisi Rasulullah ﷺ. Meskipun ia bukan orang Arab, Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa keutamaan seseorang tidak diukur dari suku, ras, atau keturunan, melainkan dari ketakwaannya.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Salman berasal dari kami, Ahlul Bait.”
Ucapan ini menunjukkan penghormatan luar biasa kepada Salman, menandakan bahwa Islam memandang semua manusia sama di hadapan Allah, kecuali tingkat ketakwaannya.
Akhir Hidup Salman
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, Salman tetap melanjutkan perjuangan menyebarkan Islam. Ia sempat menjabat sebagai gubernur Kota Madain, Irak. Namun, meskipun memiliki jabatan penting, Salman tetap hidup sederhana. Ia menolak hidup mewah dan lebih memilih kehidupan zuhud.
Tercatatkan dalam kisah, ketika ia wafat, harta peninggalannya hanya berupa beberapa peralatan sederhana. Namun, warisan terbesarnya adalah keteladanan dalam keteguhan iman, kesabaran, dan pengorbanan dalam mencari kebenaran.
Penutup
Kisah Salman Al-Farisi adalah salah satu kisah sahabat Nabi yang paling menginspirasi. Dari seorang bangsawan Persia, menjadi budak, lalu menemukan jalan Islam, Salman membuktikan bahwa pencarian kebenaran membutuhkan kesabaran, keteguhan, dan keikhlasan.
Ia adalah simbol bahwa Islam bukan hanya agama bagi bangsa Arab, tetapi agama universal untuk seluruh umat manusia. Dengan perjuangan dan pengorbanannya, Salman layak dikenang sebagai sahabat terkemuka Rasulullah ﷺ yang memberikan kontribusi besar bagi Islam.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
