Sejak masa klasik Islam, ilmu selalu dipandang sebagai cahaya yang mengangkat derajat manusia. Ibn Khaldūn, seorang sejarawan, sosiolog, sekaligus filsuf besar dari abad ke-14, dalam Al-Muqaddimah menekankan bahwa ilmu dan pendidikan merupakan fondasi utama peradaban. Tanpa ilmu, sebuah masyarakat akan rapuh, sementara dengan ilmu yang terarah, bangsa bisa mencapai kejayaan.
Frasa kunci ilmu dan pendidikan menjadi penting untuk dibicarakan karena sejak paragraf pertama Ibn Khaldūn sudah menghubungkannya dengan keberlangsungan masyarakat. Ia menyatakan bahwa setiap generasi membangun dirinya melalui transfer ilmu dari generasi sebelumnya, baik berupa pengetahuan agama maupun sains yang rasional.
Belajar dari Fenomena Sehari-Hari
Ketika kita melihat anak kecil belajar membaca Al-Qur’an di surau desa atau mahasiswa sibuk meneliti di laboratorium modern, sesungguhnya kita sedang menyaksikan gambaran bagaimana pendidikan membentuk peradaban. Aktivitas sederhana ini menunjukkan kesinambungan yang ditegaskan Ibn Khaldūn, bahwa masyarakat tidak bisa bertahan tanpa pendidikan.
Dalam Al-Muqaddimah, beliau menulis:
“فإن حصول الملكة في العلم إنما هو بكثرة التكرار وطول المدارسة”
(Kemahiran dalam ilmu hanya dapat diperoleh melalui banyak pengulangan dan lamanya belajar.)
Pesan ini mengingatkan kita bahwa pendidikan bukan sekadar hasil instan, tetapi proses panjang yang penuh kesabaran.
Dari Religius Menuju Rasional
Salah satu hal menarik dari gagasan Ibn Khaldūn adalah perhatiannya terhadap transisi ilmu. Ia menekankan pentingnya ilmu agama sebagai dasar moral dan spiritual, tetapi juga membuka ruang besar bagi ilmu rasional seperti logika, filsafat, matematika, hingga ilmu alam.
“العلم الطبيعي والرياضي والفلسفي كلها من جملة الصنائع العقلية”
(Ilmu-ilmu alam, matematika, dan filsafat termasuk dalam kategori keterampilan akal.)
Dengan cara ini, Ibn Khaldūn seolah menyampaikan pesan bahwa ilmu agama dan ilmu rasional bukanlah dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi. Tanpa agama, ilmu bisa kehilangan arah; tanpa rasionalitas, agama bisa kehilangan konteks sosialnya.
Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Ibn Khaldūn juga menjelaskan bahwa pusat perkembangan ilmu sering kali lahir di kota. Hal ini masih relevan hingga kini, ketika kita melihat universitas-universitas besar berdiri di tengah perkotaan.
“المدن والامصار مظان العلوم والصنائع”
(Kota dan peradaban besar adalah tempat tumbuhnya ilmu dan keterampilan.)
Fenomena urbanisasi yang kita lihat hari ini, dengan para pelajar merantau ke kota untuk menuntut ilmu, ternyata sudah lama diprediksi dalam analisis Ibn Khaldūn. Pendidikan membutuhkan ruang sosial yang luas, interaksi, dan pertukaran ide.
Pendidikan sebagai Amanah
Selain dari Al-Muqaddimah, Al-Qur’an juga menegaskan urgensi pendidikan. Allah berfirman dalam Surah Al-Mujādilah (58:11):
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
(Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.)
Ayat ini menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya urusan dunia, tetapi juga bagian dari ibadah dan tanggung jawab spiritual.
Relevansi Pendidikan Ibn Khaldūn untuk Masa Kini
Di era digital, anak-anak kita bisa belajar tidak hanya dari guru, tetapi juga dari internet. Namun, sebagaimana ditegaskan Ibn Khaldūn, proses penguasaan ilmu tetap membutuhkan bimbingan, pengulangan, dan interaksi. Pendidikan online tidak bisa sepenuhnya menggantikan guru, karena hakikat pendidikan juga menyangkut pembentukan karakter.
“التعليم إنما هو نقل صورة العلم من نفس المعلم إلى نفس المتعلم”
(Mengajar adalah memindahkan gambaran ilmu dari jiwa seorang guru ke jiwa muridnya.)
Kutipan ini mengingatkan kita bahwa pendidikan sejati bukan hanya soal transfer informasi, melainkan juga tentang membentuk kepribadian, akhlak, dan cara pandang hidup.
Penutup: Dari Ibn Khaldūn untuk Kita Semua
Gagasan Ibn Khaldūn dalam Al-Muqaddimah memberi kita pelajaran berharga bahwa ilmu dan pendidikan adalah tiang peradaban. Ia menekankan pentingnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu rasional, peran kota sebagai pusat kebudayaan, serta pentingnya guru dalam membentuk karakter murid.
Hari ini, ketika kita menghadapi tantangan globalisasi, distraksi digital, dan krisis moral, pemikiran Ibn Khaldūn masih terasa segar dan relevan. Pendidikan yang menyeimbangkan religiusitas dengan rasionalitas adalah kunci agar masyarakat kita tidak kehilangan arah.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
