Bagi banyak orang, ekonomi hanya identik dengan uang, dagang, dan pajak. Namun, Ibn Khaldūn dalam Al-Muqaddimah menulis ekonomi dengan cara yang lebih mendalam: sebagai bagian dari kehidupan sosial, moral, dan politik. Ia tidak hanya bicara soal pasar, tetapi juga bagaimana kerja, nilai, dan pajak menentukan nasib sebuah peradaban.
Sejak paragraf pertama, ekonomi dalam Al-Muqaddimah sudah terasa berbeda. Bukan sekadar hitungan untung rugi, tetapi refleksi tentang bagaimana manusia bekerja, berinteraksi, dan membangun kehidupan bersama. Inilah yang menjadikan Ibn Khaldūn disebut sebagai salah satu “bapak ekonomi modern,” meski ia hidup pada abad ke-14.
Kerja sebagai Sumber Nilai
Dalam pandangan Ibn Khaldūn, kerja adalah sumber nilai dan dasar dari setiap produksi. Ia menulis dengan tegas:
“إِنَّ الْمَالَ وَالثَّرْوَةَ لَا تَحْصُلُ إِلَّا بِالْعَمَلِ“
“Sesungguhnya harta dan kekayaan tidak diperoleh kecuali dengan kerja.”
Kalimat ini mengingatkan kita pada kehidupan sehari-hari. Apa pun profesi seseorang—petani, pedagang, pengrajin, atau pekerja kantoran—semua kekayaan bermula dari kerja nyata. Ibn Khaldūn menolak anggapan bahwa kekayaan turun dari langit atau datang karena kedudukan semata. Menurutnya, tanpa kerja, nilai tidak akan tercipta.
Pandangan ini terasa relevan di zaman sekarang. Misalnya, dalam dunia digital, konten kreator atau pengusaha startup membuktikan bahwa nilai lahir dari kreativitas dan kerja keras, bukan sekadar warisan atau kekuasaan.
Nilai dan Kesejahteraan Sosial
Ibn Khaldūn juga menekankan hubungan antara nilai dan kesejahteraan masyarakat. Ia menulis:
“إِنَّ الْقُوَّةَ الْإِنْتَاجِيَّةَ فِي الْعَمَلِ مَصْدَرٌ لِلنِّعْمَةِ وَالرَّخَاءِ“
“Kekuatan produktif dalam kerja adalah sumber bagi kenikmatan dan kemakmuran.”
Artinya, nilai bukan hanya untuk kepentingan pribadi, melainkan juga memberi dampak sosial. Ketika kerja produktif berkembang, masyarakat pun merasakan kesejahteraan. Namun, jika kerja menurun atau terhambat oleh sistem yang tidak adil, maka kemiskinan meluas.
Di sini, Ibn Khaldūn mengingatkan kita agar tidak memisahkan kerja dari dimensi moral dan sosial. Kerja bukan hanya alat mencari nafkah, melainkan sarana membangun peradaban.
Pajak dan Keseimbangan Kekuasaan
Salah satu bagian paling menarik dalam Al-Muqaddimah adalah kritik Ibn Khaldūn terhadap pajak. Ia menulis:
“إِذَا كَثُرَتِ الْجِبَايَةُ قَلَّ الْكِسْبُ، وَإِذَا قَلَّتْ كَثُرَ الْكِسْبُ“
“Jika pajak diperbanyak, maka penghasilan berkurang; jika pajak diringankan, maka penghasilan bertambah.”
Pernyataan ini terdengar seperti teori ekonomi modern tentang insentif. Pajak yang terlalu tinggi akan membuat orang malas bekerja atau bahkan mencari cara untuk menghindarinya. Sebaliknya, pajak yang wajar mendorong aktivitas ekonomi tumbuh, sehingga negara pun tetap mendapat pemasukan.
Kita bisa melihat contohnya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika biaya atau pungutan terlalu tinggi, pedagang kecil enggan membuka usaha. Tetapi jika pajak ringan dan sistem transparan, roda ekonomi bergerak lebih lancar. Ibn Khaldūn seakan sudah memahami prinsip supply-side economics jauh sebelum istilah itu lahir.
Perspektif Al-Qur’an tentang Kerja dan Hasil
Ibn Khaldūn menghubungkan pandangannya dengan semangat Al-Qur’an yang menekankan pentingnya usaha. Allah berfirman:
“وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى“ (An-Najm: 39)
“Dan bahwa manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”
Ayat ini sejalan dengan pemikiran Ibn Khaldūn bahwa kerja adalah fondasi kekayaan. Hasil tidak datang tanpa usaha, dan usaha manusia menjadi dasar dari nilai. Dengan demikian, kerja memiliki dimensi spiritual: ia bukan hanya jalan ekonomi, tetapi juga ibadah.
Ekonomi sebagai Cermin Peradaban
Bagi Ibn Khaldūn, ekonomi tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial, politik, dan moral. Ia menulis:
“الْعُمْرَانُ لَا يَقُومُ إِلَّا بِالتَّعَاوُنِ فِي الْمَعَاشِ“
“Peradaban tidak akan tegak kecuali dengan kerja sama dalam mencari penghidupan.”
Kalimat ini menegaskan bahwa kerja, nilai, dan pajak saling terkait. Pajak yang adil memperkuat kerja, kerja menciptakan nilai, dan nilai menumbuhkan kesejahteraan. Bila salah satu unsur terganggu, peradaban pun terancam runtuh.
Pandangan Ibn Khaldūn terasa sangat relevan. Kita hidup di tengah perdebatan soal pajak, lapangan kerja, dan distribusi kekayaan. Pesan Al-Muqaddimah memberi sudut pandang bahwa ekonomi tidak boleh hanya dipandang sebagai angka, tetapi juga sebagai cermin moralitas sebuah bangsa.
Penutup: Pelajaran untuk Dunia Modern
Melalui Al-Muqaddimah, Ibn Khaldūn mengajarkan bahwa ekonomi bukanlah ilmu kering. Ia adalah denyut kehidupan yang mencerminkan kerja manusia, nilai sosial, dan kebijakan negara. Dari kerja lahir nilai, dari nilai lahir kesejahteraan, dan dari pajak yang adil lahir stabilitas.
Pelajaran ini mengajak kita untuk lebih bijak dalam melihat ekonomi. Bukan sekadar angka di neraca, tetapi bagian dari moralitas dan peradaban. Dengan begitu, ekonomi menjadi sarana membangun kehidupan yang adil dan berkelanjutan.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
