SURAU.CO-Usaid ibn Hudhair seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar yang berasal dari kabilah Aus, keturunan Bani Asyhali. Ayahnya bernama Hudhair ibn Simak. Ia punya banyak nama panggilan, seperti Abu Yahya (karena anaknya bernama Yahya), Abu Isa (panggilan yang diberikan Rasulullah), Abu Utaik, Abu Hudhair, dan Abu Amr. Ayahnya, Hudhair ibn Simak, adalah penunggang kuda yang sangat diandalkan oleh kabilah Aus dalam setiap peperangan melawan kabilah Khazraj. Hudhair memiliki kuda yang sangat kuat. Ia memimpin pasukan Aus dalam Perang Bu’ats. Ibu Usaid adalah Ummu Usaid bint al-Sikn. Usaid termasuk di antara sahabat Anshar yang mengikuti Baiat Aqabah kedua.
Awalnya memusuhi dakwah Mush‘ab ibn Umair
Ia memeluk Islam lantaran dakwah Mush‘ab ibn Umair, yang Rasulullah utus ke Yatsrib. untuk mengajari kaum muslim Anshar yang telah berbaiat kepada Nabi saw. pada Baiat Aqabah pertama.
Pada awalnya, Usaid termasuk di antara penduduk Yatsrib yang tidak menyukai kedatangan Mush‘ab di negeri mereka, karena setiap hari semakin banyak penduduk Yatsrib yang beralih keyakinan. Suatu hari, Usaid ibn Hudhair dan Sa‘d ibn Muaz duduk berbincang-bincang tentang semakin banyaknya Muhajirin dari Makkah yang menjalankan dan mengajarkan agama baru yang belum mereka kenal. Usaid dan Sa‘d adalah pembesar Bani Abd al-Asyhal. Sa‘d pun meminta Usaid untuk mendatangi Mush‘ab ibn Umair di kediaman As’ad ibn Zurarah.
Dengan tangan menghunus senjata, Usaid mendatangi rumah As‘ad ibn Zurarah. Tiba di sana, Usaid langsung mencaci maki Mush‘ab dan mengusirnya. Namun, Mush‘ab berkata kepadanya, “Duduklah dan dengarkan. Jika kau mendengar sesuatu yang menyenangkan, terimalah; jika kau mendengar sesuatu yang menyakitimu, kami akan menghentikannya.” Usaid menjawab, “Baiklah kalau begitu.”
Terpesona mendengar ayat-ayat Qur’an
Mush‘ab pun melanjutkan dakwahnya dengan membaca sebagian ayat Al-Qur’an, lalu menjelaskannya. Penjelasannya ternyata menyentuh hati Usaid, tetapi ia tidak serta merta tunduk. Ia letakkan senjatanya kemudian berkata, “Apa yang engkau ucapkan itu benar. Sekarang, sampaikan lebih banyak lagi apa yang ada dalam agamamu.” Maka, Mush‘ab kembali membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan menjelaskan seruan agama baru ini dengan penuh kesantunan serta tuturan yang lembut dan logis.
Belum tuntas penjelasan Mush‘ab, tiba-tiba Usaid mengajukan pertanyaan, “Alangkah baiknya kata-kata ini dan betapa indahnya. Apa yang harus kulakukan jika ingin memeluk agama ini?”
Mush‘ab menjawab, “Bersihkan pakaianmu dan mandilah. Lalu, bersaksilah dengan kebenaran (bersyahadat). Setelah itu, dirikan shalat dua rakaat. Dengan begitu, kau menjadi seperti kami.” Usaid pun melakukan semua yang dikatakan Mush‘ab. Setelah itu, ia kembali mendatangi Sa‘d ibn Muaz yang awalnya bersepakat dengan dirinya untuk mengecam dan mengusir Mush‘ab ibn Umair. Namun, kali ini Usaid datang dengan misi yang berbeda.
Rupanya Sa‘d dapat membaca perubahan dalam diri Usaid sehingga ia berkata kepada orang yang duduk di dekatnya, “Usaid datang dengan raut muka yang berbeda dari saat ia pergi.”
Kendati demikian, Sa‘d tetap mengajukan pertanyaan kepada Usaid, “Apa yang kaulakukan kepada Mush‘ab dan As‘ad (ibn Zurarah)?” Usaid menjawab, “Aku katakan kepada mereka agar segera pergi dari negeri ini. Ketika mereka tidak mau pergi, sepupumu As‘ad (ibu As‘ad ibn Zurarah adalah bibi Sa‘d ibn Muaz) mengatakan kepadaku bahwa Bani Haritsah ingin membunuhnya, karena mereka ingin merusak ikatan perjanjiannya denganmu. Jika tidak percaya, lihatlah sendiri.”
Siasat Usaid ibn Hudhair agar sahabatnya masuk Islam
Didorong rasa marah dan semangat untuk membela, Sa‘d bangkit sambil membawa senjata milik Usaid. Ia bergegas pergi menuju rumah As‘ad. Namun, tiba di sana, ia sama sekali tidak melihat keributan atau ketegangan. Ia hanya merasakan ketenangan dan ketenteraman. Di rumah sepupunya itu ia melihat Mush‘ab sedang berbicara di hadapan kaum muslim Anshar. Saat itulah Sa‘d baru menyadari muslihat yang dilakukan Usaid sahabatnya yang bermaksud menjebaknya agar melihat dan mendengar majelis ilmu yang digelar oleh Mush‘ab dan kaum muslim. Ternyata, apa yang diinginkan Usaid terkabul. Hati Sa‘d tersentuh mendengar uraian yang disampaikan Mush‘ab ibn Umair mengenai Islam dan tentang sosok Rasulullah saw. Saat itu pula Sa‘d memutuskan untuk mengikuti jejak sahabatnya, Usaid, yakni memeluk Islam.
Sejak masa Jahiliah, Usaid telah dikenal oleh penduduk Yatsrib sebagai sosok pemimpin yang baik. Setelah masuk Islam, ia pun menjadi muslim yang baik. Rasulullah saw. sendiri menghargai kedudukannya, bahkan beliau mempersaudarakan dirinya dengan salah seorang Muhajirin yang paling dekat dengan beliau, yaitu Zaid ibn Haritsah.
Membela Rasulullah saat terjadi peristiwa dusta
Ketika terjadi peristiwa dusta (hadits al-ifk) yang hendak mengotori kesucian Aisyah r.a., Usaid menemui Rasulullah saw. dan meminta agar beliau memberitahukan orang yang telah menyakiti keluarga beliau. Usaid berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku mohon kepadamu, tunjukkanlah siapa orang itu. Jika ia berasal dari kabilah Aus, kami akan pancung lehernya; jika ia dari golongan saudara kami kabilah Khazraj maka engkau tinggal memberi kami perintah, dan kami akan langsung melaksanakan perintahmu.”
Mendengar penuturan Usaid, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik laki-laki adalah Usaid.”
Malaikat turun dari langit demi bacaan Usaid ibn Hudhair
Dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa jika Usaid membaca Al-Qur’an maka para malaikat turun untuk mendengarkan bacaannya. Disebutkan pula bahwa Umar r.a. sering memintanya untuk membacakan Al-Qur’an karena ia menyukai suara dan bacaannya.
Abu Said al-Khudri meriwayatkan bahwa Usaid ibn Hudhair (yang bacaan Al-Qur’an-nya sangat merdu dan memikat) berkata, “Pada suatu malam aku membaca Surah al-Baqarah; kudaku dalam keadaan tertambat; sedangkan anakku yang masih kecil, Yahya, tidur di dekatku. Tiba-tiba kuda yang telah kutambatkan itu meringkik gelisah. Aku berdiri untuk melihat apa yang terjadi di luar dan yang kukhawatirkan hanya anakku. Kemudian aku kembali meneruskan bacaanku. Lagi-lagi, kuda itu meringkik. Maka, aku kembali berdiri melihat yang terjadi di luar dan yang kukhawatirkan hanya anakku. Ketika kutengadahkan kepala, aku melihat sesuatu seperti bayangan cahaya yang bergerak. Bayangan itu turun dari langit dan membuatku takut. Aku hanya bisa terdiam.
Menceritakan pada Rasulullah
Keesokan paginya, aku datang menemui Rasulullah dan kuceritakan apa yang kualami tadi malam. Beliau bersabda, ‘Teruslah membaca, hai Abu Yahya!’ Aku berkata, ‘Aku sudah membaca, tiba-tiba kudaku meringkik gelisah. Aku pun berdiri, dan yang kukhawatirkan hanya anakku.’ Beliau bersabda lagi, ‘Bacalah lagi, hai Abu Hudhair!’ ‘Aku sudah membaca, dan saat aku tengadah, aku melihat bayangan cahaya yang bergerak turun dari atas. Aku merasa takut.’ ‘Itu adalah para malaikat yang turun karena mendengar suaramu. Seandainya kau membacanya hingga waktu subuh niscaya semua manusia akan melihat mereka.’”
Membaiat Abu Bakar sebagai khalifah
Usaid memainkan peranan penting dalam suksesi kekhalifahan setelah Rasulullah. Saat itu, ia berkata kepada kaum Anshar yang ingin agar jabatan khalifah untuk orang Anshar,
“Wahai kaum Anshar, kalian tahu bahwa Rasulullah berasal dari kalangan Muhajirin dan kita adalah para penolong Rasulullah. Maka, sekarang kita berkewajiban menjadi penolong khalifah penerus beliau.”
Mendengar perkataannya, kaum Anshar dan Muhajirin merasa senang. Akhirnya, mereka sepakat dengan kaum Muhajirin membaiat Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah.
Suatu hari Usaid dan Ubad ibn Basyar bertemu Rasulullah. Sepulang dari pertemuan itu, keduanya pulang ke rumah masing-masing ketika hari sudah gelap malam. Namun, keajaiban terjadi ketika dari ujung tongkat kecil yang mereka pergunakan keluar cahaya yang menerangi jalan hingga mereka tiba di rumah masing-masing dengan selamat.
Pada bulan Syakban 20 Hijriah, Usaid berpulang ke pangkuan Sang Khalik pada masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar ibn Khaththab. Khalifah Umar ikut berduka serta memikul keranda yang mengantarkan Usaid menuju pemakaman Baqi. Sebelum meninggal, Usaid sempat berwasiat agar kurmanya dapat mereka jual untuk melunasi utangnya.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
