Zakat fitrah adalah ibadah sosial yang melekat pada setiap Muslim menjelang Idulfitri. Ibadah ini tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga membawa dampak sosial yang besar: menghapus kekurangan dalam ibadah puasa dan menolong fakir miskin agar bisa ikut berbahagia di hari raya.
Imam an-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi’i, membahas zakat fitrah dengan detail dalam kitabnya Al-Majmu’. Kitab ensiklopedis ini menempatkan zakat fitrah sebagai bagian penting dari fiqih ibadah. Imam an-Nawawi tidak hanya menjelaskan hukum, tetapi juga dalil, hikmah, dan tata cara pelaksanaannya. Artikel ini akan menelusuri pandangan beliau, melengkapi dengan dalil Al-Qur’an dan hadis, serta membandingkannya dengan kitab lain.
Definisi Zakat Fitrah Menurut Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi menyatakan dalam Al-Majmu’:
“زكاةُ الفِطْرِ فَرضٌ على كلِّ مسلمٍ يُخرِجُها عن نفسه وعمَّن يَلزَمُهُ نَفَقَتُهُ.”
“Zakat fitrah adalah kewajiban bagi setiap muslim. Ia menunaikannya untuk dirinya dan untuk orang yang menjadi tanggungannya.”
Definisi ini menegaskan sifat wajib zakat fitrah serta cakupannya yang tidak hanya terbatas pada individu, tetapi juga mencakup keluarga yang ditanggung.
Landasan Al-Qur’an tentang Zakat Fitrah
Meskipun istilah “zakat fitrah” tidak disebut langsung dalam Al-Qur’an, ayat-ayat zakat menjadi landasan umum kewajibannya. Allah ﷻ berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan doakanlah mereka.” (QS. At-Taubah: 103)
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa zakat fitrah termasuk dalam kategori zakat yang fungsinya menyucikan jiwa, sekaligus memberikan manfaat sosial kepada masyarakat miskin.
Hadis Nabi tentang Zakat Fitrah
Dasar kuat zakat fitrah datang dari hadis-hadis sahih. Ibn Umar ra. meriwayatkan:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Rasulullah ﷺ mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap Muslim, baik hamba maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi pegangan utama Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ bahwa zakat fitrah hukumnya wajib atas setiap individu Muslim.
Hukum Zakat Fitrah Menurut Imam an-Nawawi
Imam an-Nawawi menegaskan bahwa zakat fitrah adalah fardhu ‘ain bagi setiap Muslim yang mampu. Berbeda dengan zakat harta yang terkait nisab dan haul, zakat fitrah diwajibkan tanpa syarat kepemilikan besar, karena tujuannya adalah menyucikan jiwa setelah Ramadan dan menyantuni fakir miskin pada hari raya.
Beliau menekankan bahwa kepala keluarga wajib menunaikan zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang berada dalam tanggungannya, seperti anak-anak atau istri.
Waktu Pelaksanaan Zakat Fitrah
Menurut Imam an-Nawawi, waktu pelaksanaan zakat fitrah adalah:
- Waktu wajib: Terbenamnya matahari pada malam Idulfitri.
- Waktu utama: Sejak malam hari raya hingga sebelum shalat Id.
- Waktu makruh: Setelah shalat Id hingga terbenam matahari pada hari raya.
- Haram ditunda: Jika melewati hari raya tanpa uzur, zakat fitrah tetap wajib ditunaikan tetapi statusnya menjadi qadha.
Dengan pembagian ini, Imam an-Nawawi menegaskan pentingnya ketepatan waktu agar tujuan sosial zakat fitrah tercapai.
Kadar Zakat Fitrah
Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ menetapkan kadar zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari bahan makanan pokok, setara dengan ±2,5–3 liter beras atau makanan yang berlaku di daerah setempat.
Beliau mengutip hadis Ibn Umar yang secara tegas menyebut ukuran satu sha’. Menurut beliau, zakat fitrah tidak sah jika kurang dari ukuran yang ditetapkan.
Jenis Zakat Fitrah
Imam an-Nawawi menyebut bahwa zakat fitrah harus berupa makanan pokok, bukan uang. Beliau mengutip mazhab Syafi’i yang menolak pembayaran zakat fitrah dengan uang, meski praktik ini diperbolehkan dalam mazhab Hanafi.
Dengan demikian, menurut Al-Majmu’, zakat fitrah sah bila dikeluarkan dalam bentuk makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat setempat, misalnya beras, gandum, atau kurma.
Hikmah Zakat Fitrah
Imam an-Nawawi menekankan bahwa zakat fitrah memiliki dua hikmah utama:
- Penyucian jiwa dan puasa: Zakat fitrah menyempurnakan ibadah Ramadan dengan membersihkan kekurangan yang mungkin terjadi.
- Solidaritas sosial: Zakat fitrah memberi kebahagiaan kepada fakir miskin sehingga mereka bisa ikut merayakan Idulfitri.
Hadis Nabi ﷺ menegaskan:
طُهْرَةٌ لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةٌ لِلْمَسَاكِينِ
“(Zakat fitrah) adalah penyuci bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan kotor, serta makanan bagi orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud)
Perbandingan Al-Majmu’ dan Fathul Mu’in
Menarik membandingkan pembahasan zakat fitrah dalam Al-Majmu’ dan Fathul Mu’in. Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ memberikan ulasan panjang lebar, menguraikan dalil-dalil Al-Qur’an, hadits, serta pandangan berbagai ulama tentang waktu, kadar, dan distribusi zakat fitrah. Kitab ini sangat detail dan cocok sebagai rujukan akademis.
Sementara itu, Fathul Mu’in menyajikan panduan praktis dengan bahasa ringkas. Kitab ini langsung menyebutkan besaran satu sha’, jenis makanan, serta waktu yang paling utama tanpa perdebatan panjang. Fathul Mu’in lebih mudah dipahami kalangan santri dan masyarakat awam yang membutuhkan panduan singkat untuk diamalkan.
Dengan demikian, Al-Majmu’ lebih akademis dan analitis, sedangkan Fathul Mu’in lebih praktis dan aplikatif. Kedua kitab ini saling melengkapi: satu menyajikan kedalaman ilmu, yang lain memberi kemudahan dalam praktik.
Penutup
Zakat fitrah adalah ibadah yang mengajarkan penyucian diri sekaligus solidaritas sosial. Imam an-Nawawi melalui Al-Majmu’ menghadirkan penjelasan mendalam tentang hukum, waktu, kadar, dan hikmah zakat fitrah. Beliau menegaskan bahwa ibadah ini wajib atas setiap Muslim, tanpa terkecuali, sebagai penutup Ramadan yang sempurna.
Ketika butiran beras ditakar dan diserahkan kepada fakir miskin, sesungguhnya bukan hanya harta yang berpindah tangan, melainkan juga doa dan kasih sayang. Zakat fitrah menjadi jembatan yang menghubungkan orang mampu dengan yang kurang beruntung, serta mengikat umat Islam dalam tali persaudaraan.
Dan ketika fajar Idulfitri menyingsing, hati orang beriman akan lapang, karena ia telah menyucikan dirinya dengan zakat fitrah. Ibadah ini bukan sekadar kewajiban, melainkan tanda cinta yang nyata dari hamba kepada sesama dan kepada Allah ﷻ.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
