Khazanah
Beranda » Berita » Shalat Khauf Menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’: Tuntunan Ibadah di Tengah Bahaya

Shalat Khauf Menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’: Tuntunan Ibadah di Tengah Bahaya

Ilustrasi shalat khauf menurut Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’, prajurit Muslim tetap shalat di tengah bahaya
Barisan prajurit Muslim sedang shalat khauf di padang pasir, sebagian sujud sementara sebagian berjaga dengan senjata. Cahaya senja menerangi langit, memberi kesan heroik dan spiritual.

Shalat adalah kewajiban utama seorang Muslim yang tidak pernah gugur dalam kondisi apapun. Bahkan ketika seorang Muslim berada dalam situasi genting seperti peperangan atau ancaman bahaya, shalat tetap menjadi tiang agama yang harus ditegakkan. Dalam kondisi seperti inilah syariat menghadirkan shalat khauf, yaitu shalat yang dilaksanakan dalam keadaan darurat dengan tata cara khusus.

Imam an-Nawawi melalui kitab monumentalnya, Al-Majmu’, membahas shalat khauf dengan detail. Beliau tidak hanya menjelaskan dasar-dasar hukumnya, tetapi juga variasi pelaksanaan shalat khauf sesuai kondisi peperangan yang dihadapi. Artikel ini akan menelusuri pandangan Imam an-Nawawi mengenai shalat khauf, melengkapi dengan dalil Al-Qur’an dan hadis, sekaligus membandingkannya dengan kitab lain yang membahas tema serupa.

Dalil Shalat Khauf dalam Al-Qur’an

Allah ﷻ secara jelas menyebutkan shalat khauf dalam firman-Nya:

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلَاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِن وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَليَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ
“Apabila engkau (wahai Muhammad) berada di tengah mereka lalu hendak mendirikan shalat bersama mereka, hendaklah segolongan dari mereka berdiri bersamamu dengan membawa senjata mereka, kemudian apabila mereka sujud, hendaklah mereka berpindah ke belakangmu, lalu datanglah golongan yang lain yang belum shalat, kemudian shalatlah mereka bersamamu, dan hendaklah mereka tetap waspada serta membawa senjata mereka.” (QS. An-Nisa: 102)

Ayat ini menegaskan bahwa shalat tetap wajib ditegakkan meskipun dalam kondisi genting. Shalat khauf hadir sebagai bukti fleksibilitas syariat yang menjaga keseimbangan antara ibadah dan keselamatan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Hadis Nabi tentang Shalat Khauf

Rasulullah ﷺ sendiri mempraktikkan shalat khauf bersama para sahabat. Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim:

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بِأَصْحَابِهِ فِي بَعْضِ مَغَازِيهِ صَلَاةَ الْخَوْفِ
“Rasulullah ﷺ pernah mengimami para sahabat dalam salah satu peperangan dengan shalat khauf.”

Imam an-Nawawi menekankan bahwa hadis-hadis ini memperkuat hukum shalat khauf sebagai syariat yang disepakati.

Tata Cara Shalat Khauf Menurut Imam an-Nawawi

Dalam Al-Majmu’, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa tata cara shalat khauf bervariasi sesuai kondisi peperangan. Berikut bentuk-bentuk yang disebutkan:

  1. Model Bergantian

Sebagian pasukan shalat bersama imam, sementara kelompok lain berjaga. Setelah rakaat pertama, kelompok pertama berganti posisi dengan kelompok kedua. Dengan cara ini, semua pasukan tetap bisa shalat berjamaah dan tetap menjaga keamanan.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

  1. Model Bersamaan dengan Gerakan Minimal

Jika ancaman sangat besar, pasukan bisa shalat sambil tetap membawa senjata dan berjaga. Dalam kondisi ini, gerakan shalat dilakukan seminimal mungkin sesuai kemampuan.

  1. Shalat dengan Isyarat

Dalam keadaan ekstrem, shalat boleh dilakukan dengan isyarat mata atau kepala, baik dalam posisi berdiri, duduk, bahkan berjalan. Imam an-Nawawi menekankan, selama shalat masih bisa ditegakkan, maka kewajiban itu tidak gugur.

Syarat-Syarat Shalat Khauf

Imam an-Nawawi menyebutkan beberapa syarat pelaksanaan shalat khauf:

  1. Kondisi darurat nyata, seperti perang atau ancaman yang menghalangi pelaksanaan shalat biasa.
  2. Shalat dilakukan sesuai kemampuan, baik secara berjamaah maupun sendiri.
  3. Selama mungkin, rukun-rukun shalat wajib tetap dipertahankan.

Shalat Khauf sebagai Simbol Keteguhan Iman

Imam an-Nawawi menekankan, shalat khauf adalah simbol keteguhan iman. Seorang Muslim tidak boleh meninggalkan shalat apapun kondisi yang ia hadapi. Keringanan yang diberikan bukan untuk menunda shalat, tetapi untuk menjaga kontinuitas ibadah dalam situasi sulit.

Hadis Nabi ﷺ menegaskan:

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam an-Nawawi mengaitkan hadis ini dengan shalat khauf. Ia menjadi bukti bahwa syariat tidak memberatkan, tetapi tetap menjaga nilai pokok ibadah.

Dalam Fathul Wahhab juga menyebutkan bahwa:

وَتُصَلَّى صَلَاةُ الْخَوْفِ عَلَى مَا جَاءَ فِي الْقُرْآنِ وَالْأَخْبَارِ وَتَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْأَحْوَالِ
“Shalat khauf dilakukan sebagaimana yang datang dalam Al-Qur’an dan hadis, serta berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang terjadi.”

Pernyataan ini memperkuat penjelasan Imam an-Nawawi bahwa shalat khauf memiliki fleksibilitas hukum.

Hikmah Shalat Khauf

Imam an-Nawawi menyebutkan bahwa shalat khauf memiliki hikmah besar:

  • Menunjukkan bahwa shalat tidak pernah gugur.
  • Menjaga kekhusyukan meskipun di tengah situasi genting.
  • Mengajarkan disiplin dan keberanian dalam beribadah.

Shalat khauf menjadi bukti bahwa ibadah adalah prioritas utama, bahkan ketika nyawa dipertaruhkan.

Perbandingan dengan Kitab Lain

Menjelang penutup, menarik untuk membandingkan Al-Majmu’ dengan kitab lain dalam pembahasan shalat khauf. Dalam Al-Umm karya Imam Syafi’i, penjelasan tentang shalat khauf bersifat ringkas. Imam Syafi’i menekankan dalil ayat dan hadis, lalu memberikan contoh tata cara tanpa elaborasi panjang.

Berbeda dengan itu, Al-Majmu’ menghadirkan penjelasan luas. Imam an-Nawawi membandingkan berbagai riwayat hadis, memaparkan perbedaan ulama, dan menampilkan variasi pelaksanaan shalat khauf. Dengan cara ini, pembaca mendapatkan gambaran lengkap tentang fleksibilitas ibadah dalam kondisi darurat.

Jika dibandingkan dengan Fathul Mu’in karya Zainuddin al-Malibari, Al-Majmu’ tampak lebih akademis. Fathul Mu’in hanya menyajikan tata cara praktis yang bisa langsung diamalkan, sementara Al-Majmu’ memperluas wawasan dengan dalil dan argumentasi hukum. Keduanya saling melengkapi: satu untuk kebutuhan praktis, yang lain untuk kajian mendalam.

Penutup

Shalat khauf adalah simbol kekuatan spiritual umat Islam. Ia menunjukkan bahwa shalat tetap menjadi prioritas meskipun dalam situasi genting. Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjelaskan shalat ini dengan detail, menggabungkan dalil Qur’an, hadis, dan penjelasan ulama terdahulu.

Di tengah terjangan bahaya, seorang Muslim tetap menundukkan kepala di hadapan Allah. Senjata boleh digenggam, hati tetap terpaut kepada-Nya. Shalat khauf adalah bukti bahwa cinta kepada Allah lebih kuat daripada rasa takut pada musuh.

Ketika dunia bergemuruh dengan ancaman, shalat khauf mengajarkan ketenangan. Di antara dentuman perang, takbir tetap berkumandang. Dan di balik bahaya, seorang hamba menemukan kedamaian dalam sujudnya.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement