Shalat jamaah adalah salah satu amalan yang paling nyata memperlihatkan kesatuan umat Islam. Barisan saf yang lurus, bacaan imam yang diikuti makmum, hingga salam yang diucapkan bersama-sama menciptakan harmoni ibadah yang penuh makna. Tidak heran jika shalat jamaah menjadi pembahasan penting dalam literatur fiqih klasik, termasuk dalam Al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi.
Imam an-Nawawi tidak hanya menjelaskan hukum dan tata cara shalat jamaah, tetapi juga mengungkap hikmah serta keutamaan yang terkandung di dalamnya. Dalam pandangan beliau, shalat jamaah bukan sekadar rutinitas ibadah, melainkan manifestasi dari ukhuwah Islamiyah yang memperkuat ikatan sosial dan spiritual umat.
Landasan Syariat Shalat Jamaah
Shalat berjamaah memiliki dasar kuat dari Al-Qur’an dan sunnah. Allah berfirman:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
(QS. Al-Baqarah: 43)Artinya: “Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلاَةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
(HR. Bukhari dan Muslim)Artinya: “Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”
Dalil ini menunjukkan bahwa shalat jamaah memiliki keutamaan yang luar biasa, bukan hanya di sisi Allah, tetapi juga dalam memperkuat kebersamaan umat.
Pandangan Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’
Kedudukan Hukum
Imam an-Nawawi menegaskan bahwa shalat jamaah, terutama shalat fardhu lima waktu, hukumnya sunnah muakkadah bagi laki-laki yang tidak memiliki udzur. Meski ada pendapat ulama yang mewajibkan, beliau condong pada pemahaman bahwa ia merupakan sunnah yang sangat ditekankan, karena Rasulullah ﷺ selalu melaksanakannya dan menganjurkan umatnya.
Syarat Sah Jamaah
Dalam Al-Majmu’, Imam an-Nawawi menjelaskan beberapa syarat sahnya shalat berjamaah, di antaranya:
- Imam dan makmum harus bersatu dalam niat shalat yang sama.
- Posisi imam harus berada di depan makmum.
- Makmum harus mengetahui gerakan imam, baik secara langsung maupun melalui perantara.
- Tidak ada pemisah yang terlalu jauh antara imam dan makmum.
Keutamaan Shalat Jamaah
Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ menekankan keutamaan shalat jamaah yang tidak hanya bernilai spiritual, tetapi juga sosial. Di antara keutamaannya adalah:
- Pahala yang berlipat ganda sebagaimana hadis Nabi ﷺ.
- Menguatkan ukhuwah Islamiyah karena umat bertemu secara rutin di masjid.
- Mendidik kedisiplinan melalui barisan saf yang rapi dan ketaatan kepada imam.
- Menghidupkan syiar Islam karena masjid menjadi pusat kehidupan masyarakat.
Imam dan Makmum: Adab serta Tanggung Jawab
Adab Imam
Seorang imam memegang peran penting dalam shalat jamaah. Imam an-Nawawi menekankan bahwa imam harus:
- Memiliki bacaan Al-Qur’an yang baik.
- Memahami fiqih shalat.
- Menjaga keseimbangan antara keringanan dan kekhusyukan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ بِالنَّاسِ فَلْيُخَفِّفْ فَإِنَّ فِيهِمُ الضَّعِيفَ وَالْمَرِيضَ وَذَا الْحَاجَةِ
(HR. Bukhari dan Muslim)Artinya: “Apabila salah seorang dari kalian mengimami manusia, maka hendaklah ia meringankan (shalat), karena di antara mereka ada yang lemah, sakit, dan memiliki kebutuhan.”
Adab Makmum
Makmum harus mengikuti imam dengan tertib, tidak mendahului atau terlambat. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ
(HR. Bukhari dan Muslim)Artinya: “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti.”
Masalah-Masalah Khusus dalam Shalat Jamaah
Shalat Berjamaah di Rumah
Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa shalat jamaah lebih utama dilakukan di masjid. Namun, shalat berjamaah di rumah tetap sah, terutama jika dilakukan bersama keluarga.
Masbuk (Terlambat Jamaah)
Orang yang datang terlambat tetap disarankan ikut berjamaah meskipun hanya mendapatkan sebagian rakaat. Imam an-Nawawi menekankan bahwa masbuk tetap mendapatkan pahala jamaah.
Shalat Jamaah Wanita
Menurut beliau, wanita boleh shalat berjamaah, tetapi lebih utama dilakukan di rumah. Jika berjamaah, imam wanita berdiri sejajar dengan makmum di barisan pertama.
Perbandingan dengan Kitab Fathul Wahhab
Jika dibandingkan dengan Fathul Wahhab karya Zakariya al-Anshari, pembahasan shalat jamaah lebih ringkas. Fathul Wahhab menekankan aspek hukum praktis, seperti syarat sah makmum mengikuti imam, hukum shalat jamaah dalam perjalanan, atau detail posisi makmum terhadap imam.
Sementara Al-Majmu’ karya Imam an-Nawawi tidak hanya memaparkan hukum, tetapi juga memberikan ulasan panjang dengan dalil-dalil, pandangan ulama terdahulu, serta hikmah yang mendalam. Dengan demikian, Al-Majmu’ lebih ensiklopedis dan analitis, sedangkan Fathul Wahhab lebih praktis.
Perbandingan dengan Kitab Fathul Mu’in
Berbeda dengan Al-Majmu’ yang memuat pembahasan komprehensif, Fathul Mu’in karya Zainuddin al-Malibari lebih sederhana dan aplikatif. Kitab ini ditulis untuk kebutuhan masyarakat awam, sehingga bahasannya lebih singkat dan langsung ke praktik sehari-hari.
Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ menjabarkan berbagai perbedaan pendapat, sedangkan Fathul Mu’in memilih satu pendapat yang paling kuat lalu mempermudah umat untuk mengamalkannya. Kedua kitab ini saling melengkapi: Al-Majmu’ sebagai rujukan ulama, Fathul Mu’in sebagai panduan praktis umat.
Penutup
Di era urbanisasi dan kesibukan modern, shalat jamaah tetap relevan. Masjid menjadi tempat berkumpul, bertukar kabar, bahkan menguatkan solidaritas sosial. Imam an-Nawawi melalui Al-Majmu’ seakan berpesan bahwa shalat jamaah adalah sarana menjaga identitas Islam sekaligus mempererat hubungan kemanusiaan.
Shalat jamaah bukan hanya kewajiban spiritual, melainkan juga cermin kebersamaan. Imam an-Nawawi melalui Al-Majmu’ telah mengajarkan betapa besar nilai shalat jamaah, dari aspek hukum hingga makna sosial.
Setiap kali takbir berkumandang, umat Islam berdiri dalam saf yang sama, tanpa memandang status sosial, jabatan, atau harta. Semua sejajar di hadapan Allah, Sang Maha Kuasa.
Shalat jamaah mengajarkan kita arti kesetaraan, kebersamaan, dan persaudaraan. Ia adalah barisan cinta yang menghubungkan bumi dengan langit, manusia dengan Tuhannya. Maka, menjaga shalat jamaah berarti menjaga denyut kehidupan umat.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
