Khazanah
Beranda » Berita » Mandi Wajib dan Sunnah dalam Al-Majmu’ Imam An-Nawawi

Mandi Wajib dan Sunnah dalam Al-Majmu’ Imam An-Nawawi

Ilustrasi mandi wajib dan sunnah dalam Islam menurut Imam Nawawi.
Ilustrasi filosofis tentang mandi sebagai simbol penyucian diri menurut fiqih Islam

Dalam tradisi Islam, kebersihan bukan hanya urusan lahiriah, tetapi juga menjadi jembatan menuju kesucian batin. Imam an-Nawawi dalam karya monumentalnya Al-Majmu’ menguraikan dengan detail tentang hukum-hukum mandi, baik yang wajib maupun yang sunnah. Pembahasan ini tidak sekadar teknis, melainkan juga sarat dengan pesan spiritual. Seorang muslim diajak untuk merawat kebersihan tubuh sekaligus menata hati agar siap beribadah dengan khusyuk.

Allah ﷻ berfirman:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan pakaianmu, maka bersihkanlah.” (QS. Al-Muddatsir: 4)

Ayat ini, meski secara lahiriah berbicara tentang kebersihan pakaian, juga dimaknai oleh para ulama sebagai perintah menjaga kebersihan lahir dan batin. Maka, pembahasan tentang mandi wajib dan sunnah menjadi bagian penting dalam fiqih thaharah.

Mandi Wajib: Syarat Kesucian yang Tak Bisa Ditawar

Dalam Al-Majmu’, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa mandi wajib (ghusl) adalah ibadah yang dilakukan ketika seorang muslim berada dalam kondisi hadats besar. Ada beberapa sebab yang mewajibkan seseorang mandi:

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

  1. Keluar mani baik karena mimpi basah maupun sebab lain.
  2. Bersetubuh meskipun tidak sampai keluar mani.
  3. Haid dan nifas pada perempuan.
  4. Wiladah atau melahirkan.
  5. Meninggal dunia (untuk orang yang masih muslim, maka wajib dimandikan).

Beliau menegaskan, mandi wajib tidak sah kecuali dengan niat. Ini sesuai sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain niat, wajib pula menyampaikan air ke seluruh tubuh tanpa terkecuali, termasuk rambut yang tebal sekalipun. Imam an-Nawawi menekankan, tidak boleh ada satu bagian tubuh pun yang terhalang air.

Tata Cara Mandi Wajib Menurut Imam An-Nawawi

Dalam Al-Majmu’, tata cara mandi wajib yang sempurna adalah:

  1. Membaca basmalah.
  2. Mencuci kedua tangan terlebih dahulu.
  3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada.
  4. Berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.
  5. Menyiramkan air ke kepala sebanyak tiga kali sambil meratakan hingga ke kulit.
  6. Menyiram seluruh tubuh, dimulai dari bagian kanan lalu kiri.

Imam an-Nawawi menambahkan, meskipun seseorang cukup berniat dan meratakan air ke seluruh tubuh, namun melengkapi dengan sunnah-sunnah di atas akan lebih sempurna dan mendapat pahala lebih.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Mandi Sunnah: Jalan Menuju Kesempurnaan Ibadah

Selain mandi wajib, Imam an-Nawawi juga menguraikan berbagai mandi sunnah. Meskipun tidak diwajibkan, mandi ini sangat dianjurkan karena membawa keberkahan dan mempersiapkan diri menghadapi ibadah atau aktivitas penting. Beberapa mandi sunnah yang disebutkan antara lain:

  • Mandi Jumat: Rasulullah ﷺ bersabda:

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
“Mandi pada hari Jumat wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut Imam an-Nawawi, kata wajib di sini dipahami sebagai anjuran yang sangat kuat (sunnah muakkadah).

  • Mandi pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
  • Mandi sebelum ihram haji atau umrah.
  • Mandi setelah memandikan jenazah.
  • Mandi ketika masuk Islam.
  • Mandi untuk memperbarui semangat ibadah.

Mandi sunnah bukan hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga menjadi simbol kesiapan spiritual.

Dimensi Spiritual Mandi dalam Islam

Imam an-Nawawi tidak hanya menekankan aspek hukum, tetapi juga mengaitkannya dengan dimensi spiritual. Mandi menjadi simbol penyucian diri dari kotoran lahiriah sekaligus sarana mengingat Allah.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Ketika seorang muslim mandi wajib setelah junub, ia tidak sekadar membersihkan tubuh, tetapi juga menata niat agar ibadah berikutnya diterima. Begitu pula mandi sunnah, misalnya mandi Jumat, menjadi sarana menyiapkan diri menghadapi pertemuan dengan jamaah dan mendengarkan khutbah.

Perbandingan Al-Majmu’ dengan Kitab Lain

Menarik untuk melihat bagaimana Al-Majmu’ membahas mandi dibandingkan dengan kitab-kitab lain. Misalnya, dalam Fathul Wahhab karya Imam Zakariya al-Anshari, pembahasan mandi lebih ringkas, tetapi tetap menekankan kewajiban meratakan air ke seluruh tubuh dan pentingnya niat. Fathul Wahhab memberi perhatian pada detail perbedaan antara mandi wajib dan sunnah, tetapi tidak sepanjang Al-Majmu’.

Sementara dalam Fathul Mu’in karya Zainuddin al-Malibari, pembahasan mandi juga mencakup hukum-hukum tambahan seperti hukum keraguan dalam niat dan cara mengantisipasi air yang terhalang oleh benda tertentu. Dengan demikian, Al-Majmu’ memiliki kelebihan dari sisi kelengkapan dan kedalaman argumentasi, sedangkan kitab-kitab lain menawarkan ringkasan praktis yang mudah dipahami santri pemula.

Penutup

Di tengah kehidupan modern yang penuh kesibukan, mandi sering hanya dipandang sebagai rutinitas kebersihan. Padahal, menurut Imam an-Nawawi, mandi adalah bagian dari ibadah yang penuh makna. Seorang muslim yang menjaga kesucian dirinya melalui mandi wajib maupun sunnah akan lebih mudah merasakan kekhusyukan dalam shalat, tilawah, dan dzikir.

Mandi dalam Islam bukan sekadar menyegarkan tubuh, melainkan juga membersihkan jiwa. Imam an-Nawawi melalui Al-Majmu’ mengajarkan kita bahwa mandi wajib adalah syarat sah ibadah, sementara mandi sunnah adalah sarana mendekatkan diri kepada Allah.

Ketika air membasuh tubuh, ia juga membersihkan hati dari gelisah dan noda dosa. Kesucian lahir menjadi pintu menuju kesucian batin. Dengan mandi, seorang muslim seakan memperbarui janji untuk hidup bersih, tulus, dan siap beribadah kepada Allah.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqra’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement