Khazanah
Beranda » Berita » Kesucian dalam Gerakan: Fiqih Wudhu Menurut Kitab Al-Majmu’

Kesucian dalam Gerakan: Fiqih Wudhu Menurut Kitab Al-Majmu’

Santri berwudhu di tepi sungai dengan cahaya lembut
Lukisan semi-realistis, memperlihatkan seorang santri yang berwudhu di tepi sungai dengan cahaya lembut menyinari, menampilkan suasana filosofis dan spiritual.

Wudhu bukan sekadar rutinitas membasuh anggota tubuh sebelum shalat. Ia adalah gerbang spiritual yang membuka hati seorang Muslim menuju kehadiran Ilahi. Tanpa wudhu, shalat yang merupakan tiang agama tidak akan sah. Karena itu, para ulama menaruh perhatian besar pada pembahasan fiqih wudhu, termasuk Imam an-Nawawi dalam karya monumentalnya, Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab. Kitab ini dikenal luas sebagai salah satu rujukan penting dalam fiqih mazhab Syafi’i yang mengupas detail tata cara, syarat, rukun, hingga sunnah wudhu dengan kedalaman analisis yang menakjubkan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu, tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu, serta basuhlah kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)

Ayat ini menjadi dasar utama hukum wudhu, yang kemudian diuraikan secara detail dalam kitab-kitab fiqih, termasuk Al-Majmu’. Artikel ini akan mengajak kita menelusuri pemahaman fiqih wudhu menurut Al-Majmu’, membandingkannya dengan literatur klasik lainnya, serta merenungkan makna spiritual di balik praktik sederhana namun agung ini.

Rukun Wudhu dalam Al-Majmu’

Imam an-Nawawi menegaskan bahwa rukun wudhu ada enam, yaitu:

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

  1. Niat
    Niat menjadi inti ibadah. Tanpa niat, wudhu hanya sekadar aktivitas membasuh tubuh. Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa niat dilakukan bersamaan dengan membasuh wajah, dengan tujuan رفع الحدث (mengangkat hadats) atau استباحة الصلاة (membolehkan shalat).
  2. Membasuh wajah
    Wajah yang dimaksud adalah dari tempat tumbuh rambut kepala hingga dagu, dan dari telinga kanan hingga kiri. Air harus merata, termasuk bagian dalam janggut tipis.
  3. Membasuh tangan hingga siku
    Imam an-Nawawi menekankan pentingnya memastikan air membasahi sela-sela jari dan bagian siku.
  4. Mengusap sebagian kepala
    Cukup sebagian kepala yang diusap. Namun, mengusap seluruh kepala lebih utama sesuai sunnah Rasulullah ﷺ.
  5. Membasuh kaki hingga mata kaki
    Tidak boleh ada bagian yang terlewat, termasuk sela jari-jari kaki.
  6. Tertib
    Rukun-rukun tersebut harus dilakukan secara berurutan sesuai urutan dalam ayat Al-Maidah.

Sunnah-Sunnah Wudhu

Selain rukun, Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu’ juga menguraikan sunnah-sunnah wudhu yang sangat dianjurkan, antara lain:

  • Membaca basmalah sebelum wudhu.
  • Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkan ke dalam bejana.
  • Berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung).
  • Mengusap seluruh kepala dan telinga.
  • Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
  • Melakukan tiga kali basuhan pada setiap anggota.
  • Menggunakan siwak sebelum wudhu.

Sunnah-sunnah ini menambah kesempurnaan wudhu dan menambah pahala, meskipun tidak memengaruhi keabsahan wudhu.

Keutamaan Wudhu dalam Hadits

Rasulullah ﷺ memberikan gambaran indah tentang wudhu yang sempurna. Beliau bersabda:

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ
“Apabila seorang hamba Muslim berwudhu, lalu membasuh wajahnya, maka keluarlah setiap dosa yang dilakukan oleh matanya bersama tetesan air atau bersama tetesan terakhir air itu…” (HR. Muslim)

Hadits ini menggambarkan bahwa wudhu bukan hanya membersihkan tubuh, melainkan juga menyucikan jiwa dari dosa-dosa kecil.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Pembahasan Perbedaan: Al-Majmu’ dan Kitab Lain

Menariknya, pembahasan wudhu tidak hanya dijelaskan dalam Al-Majmu’. Dalam Fathul Wahhab karya Zakariya al-Anshari, rukun wudhu dijelaskan dengan struktur serupa, tetapi detail teknisnya lebih ringkas dibandingkan Al-Majmu’ yang penuh analisis dan perbandingan antarmazhab. Misalnya, Al-Majmu’ menegaskan tentang kewajiban meratakan air hingga ke sela janggut tipis, sementara Fathul Wahhab lebih fokus pada penegasan hukum tanpa banyak penjelasan praktis.

Sementara itu, dalam Fathul Mu’in, pembahasan wudhu lebih praktis dan populer digunakan di pesantren. Kitab ini menekankan sisi aplikatif, seperti tata cara niat dan detail sunnah yang mudah dipahami masyarakat awam. Bandingkan dengan Al-Majmu’ yang lebih akademik dan mendalam. Dengan demikian, Al-Majmu’ lebih cocok untuk kalangan ulama atau peneliti hukum Islam, sementara Fathul Mu’in menjadi pegangan masyarakat luas.

Penutup

Wudhu  bukan sekadar syarat sah shalat, tetapi juga praktik kesehatan. Membasuh wajah dan tangan beberapa kali sehari terbukti bermanfaat menjaga kebersihan tubuh. Selain itu, wudhu mengajarkan disiplin, kebersihan, dan kesadaran spiritual di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern.

Wudhu adalah ibadah sederhana, tetapi memiliki makna mendalam. Ia menghubungkan tubuh dengan jiwa, kebersihan fisik dengan kesucian spiritual. Melalui Al-Majmu’, kita memahami betapa detailnya para ulama menjelaskan ibadah ini agar kita bisa melakukannya dengan benar dan penuh kesadaran.

Ketika tetesan air jatuh dari wajah dan tangan kita, mari kita yakini bahwa bukan hanya debu dan kotoran yang hilang, tetapi juga dosa-dosa kecil yang melekat pada diri. Wudhu menjadi simbol harapan, bahwa setiap Muslim selalu punya kesempatan untuk kembali suci, kembali jernih, dan kembali dekat dengan Allah.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqra’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement