Khazanah
Beranda » Berita » Hayy ibn Yaqẓān dan Bukti Bahwa Akal Bisa Menemukan Sang Pencipta

Hayy ibn Yaqẓān dan Bukti Bahwa Akal Bisa Menemukan Sang Pencipta

akal menemukan Tuhan melalui pengamatan alam
Ilustrasi Hayy ibn Yaqẓān, pemuda yang menggunakan akal untuk mengenal Sang Pencipta melalui alam.

Surau.co. Kisah Hayy ibn Yaqẓān karya Ibn Ṭufayl merupakan salah satu karya filsafat Islam paling indah karena mampu menggabungkan cerita, renungan, dan spiritualitas. Sejak awal, kitab ini menekankan bahwa manusia memiliki potensi besar untuk menemukan kebenaran hanya dengan menggunakan akal. Bahkan tanpa guru, tanpa kitab, dan tanpa komunitas, seorang manusia dapat sampai pada pengakuan terhadap Sang Pencipta melalui pengamatan, pengalaman, dan kontemplasi.

Di zaman modern, pesan ini terasa semakin relevan. Banyak orang meragukan apakah akal mampu menuntun manusia kepada Tuhan. Akan tetapi, kisah Hayy ibn Yaqẓān membuktikan hal sebaliknya: akal sehat yang jernih, dipandu rasa ingin tahu, justru bisa menjadi jalan menuju pengenalan Ilahi.

Rasa Ingin Tahu Sebagai Awal Pengetahuan

Hayy lahir di sebuah pulau terpencil. Tidak ada orang tua, tidak ada guru, dan tidak ada kitab. Yang hadir hanyalah alam luas yang kemudian menjadi laboratorium kehidupannya. Sejak kecil, ia terbiasa memperhatikan tumbuhan, hewan, serta langit malam. Ia belajar dengan cara sederhana: mengamati, mencoba, kemudian merenung.

Ibn Ṭufayl menggambarkan proses itu dengan kalimat yang kuat:

“كَانَ يَنْظُرُ فِي الْمَوْجُودَاتِ وَيُفَكِّرُ فِيهَا حَتَّى يَتَوَصَّلَ إِلَى سَبَبِهَا”
“Ia menatap segala sesuatu yang ada dan merenunginya hingga sampai pada sebab yang melatarinya.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Fenomena ini dekat dengan kehidupan kita. Seorang anak kecil sering kali bertanya hal sederhana: “Mengapa matahari terbit? Mengapa pohon berbuah?” Pertanyaan polos semacam itu menjadi benih pengetahuan. Dari pertanyaan, manusia berjalan menuju pemahaman yang lebih dalam.

Selain itu, Al-Qur’an pun mengingatkan agar manusia selalu berpikir:

“إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ” (QS. Āli ‘Imrān: 190)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”

Alam sebagai Cermin Sang Pencipta

Dalam kesendiriannya, Hayy sering membandingkan dirinya dengan alam. Ia memperhatikan bintang-bintang yang beredar teratur, hewan yang hidup dengan naluri, serta tumbuhan yang tumbuh dengan sistem menakjubkan. Dari keteraturan itu, ia menyadari bahwa pasti ada kekuatan di balik semuanya.

Ibn Ṭufayl menulis:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“رَأَى أَنَّ النِّظَامَ الْمُحْكَمَ لَا بُدَّ لَهُ مِنْ صَانِعٍ حَكِيمٍ”
“Ia melihat bahwa keteraturan yang sempurna pasti memiliki Pencipta yang Maha Bijaksana.”

Dengan demikian, kisah ini mengajarkan bahwa tanda-tanda keberadaan Tuhan tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Seperti kita yang terkadang termenung saat melihat hujan turun atau ketika menatap langit malam penuh bintang. Pada saat itulah, akal jernih dapat membawa kita menyadari adanya Sang Pengatur.

Dari Pengetahuan Empiris Menuju Kesadaran Spiritual

Awalnya, Hayy hanya tertarik pada hal-hal fisik: bagaimana api muncul, bagaimana binatang hidup dan mati, atau bagaimana tubuhnya bekerja. Selanjutnya, semakin ia belajar, semakin ia menyadari adanya sesuatu yang tidak kasat mata. Ia mulai memahami bahwa di balik realitas fisik, terdapat dimensi non-fisik yang lebih tinggi.

Ibn Ṭufayl menuliskan:

“تَرَقَّى مِنَ الْمَحْسُوسِ إِلَى الْمَعْقُولِ وَمِنَ الْمَعْقُولِ إِلَى الْمُطْلَقِ”
“Ia naik dari yang dapat dirasakan menuju yang dapat dipahami, lalu dari yang dapat dipahami menuju Yang Mutlak.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Perjalanan Hayy menunjukkan bahwa akal bukanlah musuh iman. Justru akal menjadi jalan yang menuntun hati untuk percaya. Ilmu pengetahuan modern pun, ketika dipelajari dengan hati yang jernih, dapat memperkuat keyakinan kepada Tuhan, bukan sebaliknya.

Pertemuan dengan Wahyu dan Kebutuhan Simbol

Pada satu titik, Hayy bertemu dengan seorang manusia bernama Absāl. Dari dialah ia mengenal agama dan wahyu. Hayy kagum karena apa yang ditemukan melalui akalnya ternyata sejalan dengan ajaran wahyu. Bedanya, agama menggunakan simbol, ibadah, dan syariat agar manusia awam bisa memahami.

Ibn Ṭufayl menulis:

“فَوَجَدَ مَا تَوَصَّلَ إِلَيْهِ بِالْعَقْلِ مُوَافِقًا لِمَا جَاءَتْ بِهِ الرِّسَالَةُ”
“Ia mendapati bahwa apa yang ia capai dengan akal sesuai dengan apa yang dibawa oleh risalah.”

Oleh karena itu, kisah ini menegaskan keseimbangan yang indah. Akal dan wahyu bukanlah lawan, melainkan dua jalan menuju satu kebenaran. Akal bisa menemukan Tuhan, sementara wahyu memberi jalan praktis dan bimbingan moral bagi banyak manusia.

Relevansi untuk Manusia Modern

Kisah Hayy ibn Yaqẓān tetap relevan hingga hari ini. Banyak orang merasa terasing dari agama atau bingung dengan simbol-simbol ibadah. Akan tetapi, kisah ini mengajarkan bahwa jalan akal tetap sah untuk mengenal Sang Pencipta. Alam, ilmu pengetahuan, dan pengalaman hidup adalah “kitab terbuka” yang dapat dibaca siapa saja.

Meski demikian, seperti Hayy yang akhirnya bertemu wahyu, manusia modern pun tetap membutuhkan agama sebagai kompas moral. Akal dapat menemukan Tuhan, tetapi agama menuntun manusia agar hidup sesuai dengan kehendak-Nya.

Penutup: Akal dan Iman dalam Satu Jalan

Dari kisah anak pulau ini, kita belajar bahwa akal mampu menemukan Sang Pencipta jika digunakan dengan jujur dan penuh kesungguhan. Hayy ibn Yaqẓān menjadi simbol perjalanan manusia dari keingintahuan sederhana menuju kesadaran spiritual yang mendalam.

Kita pun, di tengah kehidupan modern yang penuh distraksi, dapat menempuh jalan yang sama: memandang alam dengan hati, merenungi kehidupan, kemudian membiarkan akal menuntun kita pada pengakuan kepada Tuhan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement