Khazanah
Beranda » Berita » Nafkah Keluarga dalam Fathul Wahhab: Tanggung Jawab, Syarat, dan Hikmah

Nafkah Keluarga dalam Fathul Wahhab: Tanggung Jawab, Syarat, dan Hikmah

Ilustrasi suami memberi nafkah kepada istri dalam cahaya lembut penuh cinta
Suami memberi nafkah kepada istri dengan senyum hangat, menggambarkan harmoni rumah tangga Islami.

Nafkah keluarga menempati posisi penting dalam kehidupan rumah tangga. Al-Qur’an menegaskan peran nafkah bukan hanya sebagai pemenuhan kebutuhan lahiriah, melainkan juga sebagai bukti cinta, tanggung jawab, dan ketakwaan seorang suami. Dalam Fathul Wahhab, sebuah kitab fikih penting dalam mazhab Syafi’i, pembahasan tentang nafkah mendapat tempat khusus. Kitab ini menjelaskan dengan rinci tentang syarat, bentuk, dan konsekuensi hukum nafkah, sehingga dapat menjadi rujukan bagi umat Islam dalam membangun keluarga yang harmonis.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34)

Ayat ini menegaskan bahwa nafkah bukan hanya kewajiban, tetapi juga dasar kepemimpinan suami dalam rumah tangga.

Nafkah dalam Perspektif Fathul Wahhab

Kitab Fathul Wahhab karya Imam Zakariya al-Anshari memberikan perhatian besar pada hukum-hukum keluarga, termasuk soal nafkah. Dalam salah satu penjelasannya, beliau menulis:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

وَيَلْزَمُ الزَّوْجَ نَفَقَةُ الزَّوْجَةِ الْمُمَكِّنَةِ مِنْ نَفْسِهَا بِالْمَعْرُوفِ
“Seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya yang bersedia menyerahkan dirinya dengan cara yang ma’ruf (baik dan sesuai syariat).”

Dari penjelasan ini, tampak jelas bahwa nafkah adalah kewajiban hukum, bukan pilihan. Bahkan, penolakan atau kelalaian dalam menunaikan nafkah dapat berimplikasi pada gugatan atau perceraian. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Islam menjaga keseimbangan dalam rumah tangga melalui institusi nafkah.

Jenis Nafkah Keluarga

Dalam Fathul Wahhab, nafkah keluarga terbagi dalam beberapa bentuk yang saling melengkapi.

  1. Nafkah Pangan

Pangan menjadi kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi suami. Suami wajib menyediakan makanan pokok sesuai adat setempat dan kondisi ekonomi. Tidak boleh terlalu mewah, namun tidak boleh pula merendahkan martabat istri.

Rasulullah SAW bersabda:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bagi mereka (para istri) atas kalian (para suami) adalah rezeki dan pakaian dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Muslim)

  1. Nafkah Sandang

Sandang atau pakaian menjadi kewajiban suami. Pakaian harus menjaga kehormatan dan menutup aurat istri. Jenisnya menyesuaikan cuaca, kondisi sosial, dan tradisi masyarakat.

  1. Nafkah Tempat Tinggal

Tempat tinggal menjadi kebutuhan vital. Fathul Wahhab menekankan bahwa suami wajib memberikan tempat tinggal yang layak, aman, dan sesuai kemampuan. Rumah ini menjadi simbol perlindungan sekaligus ruang tumbuh bagi keluarga.

  1. Nafkah Kesehatan dan Perawatan

Meskipun tidak disebut eksplisit dalam semua literatur klasik, ulama kontemporer menafsirkan bahwa kebutuhan kesehatan termasuk dalam cakupan nafkah. Suami berkewajiban menanggung biaya pengobatan istri dan anak-anaknya.

Syarat Nafkah Menurut Fathul Wahhab

Kitab Fathul Wahhab menggariskan syarat tertentu agar nafkah wajib diberikan:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

  1. Istri bersedia tinggal bersama suami
    Jika istri menolak tanpa alasan syar’i, maka hak nafkah dapat gugur.
  2. Adanya akad nikah sah
    Nafkah hanya wajib setelah akad nikah yang sah sesuai syariat.
  3. Ketaatan istri pada suami
    Selama dalam batas yang ma’ruf, ketaatan istri menjadi salah satu syarat berlakunya nafkah.

Syarat-syarat ini menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, sehingga rumah tangga terjalin dalam keadilan.

Hikmah Nafkah Keluarga

Kewajiban nafkah dalam Islam tidak hanya soal materi, melainkan juga sarat dengan hikmah spiritual dan sosial.

  1. Menguatkan Ikatan Cinta

Nafkah menjadi wujud nyata cinta suami kepada istri. Melalui nafkah, suami menunjukkan kepedulian dan rasa tanggung jawab.

  1. Menjaga Kehormatan

Dengan terpenuhinya nafkah, istri tidak perlu mencari penghidupan di luar rumah dalam kondisi yang merendahkan martabatnya. Islam ingin menjaga kehormatan perempuan melalui kewajiban ini.

  1. Menciptakan Stabilitas Sosial

Rumah tangga yang seimbang akan melahirkan masyarakat yang harmonis. Nafkah menjaga keseimbangan ini dengan memastikan setiap anggota keluarga terpenuhi kebutuhannya.

  1. Pahala Jariyah

Rasulullah SAW bersabda:

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar untuk memerdekakan budak, satu dinar untuk fakir miskin, dan satu dinar untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim)

Konsekuensi Hukum Kelalaian Nafkah

Islam tidak membiarkan suami lalai dalam menunaikan nafkah. Jika seorang suami mengabaikan kewajibannya, istri memiliki hak menuntutnya di hadapan hakim. Bahkan, menurut Fathul Wahhab, dalam kondisi tertentu istri boleh meminta cerai karena kelalaian suami menafkahi. Hal ini menegaskan bahwa nafkah bukan sekadar etika moral, melainkan kewajiban hukum yang memiliki sanksi.

Nafkah dalam Konteks Modern

Kebutuhan keluarga di era modern semakin kompleks. Selain pangan, sandang, dan papan, muncul kebutuhan pendidikan, teknologi, serta akses informasi. Para ulama kontemporer menafsirkan bahwa semua kebutuhan ini masuk dalam kategori nafkah jika mendukung kesejahteraan keluarga.

Dengan demikian, suami dituntut lebih adaptif dan bijak. Ia tidak hanya menjadi pencari nafkah, tetapi juga pengelola sumber daya keluarga agar tercipta keseimbangan antara kebutuhan lahir dan batin.

Penutup

Nafkah keluarga dalam Fathul Wahhab bukan sekadar kewajiban, tetapi jalan cinta dan ibadah. Suami yang menunaikan nafkah dengan ikhlas akan merasakan berkah dalam keluarganya. Istri yang menerima dengan ridha akan memancarkan ketenangan. Anak-anak yang tumbuh dalam kecukupan akan belajar tentang kasih sayang dan tanggung jawab.

Pada akhirnya, nafkah adalah bahasa cinta yang tak selalu terucap, tetapi nyata dalam setiap sesuap makanan, setiap helai pakaian, dan setiap atap rumah yang menaungi keluarga. Di situlah letak hikmah nafkah: ia mengikat hati, menguatkan iman, dan menebar keberkahan.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqra’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement