Khazanah
Beranda » Berita » Mahar dalam Fathul Wahhab: Jenis, Syarat, dan Hikmah

Mahar dalam Fathul Wahhab: Jenis, Syarat, dan Hikmah

Ilustrasi mahar dalam Fathul Wahhab dengan pasangan Muslim dan kitab kuning
Pasangan Muslim duduk bersama dalam prosesi akad nikah dengan kitab klasik sebagai simbol ilmu dan mahar sebagai simbol tanggung jawab.

Pernikahan dalam Islam tidak hanya sekadar ikatan lahiriah, tetapi juga memiliki makna spiritual yang dalam. Salah satu unsur penting dalam akad nikah adalah mahar atau maskawin. Mahar menjadi simbol tanggung jawab seorang suami kepada istrinya sekaligus tanda keseriusan dalam membangun rumah tangga.

Kitab klasik Fathul Wahhab karya Imam Zakariya al-Anshari menjelaskan dengan rinci tentang mahar: jenisnya, syarat sahnya, hingga hikmah yang terkandung di dalamnya. Pemahaman ini penting, karena mahar bukan hanya masalah materi, melainkan juga cermin nilai dan penghargaan terhadap wanita.

Allah Swt. berfirman:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Namun jika mereka dengan ikhlas menyerahkan sebagian dari mahar itu kepadamu, maka makanlah (ambilah) pemberian itu dengan penuh nikmat lagi baik akibatnya.” (QS. An-Nisa: 4)

Ayat ini menegaskan bahwa mahar adalah hak istri yang wajib dipenuhi oleh suami sebagai wujud penghormatan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Definisi Mahar dalam Fathul Wahhab

Dalam Fathul Wahhab, mahar disebut dengan istilah ṣadāq. Imam Zakariya al-Anshari mendefinisikannya sebagai sesuatu yang diberikan oleh suami kepada istrinya sebagai imbalan dari akad nikah yang sah.

Beliau menulis:

وَهُوَ مَا يُسَمَّى فِي النِّكَاحِ عِوَضًا عَنِ الْبُضْعِ
“Mahar adalah sesuatu yang disebutkan dalam pernikahan sebagai imbalan atas (hak) bersenang-senang (hubungan suami istri).”

Definisi ini menunjukkan bahwa mahar memiliki kedudukan hukum yang jelas, bukan sekadar hadiah, tetapi bagian dari akad yang mengikat.

Jenis Mahar dalam Fathul Wahhab

Menurut Fathul Wahhab, mahar terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan penetapan dan kejelasan akadnya:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

  1. Mahar Musamma

Mahar musamma adalah mahar yang disebutkan secara jelas dalam akad nikah, baik jumlah maupun bentuknya. Misalnya emas, perak, uang, atau barang tertentu.

  1. Mahar Mitsil

Mahar mitsil adalah mahar yang ditentukan berdasarkan kebiasaan atau standar mahar wanita sejenis di keluarganya. Jika seorang wanita menikah tanpa menyebut mahar, maka ia berhak atas mahar mitsil sesuai kedudukannya.

  1. Mahar Mu’ajjal dan Ghairu Mu’ajjal

Mahar mu’ajjal adalah mahar yang dibayarkan langsung pada saat akad atau setelahnya. Sedangkan mahar ghairu mu’ajjal adalah mahar yang ditangguhkan pembayarannya hingga waktu tertentu.

Pembagian ini memberikan fleksibilitas, sehingga pernikahan tetap bisa berjalan dengan kesepakatan yang adil dan tidak memberatkan kedua belah pihak.

Syarat Mahar Menurut Fathul Wahhab

Agar mahar sah, Fathul Wahhab menetapkan beberapa syarat penting:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

  1. Suci dan halal – Mahar tidak boleh berupa barang haram, misalnya khamr atau babi.
  2. Bermanfaat – Mahar harus memiliki nilai guna, baik berupa barang, uang, atau jasa yang halal.
  3. Jelas bentuk dan jumlahnya – Jika disebutkan dalam akad, maka mahar harus spesifik agar tidak menimbulkan sengketa.
  4. Dimiliki oleh pemberi – Suami harus memiliki kuasa atas mahar yang diberikan. Tidak sah jika mahar berupa barang milik orang lain tanpa izin.

Dengan syarat-syarat ini, mahar tidak sekadar formalitas, melainkan hak istri yang terjamin secara hukum.

Dalil Hadits tentang Mahar

Rasulullah ﷺ bersabda:

الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ
“Carilah (mahar), sekalipun hanya cincin dari besi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam tidak membebani mahar dengan nilai yang memberatkan. Prinsipnya adalah kerelaan dan kesepakatan, bukan kemewahan yang berlebihan.

Hikmah Mahar dalam Islam

Mahar memiliki hikmah yang sangat dalam, baik dari sisi sosial, spiritual, maupun psikologis:

Simbol Tanggung Jawab

Mahar adalah tanda keseriusan dan komitmen seorang suami dalam membangun rumah tangga. Dengan mahar, ia menunjukkan bahwa ia siap menafkahi istrinya.

Bentuk Penghormatan terhadap Wanita

Dengan adanya mahar, Islam menegaskan bahwa wanita memiliki kedudukan mulia. Mereka tidak boleh dianggap rendah atau dijadikan objek transaksi tanpa penghargaan.

Penjaga Kesucian Pernikahan

Mahar menjadi syarat yang menjaga agar pernikahan berlangsung dengan tertib. Tidak ada hubungan suami istri yang sah tanpa akad yang disertai mahar.

Pendorong Kerelaan Hati

Ketika mahar diberikan dengan ikhlas, ia menjadi pintu keberkahan. Mahar bukan sekadar materi, melainkan doa agar pernikahan diliputi rahmat Allah.

Mahar dalam Perspektif Fathul Wahhab dan Fathul Mu’in

Meskipun keduanya sama-sama bermazhab Syafi’i, Fathul Wahhab dan Fathul Mu’in memiliki perbedaan penekanan dalam membahas mahar.

  • Fathul Wahhab menjelaskan mahar dengan detail hukum, syarat, dan jenis-jenisnya secara sistematis. Kitab ini cocok untuk mereka yang ingin mendalami fikih dengan struktur yang jelas.
  • Fathul Mu’in lebih menekankan aspek praktis. Penjelasannya sederhana dan langsung pada inti, sehingga mudah dipahami oleh pelajar tingkat dasar.

Keduanya saling melengkapi. Fathul Mu’in membantu pemula memahami dasar-dasarnya, sedangkan Fathul Wahhab memperdalam detail hukum dan hikmahnya.

Relevansi Mahar dalam Konteks Modern

Di era modern, mahar sering kali menjadi perdebatan. Ada yang memandangnya sekadar formalitas, ada pula yang menjadikannya ajang gengsi. Padahal, Islam menekankan kesederhanaan dan kerelaan dalam pemberian mahar.

Pesan dari Fathul Wahhab tetap relevan: mahar bukan soal besarnya jumlah, melainkan tanda tanggung jawab. Suami tidak boleh meremehkan kewajiban ini, dan istri pun tidak seharusnya menjadikannya beban yang menghalangi pernikahan.

Dengan pemahaman yang benar, mahar bisa menjadi perekat cinta, bukan pemicu perpecahan.

Penutup

Mahar dalam Fathul Wahhab bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga cahaya cinta dan kehormatan. Ia menyatukan hati dengan ikatan suci, mengajarkan tanggung jawab, dan meneguhkan penghargaan terhadap wanita.

Bila mahar diberikan dengan ikhlas dan diterima dengan ridha, maka pernikahan akan dipenuhi keberkahan. Seperti sinar fajar yang menyingkap kegelapan malam, demikian pula mahar menerangi perjalanan rumah tangga menuju sakinah, mawaddah, dan rahmah.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqra’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement