Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga kesehatan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dua nikmat yang sering dilalaikan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa kesehatan adalah anugerah besar yang patut disyukuri dan dijaga. Oleh karena itu, mencari pengobatan ketika sakit adalah bagian dari upaya menjaga nikmat Allah SWT tersebut. Islam tidak pernah melarang umatnya untuk berobat atau mencari kesembuhan.
Hukum Asal Berinteraksi dengan Lawan Jenis
Secara umum, Islam sangat menekankan pentingnya menjaga pandangan dan batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW banyak membahas tentang perintah menjaga aurat, menundukkan pandangan (ghadul bashar), dan menghindari khalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram). Tujuannya adalah untuk menjaga kehormatan diri, kesucian hati, dan mencegah fitnah.
Prinsip-prinsip Berobat pada Lawan Jenis
Meskipun ada batasan ketat dalam interaksi lawan jenis, Islam adalah agama yang fleksibel dan realistis. Ketika menyangkut masalah kesehatan dan nyawa, syariat memberikan keringanan. Namun, keringanan ini tetap diiringi dengan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh:
-
Prioritas Sejenis:
Prinsip dasar dalam pengobatan adalah mendahulukan tenaga medis dari jenis kelamin yang sama. Jika ada dokter perempuan yang kompeten untuk merawat pasien perempuan, atau dokter laki-laki untuk pasien laki-laki, maka itulah yang wajib dipilih. Ini adalah bentuk menjaga batasan dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Jika kondisi memungkinkan, pasien perempuan sebaiknya berobat kepada dokter perempuan. Demikian pula pasien laki-laki, alangkah baiknya berobat kepada dokter laki-laki. -
Keadaan Darurat dan Kebutuhan Mendesak:
Apabila tidak ada tenaga medis sejenis yang tersedia atau tenaga medis sejenis tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menangani kasus tertentu, maka dibolehkan berobat pada lawan jenis. Keadaan darurat di sini berarti kondisi di mana penundaan pengobatan dapat membahayakan nyawa atau memperparah penyakit. Misalnya, jika seorang perempuan membutuhkan operasi darurat dan satu-satunya ahli bedah yang tersedia adalah laki-laki, maka diperbolehkan baginya untuk ditangani oleh dokter laki-laki tersebut. -
Hanya Sebatas Keperluan Pengobatan:
Saat berobat pada lawan jenis, interaksi harus dibatasi hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan diagnosis dan pengobatan. Pembukaan aurat harus seminimal mungkin, hanya pada bagian yang benar-benar diperlukan untuk pemeriksaan. Dokter wajib menjaga pandangan dan sentuhan sebatas kebutuhan medis. Pasien juga harus kooperatif namun tetap menjaga diri. -
Adanya Mahram atau Pendamping:
Apabila memungkinkan, pasien perempuan yang berobat kepada dokter laki-laki sebaiknya didampingi oleh mahramnya (suami, ayah, saudara laki-laki, anak laki-laki) atau perempuan lain yang dapat dipercaya. Kehadiran mahram berfungsi sebagai penjaga dan menghindari terjadinya khalwat, serta memberikan rasa aman bagi pasien. Pendampingan ini menjadi penting untuk menjaga etika dan syariat. -
Menjaga Pandangan dan Pembicaraan:
Baik dokter maupun pasien harus menjaga pandangan dari hal-hal yang tidak diperlukan. Pembicaraan hanya fokus pada masalah kesehatan. Hindari percakapan yang tidak relevan, gurauan, atau candaan yang dapat menimbulkan fitnah. Etika komunikasi yang baik sangat ditekankan.
Dalil dan Pandangan Ulama
Para ulama fikih dari berbagai mazhab telah membahas masalah ini secara mendalam. Mayoritas sepakat bahwa prinsip utama adalah meminimalisir interaksi lawan jenis. Namun, mereka juga memberikan kelonggaran dalam kondisi darurat dan kebutuhan mendesak.
Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi’i, dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, menyatakan bahwa melihat aurat wanita untuk tujuan pengobatan adalah boleh apabila tidak ada dokter wanita. Namun, hal itu harus dibatasi pada kebutuhan pengobatan saja.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lembaga-lembaga fatwa Islam di berbagai negara juga telah mengeluarkan fatwa-fatwa terkait masalah ini. Mereka umumnya menegaskan pentingnya prioritas tenaga medis sejenis, namun memberikan pengecualian dalam kondisi darurat dan ketiadaan alternatif. Fatwa-fatwa ini bertujuan memberikan panduan yang jelas bagi umat Muslim agar dapat memenuhi kebutuhan medis tanpa melanggar prinsip-prinsip syariat. Pentingnya menaati pedoman ini tidak bisa diabaikan.
Kewajiban Dokter dan Pasien
Bagi Dokter:
-
Profesionalisme Tinggi: Dokter wajib menjaga profesionalisme dan etika medis Islam, termasuk menjaga pandangan dan sentuhan.
-
Kerja Keras Mengembangkan Diri: Dokter Muslimah dan dokter Muslim harus berusaha meningkatkan kompetensi agar dapat melayani pasien sejenis secara optimal.
-
Edukasi Pasien: Memberikan edukasi kepada pasien tentang batasan-batasan dalam pengobatan.
Bagi Pasien:
-
Mencari Dokter Sejenis: Berusaha semaksimal mungkin mencari tenaga medis dari jenis kelamin yang sama.
-
Kooperatif: Bersikap kooperatif selama pemeriksaan, namun tetap menjaga kehormatan diri.
-
Menjelaskan Kebutuhan: Jujur dalam menjelaskan keluhan tanpa harus melebih-lebihkan.
Studi Kasus: Tindakan Medis yang Memerlukan Sentuhan Langsung
Beberapa tindakan medis, seperti pemeriksaan kandungan, operasi bedah, atau pemasangan alat tertentu, seringkali memerlukan sentuhan langsung dan pembukaan aurat yang lebih luas. Dalam kasus-kasus seperti ini, kebolehan berobat pada lawan jenis menjadi lebih ketat. Jika tidak ada dokter sejenis yang ahli, maka diperbolehkan dengan tetap menjaga prinsip-prinsip yang telah disebutkan di atas, seperti adanya mahram atau pendamping, serta hanya sebatas kebutuhan medis. Tim medis juga harus memastikan privasi pasien terjaga dengan baik.
Berobat pada lawan jenis dalam Islam adalah masalah yang memerlukan pemahaman mendalam tentang prioritas syariat dan kondisi darurat. Prinsip dasarnya adalah mendahulukan tenaga medis sejenis untuk menjaga batasan aurat dan mencegah fitnah. Namun, dalam kondisi ketiadaan tenaga medis sejenis yang kompeten atau dalam keadaan darurat yang membahayakan nyawa, syariat memberikan keringanan untuk berobat pada lawan jenis dengan tetap mematuhi batasan-batasan ketat seperti hanya sebatas kebutuhan medis, seminimal mungkin membuka aurat, dan jika memungkinkan, didampingi oleh mahram. Islam adalah agama yang memudahkan, namun kemudahan itu selalu dibarengi dengan tanggung jawab untuk menjaga kehormatan dan kemaslahatan umat. Umat Muslim harus selalu berusaha mencari cara yang paling sesuai dengan syariat dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berobat. Pentingnya menjaga diri dan kehormatan selalu menjadi prioritas utama.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
