Dalam Islam, pandangan terhadap alam semesta melampaui sekadar sumber daya yang dapat dieksploitasi tanpa batas. Al-Qur’an dan Sunnah, dua pilar utama ajaran Islam, menawarkan kerangka etis dan moral yang kuat untuk pengelolaan lingkungan. Konsep “ayat-ayat ekosistem” menyoroti bagaimana setiap aspek alam adalah tanda kekuasaan dan keesaan Allah, mengajak umat manusia untuk merenungkan serta memeliharanya. Artikel ini akan mengeksplorasi bagaimana pemahaman mendalam tentang ayat-ayat ini menjadi landasan krusial bagi dakwah politik lingkungan yang efektif dan berkelanjutan.
Al-Qur’an berulang kali menyerukan agar manusia memperhatikan alam ciptaan Allah. Dari pergantian siang dan malam, hujan yang menghidupkan bumi, hingga keanekaragaman hayati yang menakjubkan, semua adalah “ayat” (tanda) yang membuktikan eksistensi, kebijaksanaan, dan kebesaran Sang Pencipta. Ayat-ayat seperti, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali ‘Imran: 190), menegaskan pentingnya observasi dan refleksi terhadap fenomena alam.
Pandangan ini membentuk dasar teologis bahwa alam bukanlah entitas terpisah dari dimensi spiritual. Sebaliknya, alam adalah bagian integral dari pengalaman keimanan. Kerusakan lingkungan, oleh karena itu, tidak hanya diartikan sebagai masalah teknis atau ekonomis semata, tetapi juga sebagai pelanggaran terhadap amanah ilahi dan kurangnya rasa syukur. Pemahaman ini sangat penting untuk menanamkan etika lingkungan yang mendalam dalam diri individu dan masyarakat Muslim.
Alam sebagai Manifestasi Kebesaran Ilahi
Konsep manusia sebagai khalifah fil ardh (wakil Allah di bumi) adalah inti dari etika lingkungan Islam. Sebagai khalifah, manusia memiliki tanggung jawab untuk mengelola bumi dengan bijak dan adil, bukan sebagai pemilik mutlak yang berhak mengeksploitasi sesuka hati. Amanah ini mencakup pemeliharaan keseimbangan ekologis, perlindungan keanekaragaman hayati, dan penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.
Al-Qur’an mengingatkan, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56). Ayat ini secara eksplisit melarang segala bentuk kerusakan di bumi, menegaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan adalah bagian dari perintah agama. Tanggung jawab ini juga diperkuat oleh hadis Nabi Muhammad SAW yang mendorong penanaman pohon dan melarang pemborosan.
Dakwah Politik Lingkungan: Integrasi Nilai-nilai Islam
Dakwah politik lingkungan bukanlah sekadar kampanye hijau, melainkan upaya sistematis untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam tentang lingkungan ke dalam kebijakan publik, tata kelola sumber daya, dan kesadaran kolektif. Ini melibatkan seruan kepada para pemimpin, pengambil kebijakan, dan masyarakat luas untuk mengadopsi pendekatan yang lebih beretika terhadap lingkungan, berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.
Contoh konkret dari dakwah politik lingkungan adalah advokasi untuk energi terbarukan, pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, pelestarian hutan, dan keadilan iklim. Para dai dan cendekiawan Muslim memiliki peran vital dalam menerjemahkan prinsip-prinsip Islam ini ke dalam narasi yang relevan dengan tantangan lingkungan kontemporer. Mereka harus mampu menunjukkan bahwa solusi terhadap krisis iklim dan degradasi lingkungan sebenarnya sudah tersemat dalam ajaran agama.
Meskipun fondasi teologis yang kuat, dakwah politik lingkungan di dunia Muslim masih menghadapi berbagai tantangan. Globalisasi, konsumsi berlebihan, dan tekanan ekonomi sering kali mengesampingkan pertimbangan lingkungan. Diperlukan upaya lebih besar untuk mengedukasi umat tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian integral dari ibadah dan keimanan.
Namun, ada juga peluang besar. Dengan jumlah populasi Muslim yang signifikan di seluruh dunia, gerakan lingkungan yang berbasis Islam memiliki potensi untuk memobilisasi jutaan orang. Organisasi-organisasi Islam, pesantren, dan masjid dapat menjadi pusat-pusat pendidikan dan aktivisme lingkungan. Dengan demikian, dakwah politik lingkungan tidak hanya akan melindungi planet ini tetapi juga memperkuat spiritualitas dan identitas umat. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang relevan dan responsif terhadap isu-isu krusial di era modern.
Kesimpulan
Ayat-ayat ekosistem dalam Islam menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami dan bertindak atas krisis lingkungan. Konsep alam sebagai tanda ilahi, manusia sebagai khalifah, dan larangan merusak bumi adalah prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh. Dakwah politik lingkungan yang berakar pada ajaran-ajaran ini bukan hanya tugas keagamaan, tetapi juga keniscayaan untuk memastikan keberlanjutan hidup di planet ini. Melalui pemahaman yang lebih dalam dan tindakan nyata, umat Islam dapat memimpin jalan menuju masa depan yang lebih hijau dan berkeadilan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
