Krisis lingkungan yang semakin memburuk menjadi perhatian global yang mendesak. Dari perubahan iklim ekstrem hingga kerusakan ekosistem, bumi kita menghadapi tantangan serius. Dalam konteks ini, peran dakwah, khususnya dakwah ekologis, menjadi krusial. Namun, pertanyaan besar muncul: sudahkah para juru dakwah cukup peka terhadap isu-isu lingkungan? Mengapa dakwah ekologis masih minim gaungnya di mimbar-mimbar ceramah dan kajian keagamaan? Artikel ini akan mengupas tuntas tantangan ini, sekaligus menyoroti potensi besar ajaran Islam dalam membentuk kesadaran lingkungan.
Krisis Lingkungan: Sebuah Panggilan Mendesak
Dunia menyaksikan dampak nyata dari kerusakan lingkungan. Suhu bumi terus meningkat, mencairnya es kutub mengancam kenaikan permukaan air laut, dan bencana alam seperti banjir serta kekeringan menjadi semakin sering. Kehilangan keanekaragaman hayati mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, sementara polusi plastik mencemari lautan dan daratan. Semua ini adalah bukti bahwa aktivitas manusia telah memberikan tekanan luar biasa pada planet ini.
Di tengah kondisi genting ini, gerakan-gerakan lingkungan terus menyerukan tindakan nyata. Organisasi-organisasi, ilmuwan, dan aktivis bekerja tanpa lelah untuk mencari solusi dan meningkatkan kesadaran publik. Namun, adakah korelasi antara krisis ini dengan aspek spiritual dan keagamaan? Sangat jelas, agama memiliki peran fundamental dalam membentuk etika dan perilaku manusia, termasuk dalam hubungannya dengan alam.
Meski krisis lingkungan terus mendera, topik ini masih jarang dibahas secara mendalam dalam ceramah atau khotbah keagamaan. Para juru dakwah, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menyuarakan kebenaran dan kebaikan, terkesan kurang responsif terhadap isu ini. Mereka lebih sering membahas isu-isu ritual, moralitas individual, atau bahkan politik praktis, sementara isu lingkungan yang menyangkut kelangsungan hidup generasi mendatang kurang mendapat porsi.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius. Apakah para juru dakwah kurang memahami urgensi isu lingkungan? Atau, apakah mereka merasa isu ini bukan bagian dari domain dakwah? Padahal, ajaran Islam, dengan segala kekayaan nilai-nilainya, menawarkan panduan komprehensif tentang bagaimana manusia seharusnya berinteraksi dengan alam. Konsep khalifah (pemimpin di bumi), amanah (kepercayaan), mizan (keseimbangan), dan ihsan (berbuat baik) adalah pilar-pilar penting dalam etika lingkungan Islam.
Islam dan Etika Lingkungan: Sebuah Potensi yang Belum Tergali
Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan alam. Al-Quran dan Sunnah penuh dengan ayat dan hadis yang menyerukan konservasi, larangan perusakan, dan pentingnya menjaga keseimbangan alam.
Misalnya, konsep “khalifah” menempatkan manusia sebagai penjaga dan pengelola bumi, bukan sebagai pemilik tunggal yang berhak mengeksploitasi sesuka hati. Tanggung jawab ini sangat besar dan memerlukan kesadaran tinggi. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'” Ayat ini menegaskan peran sentral manusia sebagai pemelihara bumi.
Selain itu, konsep “mizan” atau keseimbangan alam sangat ditekankan. Allah menciptakan alam semesta dengan keseimbangan sempurna. Perbuatan manusia yang merusak keseimbangan ini adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama. “Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan. Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu.” (QS. Ar-Rahman: 7-8). Ayat ini secara gamblang melarang perusakan keseimbangan alam.
Ada juga larangan berlebihan dalam penggunaan sumber daya alam, bahkan dalam berwudu. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu berlebihan dalam menggunakan air, meskipun kamu berada di sungai yang mengalir.” Hadis ini menunjukkan prinsip efisiensi dan tidak boros dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan air.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Mengapa pesan-pesan luhur ini belum sampai secara efektif kepada umat melalui mimbar dakwah? Beberapa faktor mungkin berperan. Pertama, kurangnya pemahaman mendalam para juru dakwah tentang isu lingkungan dan bagaimana mengintegrasikannya dengan narasi keagamaan. Kedua, kurikulum pendidikan keagamaan yang mungkin belum menekankan aspek dakwah ekologis. Ketiga, asumsi bahwa isu lingkungan adalah domain ilmuwan atau aktivis semata, bukan ranah agama.
Namun, harapan masih ada. Para juru dakwah memiliki peran strategis untuk mengubah paradigma ini. Mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif dalam membangun kesadaran lingkungan di kalangan umat. Caranya?
Pertama, pendidikan dan pelatihan khusus bagi juru dakwah mengenai isu lingkungan dan fiqih lingkungan. Ini akan membekali mereka dengan pengetahuan dan argumentasi yang kuat. Kedua, pengembangan materi dakwah yang relevan dan menarik tentang dakwah ekologis, yang dapat digunakan di masjid, majelis taklim, dan platform digital. Ketiga, kolaborasi antara juru dakwah dengan para ahli lingkungan dan aktivis. Ini akan menciptakan sinergi positif dalam menyuarakan pentingnya menjaga lingkungan.
Bayangkan jika setiap masjid dan majelis taklim secara rutin membahas isu-isu lingkungan dari perspektif Islam. Bayangkan jika setiap khotbah Jumat menyertakan pesan tentang pentingnya konservasi air, pengelolaan sampah, atau pengurangan jejak karbon. Dampaknya akan sangat besar dan meluas, mampu menggerakkan jutaan umat untuk bertindak nyata.
Membangun Jembatan antara Iman dan Aksi Lingkungan
Dakwah ekologis bukan hanya tentang menyelamatkan lingkungan, tetapi juga tentang menyempurnakan iman. Menjaga bumi adalah bagian integral dari ketaatan kepada Allah. Ketika seorang muslim menjaga kebersihan lingkungannya, menanam pohon, atau menghemat energi, ia tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan bumi tetapi juga menjalankan perintah agama.
Sudah saatnya para juru dakwah menyadari bahwa isu lingkungan adalah isu moral, spiritual, dan etika yang sangat relevan dengan ajaran Islam. Mereka memiliki potensi besar untuk menjadi mercusuar yang menerangi jalan menuju kesadaran dan aksi lingkungan yang lebih baik. Ujian kepekaan ini harus dijawab dengan tindakan nyata, sehingga ajaran Islam dapat menjadi solusi konkret di tengah krisis lingkungan global.
Mari kita dorong bersama agar dakwah ekologis menjadi prioritas, menginspirasi umat untuk menjadi penjaga bumi yang bertanggung jawab. Dengan begitu, kita tidak hanya melestarikan alam untuk generasi mendatang, tetapi juga memenuhi amanah suci sebagai khalifah di muka bumi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
