Sosok
Beranda » Berita » Salamah bin al-Akwa’: Prajurit Infanteri Terbaik yang Dicintai Nabi

Salamah bin al-Akwa’: Prajurit Infanteri Terbaik yang Dicintai Nabi

Salamah bin al-Akwa’
Ilustrasi Salamah bin al-Akwa’

SURAU.CO – Salamah bin al-Akwa’ bukanlah seorang sahabat yang masyhur Banyak orang yang tak mengenalnya. Padahal, ia adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, penting, dan nabi mencintainya. Allah meridhainya karena ia ikut berbaiat di bawah pohon dalam peristiwa Hudaibiyah, sebagaimana Allah tegaskan dalam Al-Qur’an:

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon…” (QS. Al-Fath: 18).

Kisah hidup Salamah bin al-Akwa’ menyimpan banyak hikmah. Ia mengenal Islam dengan cara yang unik, karena seekor hewan buas berbicara dengannya dan mengenalkannya dengan Nabi Muhammad. Dia juga seorang pahlawan pemberani yang memiliki lari yang sangat cepat.

Para ulama ahli hadits menyebut dengan nama Salamah bin al-Akwa’. Perlu diketahui, al-Akwa’ bukan nama ayahnya, melainkan kakeknya. Nama lengkapnya adalah Salamah bin Amr bin al-Akwa’, sedangkan Akwa’ sendiri bernama Sinan bin Abdullah bin Qusyair bin Khuzaimah. Ia tinggal di Rabdzah, sebuah wilayah yang cukup jauh dari pusat kota Madinah.

Sebab Keislamannya yang Unik

Selanjutnya kisah keislaman Salamah bin al-Akwa’ sangat unik dan mengagumkan. Abu Sa’id al-Khudri ra. meriwayatkan bahwa suatu hari seekor serigala menyerang kambing seorang penggembala. Setelah penggembala itu berhasil merebut kembali kambingnya, ia terkejut ketika mendengar serigala tersebut berbicara layaknya manusia.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Serigala itu berkata, “Tidakkah kamu bertakwa kepada Allah? Engkau merampas rezeki yang Allah tetapkan untukku.” Sang penggembala semakin terheran-heran ketika serigala itu melanjutkan ucapannya: “Maukah aku menceritakan sesuatu yang lebih menakjubkan? Muhammad berada di Yatsrib. Ia menyampaikan berita kepada manusia tentang umat terdahulu.”

Mendengar hal itu, penggembala tersebut segera berangkat ke Madinah untuk memastikan kebenaran kabar itu. Sesampainya di sana, ia bertemu Rasulullah  dan menyampaikan kisah aneh tersebut. Rasulullah membenarkan ceritanya dan bersabda:

Benar, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kiamat tidak akan terjadi sampai binatang buas berbicara dengan manusia…” (HR. Ahmad).

Menurut Ibnu Saad, kisah itu berkaitan dengan perjalanan hidup Salamah bin al-Akwa’. Meskipun sebagian ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.

Keberanian di Medan Perang

Di antara karakter Salamah bin al-Akwa’ yang paling menonjol adalah pemberani. Ia menunjukkan ketangguhan luar biasa dalam berbagai pertempuran. Hal ini terlihat jelas saat Perang Dzi Qard .

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Kala itu, Abdurrahman bin Uyainah memimpin sekelompok orang dari kabilah Fazarah untuk merampas unta-unta Rasulullah dan membunuh penggembalanya. Saat kejadian berlangsung, Salamah sedang berjalan sendirian hanya dengan busur dan anak panah.

Tanpa ragu, ia langsung berteriak keras ke arah Madinah, “Ya shabahah! Ya shabahah!” sebagai tanda bahaya. Setelah itu, ia mengejar musuh dan menghujani mereka dengan anak panah. Serangannya begitu efektif sehingga membuat musuh mengira mereka sedang menghadapi pasukan besar. Setiap kali mereka menoleh, Salamah bersembunyi di balik pepohonan lalu kembali menyerang. Dengan strategi itu, ia berhasil melukai musuh kuda-kuda dan menggagalkan usaha mereka.

Dari sini, tampak jelas bahwa Salamah bukan sekadar prajurit biasa. Ia seirang prajurit infanteri yang gesit, cekatan, dan berani menghadapi pasukan berkuda dalam jumlah besar.

Kecintaannya kepada Rasulullah

Lebih jauh lagi, kecintaan Salamah bin al-Akwa’ kepada Rasulullah sangat mendalam. Suatu hari ia melaksanakan shalat dhuha di Masjid Nabawi. Ketika seseorang meminta shalat di tempat lain, Salamah menjawab, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di tempat ini.” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya 1430, 1/459. Al-Albani mengomentari bahwa hadits ini shahih).

Ucapannya sederhana, namun mencerminkan sikap para sahabat yang begitu teliti memperhatikan gerak-gerik Nabi. Mereka meneladani Rasulullah bukan hanya dalam ibadah besar, namun juga dalam kebiasaan kecil sehari-hari.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kisah Bersama Rasulullah

Selain itu, Salamah juga memiliki banyak pengalaman langsung bersama Rasulullah. Yazid bin Abu Ubaid berkata, “Aku melihat bekas lebam pada Salamah. Kemudian kutanyakan padanya, ‘Hai Abu Muslim, bekas lebam karena apa ini?” Ia menjawab, “Ini adalah bekas lebam sewaktu di Perang Khaibar.” Orang-orang mengatakan, “Salamah terluka. Kemudian ia dihadapkan pada Nabi. Beliau meludah tipis sebanyak tiga kali pada lukanya. Sejak itu aku tak lagi merasa sakit hingga sekarang ini.” (HR. Abu Dawud).

Kebersamaannya dengan Rasulullah juga terlihat jelas dalam Baiat Ridhwan. Saat itu, ia berbaiat dua kali kepada Rasulullah di bawah pohon Hudaibiyah. Rasulullah mengundang kembali baiat untuk menunjukkan keteguhan janji. Ketika seseorang bertanya tentang isi baiat tersebut, Salamah menjawab singkat, “Untuk rela mati.

Hadits yang Diriwayatkan

Selain sebagai prajurit, Salamah bin al-Akwa’ juga tercatat sebagai perawi hadits. Beberapa hadits yang diriwayatkannya antara lain:

  • Hadits tentang pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai pemegang bendera saat Perang Khaibar.
  • Hadits tentang adab makan dengan tangan kanan.

Dalam riwayat Muslim, Salamah menuturkan bahwa Rasulullah pernah menegur seseorang yang makan dengan tangan kiri. Ketika orang itu beralasan tidak mampu, Nabi bersabda, “Engkau benar-benar tidak akan mampu. Yang menghalangimu hanyalah sombong.” Sejak itu, orang-orang tersebut tidak lagi bisa mengangkat tangan ke mulut. Kisah ini menjadi pelajaran berharga tentang bagaimana sifat sombong dapat mencabut nikmat Allah.

Akhirnya, Salamah bin al-Akwa’ wafat di Kota Madinah pada tahun 74 H. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Al-Hakim meriwayatkan berita wafatnya. Usia panjang itu menjadi saksi kiprahnya sebagai prajurit, perawi hadits, dan sahabat setia Rasulullah.

Semoga Allah meridhai Salamah bin al-Akwa’, prajurit infanteri terbaik yang meninggalkan teladan berharga bagi umat Islam hingga akhir zaman.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement