Khazanah
Beranda » Berita » Keseimbangan Jiwa dan Tubuh: Relevansi Kitāb al-Nafs untuk Psikologi Modern

Keseimbangan Jiwa dan Tubuh: Relevansi Kitāb al-Nafs untuk Psikologi Modern

Surau.co. Keseimbangan jiwa dan tubuh selalu menjadi tema yang dekat dengan kehidupan manusia. Saat tubuh sehat tetapi hati gelisah, atau sebaliknya, kita merasakan ada sesuatu yang timpang. Dalam dunia modern, psikologi berusaha menjawab persoalan itu dengan terapi dan pendekatan ilmiah. Namun jauh sebelum lahirnya psikologi sebagai disiplin ilmu, Ibn Sīnā atau Avicenna, dalam Kitāb al-Nafs, telah membicarakan keterkaitan mendalam antara jiwa dan raga. Ia tidak hanya menempatkan jiwa sebagai sumber kehidupan, melainkan juga menjelaskan bagaimana keduanya saling menopang dalam mencapai kebahagiaan manusia.

Dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan pentingnya kesehatan spiritual dan fisik secara bersamaan:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (QS. An-Nisā’ [4]: 29)
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.”

Ayat ini dapat dipahami sebagai seruan menjaga keseimbangan hidup, baik secara jasmani maupun rohani. Ibn Sīnā melihat hal tersebut sebagai kunci agar manusia tetap bisa menjalani hidup dengan penuh kesadaran.

Jiwa Sebagai Penggerak Tubuh

Dalam Kitāb al-Nafs, Ibn Sīnā menjelaskan bahwa jiwa bukan sekadar bagian dari tubuh, melainkan prinsip penggerak yang membuat tubuh hidup. Ia menulis:

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

النَّفْسُ هِيَ الْكَمَالُ الْأَوَّلُ لِجِسْمٍ طَبِيعِيٍّ آليٍّ يَحْتَوِي عَلَى الْحَيَاةِ
“Jiwa adalah kesempurnaan pertama bagi tubuh alami yang memiliki kehidupan.”

Pernyataan ini menekankan bahwa jiwa adalah inti kehidupan, bukan sekadar efek dari aktivitas fisik. Tanpa jiwa, tubuh hanyalah materi yang tidak bernyawa. Konsep ini relevan dalam psikologi modern ketika membicarakan keterhubungan antara pikiran, kesadaran, dan kesehatan tubuh.

Keseimbangan sebagai Sumber Ketenangan

Sering kali, kita merasakan tubuh sehat tetapi pikiran kacau, sehingga hidup terasa berat. Ibn Sīnā menekankan pentingnya keselarasan jiwa dan tubuh untuk mencapai ketenangan. Ia menulis:

إِذَا اضْطَرَبَتِ النَّفْسُ أَثَّرَ ذَلِكَ فِي الْجَسَدِ، وَإِذَا سَلِمَتْ سَلِمَ الْجَسَدُ مَعَهَا
“Apabila jiwa terguncang, maka tubuh pun akan terpengaruh; dan apabila jiwa tenang, tubuh pun ikut merasakan keselamatan.”

Kalimat ini terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari. Stres, misalnya, sering menimbulkan sakit kepala, gangguan tidur, hingga penyakit fisik lainnya. Begitu pula sebaliknya, tubuh yang sakit sering membuat jiwa menjadi murung.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Psikologi Modern dan Gema Pemikiran Ibn Sīnā

Dalam psikologi modern, kita mengenal konsep psychosomatic disorder, yaitu gangguan tubuh yang dipengaruhi oleh kondisi mental. Ibn Sīnā sudah menyinggung hal serupa ratusan tahun lalu. Ia memandang jiwa dan tubuh tidak bisa dipisahkan, bahkan keduanya bekerja dalam harmoni.

Dalam salah satu bagiannya, Ibn Sīnā menulis:

النَّفْسُ وَالْبَدَنُ كَالرُّوحِ وَالْعُودِ، إِذَا انْكَسَرَ الْعُودُ بَطَلَ الصَّوْتُ، وَإِذَا ضَعُفَ الرُّوحُ لَمْ يُحْسِنِ الْعَزْفَ
“Jiwa dan tubuh ibarat ruh dan alat musik; jika alatnya patah, hilanglah suara; jika ruhnya lemah, tidak indah pula permainan musiknya.”

Analogi ini sangat dekat dengan konsep mind-body connection dalam psikologi kontemporer. Ia menunjukkan bahwa keseimbangan keduanya diperlukan agar manusia bisa “bermain musik kehidupan” dengan harmonis.

Fenomena Sehari-Hari: Saat Jiwa dan Raga Tak Selaras

Di zaman sekarang, banyak orang bekerja keras demi pencapaian material, tetapi lupa menjaga ketenangan batin. Tidak sedikit yang akhirnya mengalami burnout. Fenomena ini membuktikan bahwa tubuh yang dipaksa bekerja tanpa ketenangan jiwa akan melemah.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Sebaliknya, seseorang yang menjaga kesehatan jiwa melalui ibadah, doa, atau refleksi diri, biasanya lebih mampu menghadapi tantangan hidup meski fisiknya lelah. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi ﷺ:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ (HR. al-Bukhari dan Muslim)
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh; dan jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itulah hati.”

Hadis ini menekankan bahwa keseimbangan spiritual dan fisik tidak bisa dipisahkan, sebagaimana ditegaskan Ibn Sīnā dalam karya monumentalnya.

Relevansi untuk Kehidupan Modern

Konsep Ibn Sīnā tentang keseimbangan jiwa dan tubuh masih sangat relevan hingga kini. Ketika banyak orang mencari self healing, meditasi, atau terapi psikologis, sebenarnya mereka sedang berusaha mengharmonikan jiwa dan raga.

Ibn Sīnā memberikan panduan sederhana: rawatlah tubuh, karena ia adalah wadah jiwa; bersihkanlah jiwa, karena ia penentu arah tubuh. Dengan begitu, manusia bisa meraih kebahagiaan yang lebih utuh.

Sebagaimana ditulisnya dalam Kitāb al-Nafs:

النَّفْسُ إِذَا عَرَفَتْ ذَاتَهَا، عَرَفَتْ مَا فِيهِ كَمَالُهَا وَسَعَادَتُهَا
“Jiwa, apabila mengenal dirinya sendiri, maka ia mengetahui apa yang menjadi kesempurnaan dan kebahagiaannya.”

Refleksi: Menghidupkan Hikmah Ibn Sīnā

Keseimbangan jiwa dan tubuh bukan hanya konsep abstrak, tetapi realitas yang harus diperjuangkan dalam keseharian. Dari menjaga pola makan, berolahraga, hingga menenangkan hati dengan doa, semua itu bagian dari ikhtiar menuju harmoni.

Pemikiran Ibn Sīnā menjadi pengingat bahwa kebahagiaan sejati lahir dari integrasi jiwa dan raga. Psikologi modern mungkin memberi kita alat baru, tetapi akar kebijaksanaan klasik tetap memberi cahaya untuk menavigasi hidup.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement