Khazanah
Beranda » Berita » Fakultas Estimatif (Wahm): Indra Misterius dalam Teori Psikologi Ibn Sīnā

Fakultas Estimatif (Wahm): Indra Misterius dalam Teori Psikologi Ibn Sīnā

Ibn Sīnā memikirkan fakultas estimatif wahm
Ilustrasi Ibn Sīnā dalam suasana studi, melambangkan pencarian makna di balik fenomena jiwa.

Surau.co. Ketika kita mendengar kata “indra”, pikiran biasanya langsung tertuju pada lima indra klasik: penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan pengecap. Namun, dalam Kitāb al-Nafs karya Ibn Sīnā, muncul satu indra misterius yang sering terlupakan tetapi sangat penting dalam memahami perilaku manusia, yaitu al-quwwah al-wahmiyyah atau fakultas estimatif (estimative faculty). Ibn Sīnā bukan hanya seorang dokter, melainkan juga filsuf yang mampu mengurai dimensi jiwa dengan detail mengejutkan. Karena itu, pembahasan tentang fakultas estimatif mengingatkan kita bahwa manusia jauh lebih kompleks daripada sekadar mesin biologis.

Ketika Perasaan Tak Bisa Dijelaskan Logika

Pernahkah Anda merasa curiga pada seseorang meski ia tampak ramah? Atau, pernahkah Anda merasa ada bahaya di tempat sepi padahal tidak ada tanda yang terlihat? Pengalaman semacam itu dijelaskan Ibn Sīnā melalui fakultas estimatif. Menurutnya, wahm merupakan indra batin yang menangkap “makna non-sensual” dari suatu objek.

Ibn Sīnā menulis:
«القوة الوهمية تدرك المعاني الجزئية التي لا تنالها الحواس الخمس»
“Fakultas estimatif menangkap makna-makna partikular yang tidak dapat ditangkap oleh lima indra.”

Artinya, wahm bekerja di wilayah intuisi praktis—misalnya rasa takut pada singa. Rasa takut itu muncul bukan karena warna atau suaranya, melainkan karena “makna bahaya” yang melekat padanya.

Jiwa dan Misteri Indra Batin

Dalam Kitāb al-Nafs, Ibn Sīnā menekankan bahwa jiwa memiliki lapisan kekuatan yang beragam. Wahm berada di antara imajinasi dan intelek. Karena posisinya sebagai jembatan, ia membantu manusia memahami realitas yang tidak selalu dapat dijelaskan logika murni.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Beliau mengatakan:
«النفس الإنسانية تستعمل الوهم كما تستعمل الحس والعقل»
“Jiwa manusia menggunakan wahm sebagaimana ia menggunakan indra dan akal.”

Dengan kata lain, indra ini membuat manusia mampu mengambil penilaian cepat sebelum akal sempat menganalisis secara panjang. Tanpa wahm, manusia justru bisa kehilangan kemampuan bertahan hidup di situasi genting.

Sentuhan Al-Qur’an tentang Kehalusan Jiwa

Al-Qur’an pun menyinggung betapa manusia dibekali anugerah batin yang dalam. Allah berfirman:

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (٧) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (٨)
“Demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, lalu Allah mengilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaannya.” (QS. Asy-Syams: 7–8)

Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam jiwa ada ilham—semacam intuisi moral—yang sejalan dengan penjelasan Ibn Sīnā tentang fungsi wahm: menangkap makna non-material yang membimbing tindakan manusia.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Fungsi Estimatif dalam Kehidupan Sehari-Hari

Bayangkan seorang ibu yang tiba-tiba merasa gelisah ketika anaknya bermain terlalu dekat dengan jalan raya. Atau, pikirkan seorang pedagang yang bisa membaca “rasa tidak jujur” pada wajah pembeli meski kata-katanya terdengar manis. Kedua situasi ini menunjukkan bagaimana wahm bekerja secara langsung tanpa analisis panjang.

Ibn Sīnā menguraikan:
«لولا القوة الوهمية لما اهتدى الحيوان إلى ما يضره أو ينفعه بغير تجربة»
“Jika bukan karena fakultas estimatif, hewan tidak akan mengetahui apa yang membahayakan atau bermanfaat baginya tanpa pengalaman.”

Menariknya, beliau menekankan bahwa wahm juga hadir pada hewan. Karena itulah seekor rusa melarikan diri ketika mencium singa, meskipun belum pernah berjumpa sebelumnya.

Hubungan Wahm, Imajinasi, dan Akal

Fakultas estimatif tidak berdiri sendiri. Ibn Sīnā menjelaskan bahwa hasil dari wahm disimpan dalam daya khayal (al-quwwah al-mutakhayyilah), lalu diproses oleh akal. Dengan demikian, wahm berfungsi sebagai sensor halus yang memberi masukan pada mekanisme berpikir.

Beliau menulis:
«الوهم يعرض للخيال صورًا معنوية تستعين بها النفس في استدلالها»
“Wahm menghadirkan bagi imajinasi gambaran-gambaran maknawi yang dengannya jiwa terbantu dalam penalarannya.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dari sini jelas bahwa wahm bukan sekadar intuisi kosong. Ia merupakan bagian integral dari struktur kognitif yang mendukung akal dalam mengambil keputusan.

Relevansi dengan Psikologi Modern

Jika dibandingkan dengan psikologi modern, wahm mirip dengan konsep gut feeling atau intuisi bawah sadar. Para psikolog kognitif menyebutnya sebagai hasil kerja otak yang menyimpan pola pengalaman, lalu mengeluarkan penilaian cepat tanpa analisis sadar. Dengan kata lain, gagasan Ibn Sīnā ternyata mendahului teori yang kini kembali populer dalam ilmu kognitif.

Belajar Menghargai Indra Misterius

Fenomena wahm mengajarkan bahwa keputusan manusia tidak hanya bersumber dari data indrawi atau logika rasional. Lebih dari itu, ia juga berasal dari kehalusan jiwa yang Allah titipkan. Maka, menjaga kebeningan hati menjadi sangat penting agar intuisi batin tetap terarah.

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
«اتقوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنور الله»
“Takutlah pada firasat orang beriman, karena ia melihat dengan cahaya Allah.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini memperkuat pandangan bahwa wahm, ketika bersih dari noda, mampu menangkap makna dengan jernih.

Penutup: Misteri yang Menyempurnakan Manusia

Melalui pembahasan wahm, Ibn Sīnā memperlihatkan bahwa manusia adalah makhluk multidimensi. Kita bukan sekadar tubuh dengan lima indra, melainkan jiwa yang memiliki kedalaman tak terlihat. Fakultas estimatif menjadi bagian dari warisan filsafat jiwa yang menegaskan keistimewaan manusia: mampu memahami makna di balik rupa.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement