Sosok
Beranda » Berita » Mengenal Hasan al-Bashri: Ulama salaf, Murid Para Sahabat Nabi

Mengenal Hasan al-Bashri: Ulama salaf, Murid Para Sahabat Nabi

Hasan al-Bashri
Ilustrasi Biografi Hasan al-Bashri

SURAU.CO – Hasan al-Bashri adalah seorang sufi, ahli fikih, sekaligus pendidik yang dihormati di kalangan tabi’in. Petuah-petuahnya penuh kebijaksanaan dan nasihatnya selalu menyentuh hati.

Namun, Hasan al-Bashri bukanlah keturunan raja atau bangsawan. Ia lahir dari keluarga sederhana, bahkan berasal dari kalangan hamba sahaya. Ayahnya, Yasar atau Pirouz, seorang tawanan dari Maisan, berasal dari pinggiran kota Bashrah. yang kemudian menjadi budak pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Ibunya bernama Khairah, seorang budak Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW. Ummu Salamah kemudian memerdekakan Khairah hingga ia menikah dengan Pirouz. Keduanya menjalani kehidupan yang penuh ketakwaan.

Hasan al-Bashri lahir pada tahun 21 Hijriah (642 M) di Rabadzah, sebuah dataran yang terletak sekitar 170 km dari Madinah. Keluarganya membawa ke Basrah saat ia berusia 14 bulan. Dari tempat tersebut ia mendapat gelar al-Bashri, yang berarti penduduk Bashrah.

Sejak kecil, Hasan al-Bashri menerima keberkahan doa dari para sahabat Nabi. Umar bin Khattab pernah berdoa untuknya, “Ya Allah, ajarkanlah ilmu agama kepada anak kecil ini dan jadikanlah umat menyelamatkannya” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ , Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2007). Ummu Salamah pun pernah menimangnya dan menyusuinya ketika ibunya bekerja. Doa serta kasih sayang dari orang-orang saleh itu menandai awal perjalanan spiritual Hasan al-Bashri.

Fisik dan kepribadian

Hasan al-Bashri memiliki wajah yang tampan. Asy-Sya’bi pernah berpesan kepada ‘Ashim al-Ahwal untuk mencari Hasan al-Bashri di masjid Bashrah. Ia berkata, “Carilah orang yang paling tampan di masjid itu, maka itulah Hasan al-Bashri.” Ketika masuk ke masjid, ‘Ashim menemukan seorang lelaki tampan yang dikelilingi murid-muridnya, dan lelaki itu adalah Hasan al-Bashri.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Keistimewaan Hasan bukanlah pada ketampanan wajah. Ia dikenal sebagai ulama yang fasih berbicara, luas ilmunya, kuat hafalannya, dan penuh keberanian dalam menyampaikan kebenaran.

Perjalanan Menuntut Ilmu

Sebagai seorang tabi’in, Hasan al-Bashri berguru langsung kepada banyak sahabat Nabi SAW. Ia menimba ilmu dari Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan Abdullah bin Umar. Dari para sahabat nabi inilah, ia menyerap pengetahuan agama yang dalam.

Ia juga meriwayatkan hadis-hadis dari sahabat lain, seperti Abu Bakrah, Imran bin Husein, dan Jundub al-Bajali. Hasan al-Bashri mendidik murid-murid yang kelak menjadi ulama terkenal, di antaranya Amr bin Ubaid dan Wasil bin Atha. Ia membangun madrasah di Bashrah dan menjadikannya pusat keilmuan yang melahirkan banyak tokoh besar.

Anas bin Malik pernah berpesan, “Wajib bagi kalian belajar kepada Maulana Hasan al-Bashri, maka bertanyalah kepadanya.” Ketika seseorang bertanya kepadanya, Anas menjawab, “Ia menimba ilmu dari kami, tetapi sekarang kami telah banyak lupa, sementara ia masih mengingat ilmu yang kami ajarkan” (Ibnu Abi Hatim, al-Jarh wa Ta’dil , Beirut: Dar Fikr, 1999, vol. III: 41).

Ulama Multidisiplin dan Ahli Zuhud

Hasan al-Bashri merupakan ulama multidisiplin. Ia menguasai tafsir, hadis, sekaligus fikih. Abu Qatadah al-Adawi pernah berkata, “Wajib bagi kalian belajar kepada syekh ini. Demi Allah, saya melihat Hasan al-Bashri sangat mirip pendapatnya dengan Sayyidina Umar bin Khattab.”

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Syekh Yunus bin Ubaid juga menegaskan, “Kami telah bertemu banyak ulama, dan tidak ada yang lebih sempurna ilmunya melebihi Hasan al-Bashri.” Hasan berpendapat bahwa seorang ahli fikih sejati tidak cukup hanya pandai berfatwa. Ia menekankan bahwa ahli fikih sejati harus zuhud, waspada dalam menjaga agama, dan tekun beribadah (Abu Nu’aim, Hilyatul Auliya’ , vol. 2, hlm. 137, Kairo: Maktabah at-Taufiqiyyah, 2007).

Sebagai seorang sufi, Hasan al-Bashri menekankan kehidupan zuhud. Ia memandang dunia hanya sebagai persinggahan, sedangkan akhirat sebagai tujuan abadi. Ia mengingatkan umat agar tidak larut dalam gemerlap dunia, melainkan mempersiapkan bekal menuju kehidupan akhirat.

Selain itu, Hasan al-Bashri menunjukkan keberaniannya di hadapan penguasa. Ia tidak segan menasihati para pemimpin ketika melihat penyimpangan. Sikap ini membuat masyarakat menghormatinya, sementara para penguasa segan padanya. Bagi Hasan, amar makruf nahi munkar menjadi kewajiban ulama meski berisiko besar.

Wafat dan Warisan Keilmuan

Hasan al-Bashri wafat di Bashrah pada hari Jumat, 5 Rajab 110 Hijriah (728 M) pada usia 89 tahun. Kepergiannya menorehkan duka yang mendalam bagi kaum Muslimin. Mereka kehilangan seorang ulama besar, pendidik sejati, dan teladan kehidupan zuhud.

Khutbah-khutbahnya dikenang sebagai contoh awal karya sastra Arab yang penuh kekuatan bahasa. Nasihat-nasihatnya tetap hidup, mengalir melalui generasi, dan membimbing umat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Melalui ilmu, ibadah, dan akhlak, Hasan al-Bashri mewariskan warisan yang abadi.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Biografi Hasan al-Bashri menunjukkan bahwa kekayaan tidak bergantung pada garis keturunan atau harta. Kemuliaan lahir dari ilmu, amal, dan ketakwaan. Ia membuktikan bahwa anak seorang hamba sahaya mampu tumbuh menjadi ulama besar yang dicintai umat. Keberanian, keluasan ilmu, dan kezuhudan Hasan al-Bashri menempatkannya sebagai teladan sepanjang masa.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement