Khazanah
Beranda » Berita » Tsabit ibn al-Dahdah : Pemilik Dahan di Surga

Tsabit ibn al-Dahdah : Pemilik Dahan di Surga

Tsabit ibn al-Dahdah : Pemilik Dahan di Surga
Ilustrasi sahabat yang sedang memanen kurma.

SURAU.CO-Tsabit ibn al-Dahdah adalah sahabat Nabi dari kalangan Anshar,  sahabar sering menyapanya dengan panggilan Abu al-Dahdah. Ia berasal dari kabilah Bani Unaif atau Bani al-Ajlan yang merupakan sekutu Bani Zaid ibn Malik ibn Auf ibn Amr ibn Auf. Ayahnya bernama al-Dahdah atau al-Dahdahah ibn Nu‘aim ibn Ghanam ibn Iyas.Abu Umar ibn Abdul Barr berkata, “Aku tidak tahu banyak tentang nama dan nasabnya. Setahuku, ia dari golongan Anshar, yang bersekutu dengan Bani Zaid ibn Malik.” Ibn Idris dan yang lainnya menuturkan dari Muhammad ibn Ishaq dari Muhamad ibn Yahya ibn Habban dari pamannya Wasi‘ ibn Habban yang menuturkan bahwa ketika Abu al-Dahdah wafat, dan diketahui bahwa ia seorang pendatang, Nabi saw. memanggil Ashim ibn Adi lalu bersabda, “Apakah ia satu nasab dengan kalian?” Ia menjawab, “Tidak.” Kemudian Nabi memberikan harta warisannya kepada kemenakannya (anak saudara perempuannya), Abu Lubabah ibn Abdul Mundzir.

Menyumbangkan kebun kurma

Ketika mendengar firman Allah: “Barang siapa mau memberi pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah) maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak,” al-Dahdah bertanya kepada Nabi, “Aku punya dua kebun, yang satu di dataran rendah dan satu lagi pada dataran tinggi. Kujadikan kedua kebun itu sebagai pinjaman untuk Allah Swt.” Nabi saw. bersabda, “Jadikan salah satunya untuk Allah dan yang satunya tetap menjadi sumber penghidupan bagimu dan keluargamu.” Kemudian ia berkata, “Saksikanlah wahai Rasulullah, aku telah menjadikan kebaikan keduanya untuk Allah, dan kebun itu telah kutanami 600 pohon kurma.” “Jika demikian, Allah akan membalasmu dengan surga.”

Kemudian Abu al-Dahdah pergi menemui istrinya dan menyampaikan kabar baik itu. Istrinya berkata, “Beruntung sekali perdaganganmu.” Kemudian istrinya keluar bersama anak-anaknya, meninggalkan kebun yang sudah menjadi milik Allah menuju kebun lainnya. Kegembiraan meliputi keluarga yang mulia ini. Mereka tinggal menunggu balasan kebaikan atas apa yang telah mereka lakukan.

Ikut serta dalam Perang Uhud

Ibn al-Atsir meriwayatkan dari Muhamad ibn Umar al-Waqidi bahwa Abdullah ibn Ammar al-Khathmi berkata, “Pada hari Perang Uhud, Tsabit ibn al-Dahdah datang ketika kaum muslim mundur dan terpencar. Barisan mereka kacau-balau dan terdesak hebat. Abu al-Dahdah berteriak keras, ‘Wahai kaum Anshar, dengarkan aku, aku Tsabit ibn al-Dahdah. Seandainya Muhammad benar-benar telah terbunuh maka Allah adalah Maha hidup dan tidak akan pernah mati. Berperanglah kalian demi agama kalian! Allah pasti menolong dan membantu kalian.’”

Mendengar teriakannya, sekelompok orang Anshar berlari kembali memasuki medan perang dan berdiri  bersamanya. Bersama-sama mereka maju menghadang musuh. Kedatangan mereka telah dinantikan pasukan kavaleri musuh dan para pemimpinnya, termasuk Khalid ibn al-Walid, Amr ibn al-Ash, Ikrimah ibn Abu Jahal, dan Dhirar ibn al-Khattab. Mereka langsung menyerang kelompok Anshar yang pimpinan Abu al-Dahdah.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Syahid terkena tombak Khalid ibn al-Walid

Khalid ibn al-Walid melepaskan tombaknya dan tepat mengenai Abu al-Dahdah hingga ia langsung gugur bersama beberapa orang Anshar lainnya. Karena itulah dikatakan bahwa mereka adalah pasukan muslim yang terakhir gugur dalam Perang Uhud. Al-Waqidi menuturkan, “

Samak ibn Harb meriwayatkan bahwa Jabir ibn Samurah berkata, “Kami menyalati Ibn al-Dahdah dan seorang laki-laki Anshar. Ketika kami selesai menyalatinya, seorang laki-laki mendatangi Rasulullah membawa seekor kuda, dan kemudian beliau menaikinya.”

Ibn al-Atsir juga mencatat bahwa Ibn Mas‘ud berkata,  ketika turun ayat “Barang siapa memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah) maka Allah akan melipatgandakan balasan untuknya berlipat-lipat,” Abu al-Dahdah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Allah menghendaki utang-piutang dari kita?’”Beliau menjawab, “Benar.”Ibn Mas‘ud juga menuturkan hadis lain tentang sedekah yang diserahkan Abu al-Dahdah.

Dahan di surga untuk Ibn al-Dahdah

Imam Muslim mencatat hadis dalam kitab Shahih-nya yang berasal dari Muhammad ibn Ja‘far dari Syu‘bah dari Samak ibn Harb dari Jabir ibn Samurah bahwa Rasulullah menyalati jenazah Ibn al-Dahdah kemudian didatangkan seekor kuda yang tidak berpelana maka seorang laki-laki mengikatnya dan menaikinya. Kemudian ia berangkat (dengan kuda itu) membawa Ibn al-Dahdah dan para sahabat mengikutinya. Jabir ibn Samurah berkata, “Salah seorang dari mereka mengatakan bahwa Nabi saw. bersabda,

‘Beberapa dahan digantungkan di surga untuk Ibn al-Dahdah.’

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Atau menurut riwayat Syu‘bah, ‘Untuk Abu al-Dahdah.’ Sungguh ia telah mendapat nikmat yang berlimpah dan kebahagiaan tak terkira. Alangkah indahnya.”

Abu Nua‘im berkata dengan sanad sendiri dari Fudhail ibn Iyad dari Sufyan dari Aun ibn Abu Juhaifah dari ayahnya bahwa Abu al-Dahdah berkata kepada Muawiyah, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, Barang siapa menjadikan dunia sebagai keinginan terbesarnya maka Allah mengharamkannya berada di sisiku. Allah mengutusku untuk menahan diri dari dunia, bukan untuk mencintainya.”(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012

 

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement