SURAU.CO – Salah satu penyakit sosial yang sering merusak hubungan antar sesama adalah sifat kepo—terlalu ingin tahu urusan orang lain yang tidak ada kaitannya dengan dirinya. Dalam Islam, hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat, bahkan bisa menjerumuskan pada dosa besar seperti ghibah, fitnah, atau menyebarkan aib sesama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Di antara ciri baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.”
(HR. at-Tirmidzi no. 2317)
Hadis ini memberikan pedoman sederhana namun mendalam: ukuran kualitas keislaman seseorang terlihat dari kemampuannya menahan diri. Semakin ia mampu fokus pada hal yang penting dan bermanfaat, semakin baik pula imannya. Sebaliknya, semakin sering seseorang ikut campur, membicarakan, atau mencari-cari urusan orang lain, semakin rusak pula kepribadian dan citra Islam dalam dirinya.
Mengapa Tidak Boleh Kepo?
- Merusak Hati dan Pikiran
Sibuk memikirkan hidup orang lain hanya akan membuat hati gelisah, penuh prasangka, dan jauh dari ketenangan. -
Menimbulkan Dosa
Kepo sering berujung pada ghibah (menggunjing), fitnah, atau menyebarkan aib. Semua ini adalah dosa besar dalam Islam. -
Mengabaikan Urusan Diri Sendiri
Orang yang sibuk dengan aib orang lain biasanya lalai memperbaiki dirinya. Padahal, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas dirinya, bukan atas hidup orang lain.
Fokus pada Hal yang Bermanfaat
Seorang muslim yang baik memanfaatkan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah:
memperbanyak ibadah,
mencari ilmu,
bekerja dengan ikhlas,
menjaga keluarga,
serta berkontribusi positif dalam masyarakat.
Dengan meninggalkan hal yang sia-sia, seorang muslim meningkatkan produktivitas, ketenangan, dan keterhubungan dengan sesama.
Pesan Penutup
Mari kita jadikan hadis ini sebagai cermin diri. Daripada menghabiskan energi untuk kepo, lebih baik kita sibukkan diri dengan amal shalih dan perbaikan diri.
Sebab, orang yang sibuk memperbaiki diri tidak akan sempat mencari-cari kesalahan orang lain.
Muslim yang baik itu bukan sibuk urusan orang, tapi sibuk memperbaiki diri dan bermanfaat bagi sesama.
Bunda Nia: Dakwah, Penyuluhan, dan Pemberdayaan Masyarakat
Nama Bunda Nia tentu tidak asing bagi banyak kalangan di Riau, khususnya mereka yang pernah bersentuhan dengan dunia penyuluhan, dakwah, maupun pemberdayaan masyarakat. Sosok yang dikenal sederhana ini mengabdikan dirinya secara aktif di bidang agama dan pembangunan sosial.
Pada awal 2000-an, saat masih berada di Kota Rengat, Bunda Nia aktif menjadi inisiator berbagai kegiatan masyarakat. Tahun 2001 dan 2002, beliau sukses mengadakan Festival Rebana yang memperebutkan piala Bupati. Kegiatan ini bukan hanya wadah seni Islami, tetapi juga ruang silaturahmi dan penguatan ukhuwah di tengah masyarakat.
Bunda Nia menggunakan metode penyuluhan yang unik dan inovatif pada masa itu. Ia menyebutnya dengan “Methode Sata wa Saqo”, singkatan dari satu jam tausiah, satu jam keterampilan. Dengan pola ini, masyarakat tidak hanya mendapatkan siraman rohani, tetapi kita juga membekali mereka dengan kemampuan praktis yang dapat menunjang kesejahteraan keluarga.
Tidak sedikit masyarakat yang merasakan manfaat metode ini, terutama di kawasan transmigrasi Desa Rawa Sekip dan Sri Beringin. Banyak di antara binaannya yang kemudian berhasil mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), sehingga mampu meningkatkan taraf hidup keluarga. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa dakwah Bunda Nia bukan sekadar lisan, tetapi juga tindakan nyata untuk membangun kemandirian umat.
Perjalanan karier Bunda Nia berlanjut. Pada tahun 2007, beliau pindah ke Pekanbaru. Setahun kemudian, pada periode 2008–2010, beliau mendapat tugas di Kecamatan Senapelan. Setelah itu, beliau melanjutkan pengabdiannya di Kecamatan Tampan Raya (kini Tenayan Raya) hingga sekarang.
Selain tugas formalnya, Bunda Nia juga tetap aktif di bidang dakwah. Ia tercatat sebagai bagian dari Pengurus Daerah BKTM (Badan Kontak Taman Mesjid) Kota Pekanbaru, sebuah wadah yang konsisten dalam menggerakkan syiar Islam di tengah masyarakat kota. Hingga kini, semangatnya tidak pernah padam dalam menyebarkan nilai-nilai Islam sekaligus mendorong pemberdayaan masyarakat. (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
