SURAU.CO – Bunga putih selalu menghadirkan kesan yang berbeda. Ia sederhana, namun mampu memikat mata dengan keelokannya. Tidak berlebihan dalam warna, tapi justru itulah letak keistimewaannya. Seperti bunga dalam gambar ini, dengan kelopaknya yang bersih dan lembut, ia memberi pesan tentang ketulusan, kesucian, dan ketenangan.
Setiap helaian kelopak seakan mengajarkan tentang arti kerendahan hati. Ia mekar tanpa harus bersaing, wangi tanpa harus menuntut perhatian. Bunga putih adalah simbol kedamaian, sama seperti hati yang ikhlas menerima takdir Allah tanpa mengeluh.
Dalam kehidupan, kita sering dikelilingi hiruk pikuk, warna-warni ambisi, dan riuhnya dunia. Namun, bunga putih ini mengingatkan bahwa di balik semua itu, ada saatnya kita perlu hening. Menyepi dari keramaian, lalu kembali menata niat, menyucikan hati, serta mendekatkan diri kepada Allah.
Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 9-10).
Seperti bunga putih yang tetap mekar indah meski sederhana, mari kita jaga hati tetap bersih, tulus, dan ikhlas. Sebab kebersihan hati lebih berharga daripada segala gemerlap dunia.
Hidup sederhana, hati bersih, itulah keindahan yang sejati.
Perjuangan Bunda Nia ke Desa Binaan: Pulau Jumua’ah & Pulau Gajah
Di antara desa‐desa binaan Bunda Nia, Pulau Jumua’ah dan Pulau Gajah menempati posisi yang istimewa, karena aksesnya yang penuh tantangan dan bahaya. Jalan menuju desa tersebut bukanlah jalan darat biasa, sering kali hanya bisa diakses dengan perahu atau sampan.
Sewaktu hendak menyampaikan penyuluhan agama & pembangunan, Bunda Nia harus menyeberangi sungai dan beberapa anak sungai kecil menggunakan perahu kecil. Dalam perjalanan tersebut, beberapa kali dilaporkan adanya ancaman dari alam seperti buaya yang mengikuti kapal/perahu, atau situasi sungai yang deras, perahu oleng karena air pasang, hujan lebat, dan angin.
Meski demikian, Bunda Nia tidak gentar. Beliau tetap melangkah, karena keyakinan bahwa dakwah & pembinaan umat memerlukan kehadiran langsung, terutama di daerah yang terpencil dan minim fasilitas. Melalui keberanian ini, penyuluhan agama yang dibawakan tidak hanya menjadi hiburan rohani, tetapi juga simbol bahwa umat yang tinggal di “ujung‐ujung” tidak dilupakan.
Di desa‐desa binaan tersebut, metode “Sata WA Saqo” sering dilakukan, satu jam tausiyah/ceramah agama, satu jam keterampilan / pengembangan usaha. Dalam kondisi yang sulit, Bunda Nia menggunakan momen di atas perahu, di tepi sungai, bahkan di balai desa terbuka untuk tetap menyampaikan ilmu dan melatih skill.
Semangat ini akhirnya membuahkan hasil: masyarakat desa itu mulai aktif membangun UMKM, menjalankan usaha tani/perikanan, dan mengelola potensi lokal walau akses transportasi masih terbatas.
Hijau Memberi Naungan Alami
Di sebuah pagi yang cerah, jalan setapak berbatu merah di tepi danau ini menjadi saksi langkah-langkah manusia yang mencari ketenangan, kesehatan, dan kebersamaan. Langit biru yang bertabur awan putih seolah menyapa ramah, memberi nuansa segar bagi siapa saja yang melangkah di sepanjang tepian air yang tenang.
Di sisi kiri, pepohonan hijau memberi naungan alami, sedangkan di sisi kanan, air danau yang luas menghadirkan keteduhan batin. Tiang-tiang lampu yang berjajar rapi memperindah pemandangan, seakan menyatu dengan harmoni alam. Beberapa orang berjalan santai, ada pula yang berolahraga, semuanya menikmati udara segar sambil merenungi hidup.
Pemandangan ini bukan sekadar tentang jalan setapak atau danau yang indah, tetapi juga tentang perjalanan manusia. Hidup adalah sebuah perjalanan panjang, ada kalanya kita melangkah cepat, ada saatnya kita berjalan perlahan, dan ada pula waktu untuk berhenti sejenak menikmati indahnya ciptaan Allah.
Di balik ketenangan air danau, kita ingat bahwa kita harus menjaga hati tetap jernih. Sebagaimana kita melangkah di jalan setapak ini yang terus berlanjut, demikian pula kita menempuh hidup dengan istiqamah, penuh kesabaran, dan rasa syukur.
Kita bisa menjadikan setiap langkah di jalan ini sebagai ibadah jika kita meniatkannya untuk menjaga kesehatan, menenangkan hati, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Karena pada akhirnya, perjalanan hidup kita pun adalah sebuah langkah panjang menuju ridha Allah. (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd
Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
