SURAU.CO. Ungkapan sederhana, “Gitu aja kok repot,” mungkin terdengar enteng di telinga kita. Namun, kalimat ini memiliki tempat istimewa dalam sejarah pemikiran dan kehidupan KH. Abdurrahman Wahid, atau yang kita kenal sebagai Gus Dur, Presiden RI yang ke-4 (1999-2001) sekaligus Ketua PBNU Periode 1984-1999. Diucapkan dengan nada santai, humoris, dan penuh senyum khas Gus Dur, kalimat ini seolah menyimpan pesan mendalam. Ia mengajak kita untuk memandang hidup dengan lebih ringan, tidak rumit, dan selalu berpijak pada kelapangan hati.
Gitu Aja Kok Repot: Asal-Usul Ungkapan Gus Dur
Banyak yang mengira ungkapan ini baru muncul ketika Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI ke-4 (1999-2001). Padahal, menurut Munib Huda Muhammad, ajudan setia Gus Dur, kalimat ini telah lama menjadi bagian dari gaya bicara Gus Dur. Gus Dur kerap menggunakannya dalam orasi, diskusi, atau percakapan sehari-hari. Ia sering melontarkannya ketika berhadapan dengan persoalan yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan mudah, tanpa perlu keributan yang tidak perlu.
Putri Gus Dur, Yenny Wahid, menambahkan dimensi spiritual pada ungkapan ini. Ia menjelaskan bahwa “Gitu aja kok repot” berakar dari doa Nabi Muhammad SAW: Yassir wa la tu’assir—permudahkanlah, jangan dipersulit. Dengan dasar ini, kita bisa melihat bahwa ungkapan Gus Dur bukan sekadar celetukan jenaka. Ia lahir dari tradisi tasawuf dan kepasrahan mendalam kepada Allah Swt. Gus Dur sendiri dikenal menjalani hidup dengan tenang. Ia yakin bahwa segala urusan sudah berada dalam genggaman Sang Maha Mengatur.
Humor sebagai Senjata: Gus Dur dan Diplomasi
Humor bagi Gus Dur bukan hanya sekadar guyonan belaka. Ia menjadikannya strategi komunikasi, bahkan sebagai alat diplomasi yang ampuh. Saat menjabat sebagai presiden dan melakukan kunjungan ke berbagai negara, seperti Timur Tengah, Eropa, maupun Amerika, Gus Dur selalu memulai dialog dengan lelucon-lelucon segar.
Cara ini terbukti efektif mencairkan ketegangan. Ia dapat mendekatkan hubungan personal dan membuka ruang komunikasi yang lebih jujur. Tak heran, Gus Dur mendapatkan julukan sebagai maestro humor politik.
Dalam konteks itu, “Gitu aja kok repot” menjadi simbol kemampuan Gus Dur melihat masalah dengan perspektif yang lebih luas. Menurut Gus Dur, keruwetan seringkali bukan berasal dari masalah itu sendiri. Keruwetan muncul dari cara manusia memandang dan menanggapinya. Dengan kata lain, ia mengajak kita untuk menurunkan tensi, menyelesaikan persoalan dengan tenang, bahkan tersenyum di tengah berbagai keributan.
Gitu Aja Kok Repot di Era Digital: Menghadapi Keruwetan Modern
Kalimat “Gitu aja kok repot” terasa semakin relevan di era digital yang serba cepat ini. Media sosial dipenuhi dengan berbagai keributan kecil yang kerapkali dibesar-besarkan. Komentar ringan bisa berubah menjadi perdebatan panjang yang melelahkan. Unggahan sepele bisa memicu amarah kolektif, bahkan perbedaan kecil bisa menjelma menjadi permusuhan yang berkepanjangan. Banyak orang sibuk mencari masalah, lalu menguras energi untuk memperumit hal-hal yang sebenarnya sederhana.
Fenomena fundamentalisme agama dan fanatisme sempit juga memperlihatkan betapa repotnya sebagian orang dalam menilai hidup. Atas nama moral, sebagian kelompok merasa berhak mengatur perilaku orang lain: mengawasi simbol, melarang perayaan, bahkan memonopoli tafsir kebenaran. Akibatnya, agama yang seharusnya membawa kasih sayang justru tampil kaku, penuh aturan, dan jauh dari makna sejatinya.
Dalam konteks ini, ungkapan Gus Dur hadir sebagai kritik sekaligus solusi. “Gitu aja kok repot” bukan ajakan untuk mengabaikan persoalan penting. Ungkapan ini adalah peringatan agar kita tidak mempersulit hal-hal yang sederhana. Ungkapan Gus Dur mengajak kita untuk tidak menambah beban di luar kebutuhan, dan tidak mengorbankan kemanusiaan demi kepentingan yang sempit.
Spirit Kesederhanaan Hidup
Pada akhirnya, ungkapan “Gitu aja kok repot” mengajarkan kita tentang keugaharian—kesederhanaan dalam beragama dan berkehidupan. Agama seharusnya menghadirkan cinta kasih, bukan kebencian, mengajak, bukan memaksa dan Agama seharusnya membimbing, bukan menakut-nakuti. Gus Dur dengan humornya mengingatkan bahwa iman tanpa akal hanyalah fanatisme kosong. Sementara itu, iman jikalau bersama akal pasti akan melahirkan kebijaksanaan.
Di tengah riuh rendah kehidupan berbangsa dan beragama, kita merindukan suara enteng Gus Dur: “Gitu aja kok repot.” Sebuah kalimat yang ringan, tetapi menyimpan filosofi mendalam. Filosofi tentang cara hidup yang sederhana, lapang, dan penuh kasih. Jika kita mampu menghidupkan kembali semangat ini dalam keseharian—baik di dunia nyata maupun di ruang digital—maka kita sedang meneladani salah satu warisan paling berharga dari Gus Dur. Warisan yang menjadikan hidup lebih mudah, tidak sulit, dan tetap manusiawi. (kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
