Beranda » Berita » Mencegah Luka Jiwa Sebelum Ia Lahir

Mencegah Luka Jiwa Sebelum Ia Lahir

Kontemplasi untuk mencegah luka jiwa
Ilustrasi orang yang menenangkan diri di alam terbuka, simbol pencegahan luka batin dengan kontemplasi.

Surau.co. Mencegah luka jiwa sebelum ia lahir menjadi pesan mendalam yang disampaikan Abu Zayd al-Balkhī dalam karyanya Masālih al-Abdan wa al-Anfus. Kitab klasik ini menekankan bahwa manusia tidak cukup menjaga tubuh, melainkan juga wajib merawat jiwa. Luka pada raga mudah terlihat, tetapi luka pada jiwa sering tersembunyi dan justru lebih berbahaya jika dibiarkan.

Sejak abad ke-9, al-Balkhī sudah menegaskan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Pemikirannya terasa visioner, sebab pada masa itu diskursus tentang kesehatan jiwa belum sepopuler sekarang. Oleh karena itu, ia mengajarkan agar manusia bijak membaca tanda-tanda kecil sebelum jiwa retak. Dengan demikian, pencegahan selalu lebih mudah daripada pengobatan.

Luka Jiwa Lebih Sulit Disembuhkan daripada Luka Raga

Dalam kehidupan sehari-hari, orang sering lebih memperhatikan kondisi tubuh. Demam sedikit, mereka langsung mencari obat. Luka fisik kecil pun segera diberi antiseptik. Namun, bagaimana dengan luka batin? Al-Balkhī menulis:

“النفوس تمرض كما تمرض الأبدان، ودواؤها أسهل إذا بُدئ به مبكراً.”
“Jiwa bisa sakit sebagaimana tubuh sakit, dan pengobatannya lebih mudah jika dimulai sejak awal.”

Kutipan ini menegaskan bahwa pencegahan merupakan kunci. Luka jiwa yang diabaikan dapat berkembang menjadi depresi, kecemasan kronis, atau bahkan keputusasaan. Sama seperti luka kecil yang tidak dirawat bisa berubah menjadi infeksi besar, luka batin yang diabaikan mampu meruntuhkan semangat hidup seseorang.

Overthinking Itu Bukan Akal Sehat: Pelajaran dari Imam al-Māwardī

Kesedihan yang Dikelola, Jiwa yang Terlindungi

Setiap orang tentu pernah merasa sedih. Akan tetapi, membiarkan kesedihan berlarut-larut justru mengikis energi. Al-Balkhī menegaskan:

“الحزن إذا أُطيل مكثه صار مرضاً للنفس، ويجب معالجته قبل أن يستفحل.”
“Kesedihan jika terlalu lama menetap akan menjadi penyakit jiwa, dan wajib diobati sebelum ia membesar.”

Dalam kehidupan modern, pesan ini semakin relevan. Faktanya, banyak orang menumpuk kesedihan tanpa pernah mencari jalan keluar. Media sosial sering menampilkan wajah bahagia, tetapi di balik layar banyak jiwa kelelahan. Oleh karena itu, al-Balkhī mengingatkan bahwa menunda penyembuhan jiwa sama saja dengan menunggu luka batin membusuk.

Al-Qur’an pun memberi arahan agar manusia tidak tenggelam dalam kesedihan berlebih:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (آل عمران: 139)
“Janganlah kamu merasa lemah dan jangan bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Menemukan Keseimbangan: Tubuh yang Sehat, Jiwa yang Damai

Dengan ayat ini, iman tampil sebagai kekuatan yang menjaga manusia dari kesedihan yang menghancurkan.

Menjaga Jiwa dengan Kontemplasi dan Dzikir

Selain menekankan pencegahan, al-Balkhī juga menawarkan resep sederhana untuk menjaga jiwa: kontemplasi dan dzikir. Menurutnya, jiwa yang dekat dengan Allah lebih kuat menghadapi guncangan hidup. Ia menulis:

“الذكر والتأمل يضيئان القلب ويقيان النفس من الاضطراب.”
“Dzikir dan kontemplasi menerangi hati dan melindungi jiwa dari keguncangan.”

Di era serba cepat, manusia mudah terombang-ambing oleh tekanan pekerjaan, kecemasan finansial, hingga rapuhnya hubungan sosial. Namun, praktik sederhana seperti duduk tenang, menarik napas dalam, membaca doa, atau mengingat Allah dapat menjadi perisai dari luka batin.

Sejalan dengan itu, Nabi Muhammad ﷺ menegaskan:

Kesombongan yang Lembut: Penyakit yang Tak Terasa Tapi Membusuk

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Dengan hati yang tenang, seseorang lebih mudah menolak masuknya luka batin yang berbahaya.

Sahabat Baik Sebagai Obat Pencegah

Selain dzikir, al-Balkhī juga menekankan peran sahabat dalam mencegah luka jiwa. Ia menulis:

“الصاحب الصالح يخفف عنك همومك قبل أن تتحول إلى علة للنفس.”
“Teman yang saleh meringankan bebanmu sebelum berubah menjadi penyakit jiwa.”

Betapa dalam pesan ini. Terkadang, percakapan sederhana dengan sahabat dapat mencegah kesedihan berubah menjadi depresi. Oleh karena itu, memilih lingkungan yang sehat menjadi sangat penting.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
“Seseorang itu berada di atas agama sahabatnya, maka perhatikanlah dengan siapa ia bersahabat.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi)

Dengan sahabat yang baik, seseorang akan memiliki benteng jiwa yang kokoh.

Menyulam Pencegahan dalam Kehidupan Modern

Akhirnya, pesan al-Balkhī mengajak kita lebih peka terhadap kesehatan jiwa. Jangan tunggu stres menjadi kronis atau kesedihan berubah menjadi depresi. Sebaliknya, mulailah dari langkah sederhana: istirahat cukup, berbincang dengan orang terdekat, melatih dzikir, dan menjaga lingkungan sosial.

Oleh karena itu, mengambil waktu untuk menenangkan diri bukanlah tanda kelemahan, melainkan strategi untuk mencegah luka jiwa lahir. Jika tubuh butuh olahraga, jiwa pun butuh ruang hening. Jika tubuh perlu makanan sehat, jiwa pun memerlukan sahabat yang baik. Dengan demikian, pencegahan luka batin dapat benar-benar menjadi bagian dari keseharian kita.

* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement