SURAU.CO. Dalam hukum Islam, pihak yang memberikan jasa menerima ujrah (kompensasi) berdasarkan akad ijarah. Selanjutnya, Menurut Islam, ujrah adalah imbalan adil atas manfaat atau tenaga, sedangkan bunga (riba) adalah haram. Kemudian, Secara etimologi, al-ujrah atau al-ajru dalam bahasa Arab berarti ‘iwad’, yaitu ganti rugi atau kompensasi. Dengan demikian, Kedua belah pihak menyepakati ujrah sebagai upah atau imbalan untuk manfaat jasa atau pekerjaan tertentu. Selanjutnya, Akad ujrah ini menjadi dasar bagi banyak transaksi dalam ekonomi syariah, termasuk perbankan, asuransi, dan pasar modal.
Tujuan upah (ujrah)
Hukum Islam menetapkan tujuan upah (ujrah) untuk memberikan imbalan yang adil dan layak kepada pekerja atas jasa mereka. Serta memastikan pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Selain itu, ujrah juga bertujuan untuk menciptakan keadilan, tanggung jawab sosial. Serta perlindungan hak-hak pekerja, yang keduanya mendatangkan keuntungan material di dunia dan pahala di akhirat.
Upah haruslah adil dan tidak menindas. Ini berarti kita harus memberi upah yang setara dengan hasil kerja, menghormati hak pekerja, dan memastikan pembagian hasil kerja yang adil. Kemudian, Ujrah penting agar pekerja memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti sandang, pangan, dan papan. Selanjutnya, Islam menekankan pentingnya kebajikan dan tanggung jawab sosial. Sehingga upah harus memberikan keuntungan yang layak bagi pekerja dan majikan, tanpa adanya kezaliman.
Upah tidak hanya memberikan keuntungan materi di dunia, tetapi juga merupakan perbuatan kebajikan yang akan mendapatkan imbalan pahala dan balasan kebaikan di akhirat. Kemudian, Kejelasan dan kesepakatan mengenai ujrah akan menciptakan keadilan dalam akad antara pemberi kerja dan pekerja, yang akan menjaga hubungan kerja berjalan baik dan menghindari konflik. Selanjutnya, Syariat Islam menjamin ujrah sebagai bentuk perlindungan hak pekerja, yang merupakan imbalan atas jasa yang telah dicurahkan.
Landasan hukum ujrah
- Al-Qur’an: Firman Allah SWT menyebutkan diperbolehkannya upah, salah satunya, “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut” (Q.S. Al-Baqarah: 233).
- Hadis: Rasulullah SAW menganjurkan agar kita tentukan upah di awal pekerjaan untuk menghindari perselisihan. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mempekerjakan seorang pekerja, maka harus disebutkan upahnya terlebih dahulu”.
Syarat dan prinsip ujrah yang sah
- Mereka menjelaskan dan mengetahui. Para pihak harus menjelaskan dan menyepakati jumlah upah berupa harta yang jelas sejak awal akad. Hal ini bertujuan untuk mencegah perselisihan.
- Bukan sejenis. Pemberi upah tidak boleh menetapkan upah yang sama dengan manfaat yang disewakannya. Contohnya, menyewakan rumah untuk ditempati tidak boleh dilakukan dengan pembayaran manfaat rumah itu sendiri.
- Sumber halal. Pihak pengelola atau penyedia jasa harus menghasilkan pendapatan dari ujrah yang bersumber dari kegiatan yang halal dan tidak dilarang Islam.
- Adil dan sesuai. Ujrah mewujudkan keadilan dengan memastikan kesesuaian upah atas hasil kerja atau jasa yang diberikan.
Aturan pembayaran upah
Hukum Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai pembayaran upah:
- Segera membayar. Pemberi kerja wajib segera membayarkan upah kepada pekerja setelah pekerjaan selesai, kecuali jika telah ada kesepakatan waktu tertentu sebelumnya.
- Larangan mengurangi upah. Pemberi kerja menunda atau mengurangi pembayaran upah tanpa alasan yang dibenarkan. Hal itu merupakan tindakan zalim yang melanggar keadilan.
- Proporsional. Pemberi kerja harus membayarkan upah secara proporsional sesuai dengan pekerjaan yang telah selesai.
Macam-macam ujrah
- Pekerjaan pemberi upah: Pemberi kerja wajib memberikan kompensasi kepada pekerja atas pekerjaan yang telah selesai.
- Sewa-menyewa barang: Kompensasi atas penggunaan manfaat suatu barang, seperti menyewa kendaraan atau tanah.
- Jasa keilmuan: Seseorang memberikan upah untuk pengajaran Al-Qur’an atau ilmu syariah lainnya. Guru berhak menerima upah ini karena memerlukan penunjang hidup, meskipun pekerjaan mereka adalah ibadah.
- Ujrah al-mitsli: Jika upah tidak ditentukan di awal akad, kita menggunakan upah standar yang wajar dan berlaku di masyarakat untuk pekerjaan sejenis.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
