Pernikahan adalah ikatan suci yang dibangun pasangan suami-istri di atas cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Namun, tidak semua rumah tangga berjalan mulus. Pertengkaran, perbedaan prinsip, atau tekanan hidup kadang membuat pernikahan goyah. Dalam kondisi demikian, syariat Islam menyediakan jalan keluar bernama talaq (perceraian).
Meski Islam membolehkan perceraian, ajaran Nabi tidak menganjurkannya. Rasulullah Saw. bersabda:
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah talak.” (HR. Abu Dawud)
Talaq dalam Fathul Mu’in
Kitab Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin al-Malibari menguraikan talaq dan rujuk secara detail. Pembahasannya tidak hanya menyentuh persoalan hukum, tetapi juga memuat nilai moral dan spiritual.
Definisi Talaq
Fathul Mu’in mendefinisikan talaq sebagai perpisahan antara suami dan istri dengan lafaz tertentu yang mengakhiri ikatan pernikahan. Suami dapat mengucapkan lafaz yang jelas (sharih), seperti “Aku ceraikan engkau,” atau lafaz samar (kinayah) yang memerlukan niat, seperti “Pulanglah ke keluargamu.”
Syekh Zainuddin menegaskan bahwa suami memiliki hak untuk menjatuhkan talaq, tetapi ia harus menggunakan hak itu dengan pertimbangan matang dan tidak menjatuhkannya secara sembrono.
Hukum Talaq
Hukum talaq berbeda sesuai situasi:
-
Wajib – ketika rumah tangga tidak mungkin dipertahankan dan madharat menjadi lebih besar jika tetap bersama.
-
Sunnah – ketika istri berperilaku buruk dan menolak berubah.
-
Makruh – ketika suami menceraikan istri tanpa alasan jelas, karena tindakan itu dapat merusak ikatan yang masih harmonis.
-
Haram – ketika suami meniatkan talaq untuk menyakiti atau menzalimi pasangan.
Syarat dan Rukun Talaq
Fathul Mu’in menyebutkan beberapa syarat agar talaq sah:
-
Suami harus berakal, baligh, dan menjatuhkan talaq dengan kehendak sendiri.
-
Istri harus masih berada dalam ikatan pernikahan yang sah.
-
Suami harus mengucapkan lafaz talaq yang jelas atau kinayah dengan niat.
Rukun talaq meliputi:
-
Suami sebagai pihak yang menjatuhkan talaq.
-
Istri sebagai pihak yang menerima talaq.
-
Lafaz talaq sebagai pernyataan perpisahan.
Jenis-Jenis Talaq
Syekh Zainuddin menjelaskan beberapa jenis talaq:
-
Talaq Raj’i – talak satu atau dua yang memungkinkan suami merujuk kembali istri tanpa akad baru selama masa iddah.
-
Talaq Ba’in – talak yang memutus hubungan sepenuhnya, terbagi menjadi:
-
Ba’in Shughra – talak sebelum suami-istri berhubungan atau talak khulu’ (tebus cerai).
-
Ba’in Kubra – talak tiga, sehingga suami tidak bisa rujuk kecuali istri menikah dengan laki-laki lain lalu berpisah secara sah.
-
Masa Iddah: Waktu untuk Merenung
Iddah adalah masa tunggu yang istri jalani setelah suami menjatuhkan talaq. Fathul Mu’in menetapkan variasi masa iddah:
-
Tiga kali suci bagi perempuan yang masih haid.
-
Tiga bulan bagi perempuan yang tidak haid.
-
Empat bulan sepuluh hari bagi perempuan yang ditinggal wafat suami.
-
Sampai melahirkan bagi perempuan hamil.
Masa iddah memberi ruang bagi kedua belah pihak untuk merenung, apakah mereka akan melanjutkan perpisahan atau kembali bersama.
Rujuk dalam Fathul Mu’in
Rujuk berarti suami mengembalikan istri yang ia talaq raj’i selama masa iddah, tanpa akad baru.
Rukun rujuk meliputi:
-
Suami yang melakukan rujuk.
-
Istri yang masih berada dalam masa iddah.
Syarat rujuk antara lain:
-
Suami harus mengucapkan lafaz jelas, misalnya “Aku rujuk engkau.”
-
Suami tidak perlu meminta persetujuan istri, tetapi musyawarah tetap lebih utama.
Allah berfirman:
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Dan suami-suami mereka lebih berhak untuk merujuk istri dalam masa iddah itu, jika mereka menginginkan perbaikan.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Hikmah Talaq dan Rujuk
Fathul Mu’in menekankan bahwa talaq bukan untuk merusak, melainkan untuk menjadi solusi terakhir demi kebaikan. Sementara rujuk memberi kesempatan memperbaiki kesalahan. Hikmahnya antara lain:
-
Menghindari pertengkaran berkepanjangan.
-
Memberi ruang introspeksi.
-
Menjaga keseimbangan hak suami dan istri.
-
Membuka peluang memperbaiki hubungan melalui rujuk.
Talaq dan Rujuk di Era Modern
Meskipun kitab ini lahir berabad-abad lalu, pesannya tetap relevan. Dalam konteks modern, pasangan sering mengalami perceraian karena masalah ekonomi, komunikasi, atau pengaruh media sosial. Namun, prinsip Fathul Mu’in tetap berlaku: suami hanya boleh menjadikan talaq sebagai jalan terakhir, dan rujuk harus menjadi kesempatan memperbaiki diri.
Etika Menjalani Talaq dan Rujuk
Syekh Zainuddin mengingatkan agar suami tidak menjadikan talaq sebagai permainan. Etika yang ia tekankan meliputi:
-
Menjaga ucapan, tidak menjatuhkan talaq saat marah berlebihan.
-
Memberikan hak-hak istri, termasuk nafkah iddah.
-
Menjaga martabat kedua pihak agar tidak menimbulkan aib.
-
Bila ingin rujuk, suami harus meniatkan rujuk untuk memperbaiki hubungan, bukan sekadar mempertahankan status.
Penutup: Perpisahan Bukan Akhir
Talaq dan rujuk adalah dua sisi mata uang. Talaq membuka pintu perpisahan, sedangkan rujuk memberi jalan pulang. Fathul Mu’in mengajarkan keseimbangan: suami boleh menjatuhkan talaq, tetapi ia harus menahan diri agar tidak terburu-buru. Suami boleh merujuk, tetapi ia harus meniatkannya dengan tulus demi perbaikan.
“Perceraian bukan akhir dari segalanya; ia hanya menjadi jalan ketika cinta tak lagi mampu menjaga. Namun Allah selalu membuka pintu rujuk, agar dua hati bisa pulang, belajar, dan kembali menemukan makna cinta dalam ridha-Nya.”
*Gerwin Satria N
Pegiat Literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
