Haji dan umrah merupakan dua ibadah agung yang menempati posisi istimewa dalam Islam. Umat Islam tidak sekadar melakukan perjalanan fisik menuju Baitullah, tetapi juga menempuh perjalanan batin untuk menyucikan jiwa. Allah Swt. berfirman:
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah: 196)
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam harus menunaikan haji dan umrah dengan ikhlas hanya untuk Allah. Syekh Zainuddin Al-Malibari menulis Fathul Mu’in dan memberikan penjelasan detail mengenai tata cara, syarat, dan hukum keduanya, sehingga umat Islam, khususnya di pesantren, menjadikannya rujukan penting.
Haji dan Umrah dalam Pandangan Fathul Mu’in
Syekh Zainuddin menulis Fathul Mu’in sebagai syarah Qurratul ‘Ain, kitab yang banyak dijadikan pegangan dalam fikih Syafi’i. Dalam karyanya, beliau menguraikan hukum haji dan umrah dengan lugas, menyebutkan syarat, rukun, serta sunnah yang jamaah harus perhatikan.
Kitab ini mendefinisikan haji sebagai ibadah yang terdiri dari serangkaian amalan tertentu pada waktu tertentu, sedangkan umrah sebagai ibadah serupa tetapi tidak terikat waktu khusus. Umat Islam hanya dapat melaksanakan haji pada bulan Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, sedangkan mereka boleh menunaikan umrah kapan saja sepanjang tahun.
Rukun Haji Menurut Fathul Mu’in
Syekh Zainuddin menjelaskan lima rukun haji:
-
Ihram – jamaah berniat memulai haji.
-
Wukuf di Arafah – jamaah berdiam di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Rasulullah bersabda:
الْحَجُّ عَرَفَةُ
“Haji itu adalah wukuf di Arafah.” (HR. Tirmidzi) -
Thawaf Ifadhah – jamaah mengelilingi Ka’bah tujuh kali setelah kembali dari Arafah.
-
Sa’i – jamaah berjalan antara Shafa dan Marwah tujuh kali.
-
Tertib – jamaah melaksanakan rukun sesuai urutan.
Syarat Wajib Haji
Syekh Zainuddin menegaskan bahwa setiap Muslim wajib menunaikan haji jika memenuhi syarat: Islam, baligh, berakal, merdeka, dan mampu (istitha’ah). Kemampuan ini mencakup kesehatan, keamanan perjalanan, dan kecukupan harta. Allah Swt. berfirman:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Sunnah Haji yang Ditekankan
Selain rukun, Syekh Zainuddin menjelaskan beberapa sunnah haji, antara lain:
-
Jamaah membaca talbiyah dengan suara lantang:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ
“Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu, aku penuhi panggilan-Mu.” -
Jamaah berdoa di Multazam.
-
Jamaah shalat di Maqam Ibrahim.
-
Jamaah meminum air zamzam dengan niat keberkahan.
Umrah Menurut Fathul Mu’in
Umrah memiliki rukun yang lebih singkat dibanding haji, yaitu:
-
Jamaah melakukan ihram.
-
Jamaah melaksanakan thawaf.
-
Jamaah menunaikan sa’i.
-
Jamaah melakukan tahallul (mencukur rambut).
Syekh Zainuddin menegaskan bahwa meskipun lebih sederhana, umrah tetap memiliki nilai tinggi karena Rasulullah Saw. menunaikannya beberapa kali sepanjang hidup beliau.
Perbedaan Haji dan Umrah
Syekh Zainuddin menjelaskan beberapa perbedaan mendasar antara haji dan umrah:
-
Haji terikat waktu, sedangkan umrah bersifat fleksibel.
-
Haji mencakup wukuf di Arafah, sedangkan umrah tidak.
-
Pahala haji lebih besar, namun umrah juga memiliki keutamaan besar.
Rasulullah Saw. bersabda:
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
“Umrah ke umrah berikutnya menjadi penghapus dosa di antara keduanya, dan haji mabrur tidak memiliki balasan kecuali surga.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hikmah Spiritual Haji dan Umrah
Syekh Zainuddin tidak hanya menguraikan aspek fiqh, tetapi juga menyingkap makna batin haji dan umrah. Ihram melambangkan kesederhanaan manusia di hadapan Allah. Thawaf mencerminkan keselarasan hidup dengan pusat spiritual, yaitu Allah. Sa’i menggambarkan perjuangan hidup yang penuh ikhtiar, meneladani Siti Hajar saat mencari air untuk Ismail.
Praktik Fiqh Haji dalam Tradisi Pesantren
Di banyak pesantren, para kiai menjadikan Fathul Mu’in sebagai kitab pegangan utama. Mereka mengajarkan tata cara haji secara detail, mulai dari bacaan niat, doa setiap amalan, hingga etika jamaah. Tradisi ini membentuk pemahaman fiqh yang kuat di Nusantara dan memudahkan umat mempelajari ibadah yang kompleks.
Relevansi Haji dan Umrah di Era Modern
Dalam konteks modern, haji dan umrah tetap relevan sebagai sarana penyucian diri. Di tengah hiruk-pikuk dunia digital, ibadah ini mengajak Muslim berhenti sejenak dan kembali ke inti kehidupan: mengabdi kepada Allah. Fathul Mu’in menuntun umat untuk melaksanakan ibadah sesuai syariat sekaligus memberi inspirasi spiritual yang mendalam.
Penutup
Haji dan umrah menurut Fathul Mu’in bukan sekadar perjalanan fisik menuju Ka’bah, tetapi juga perjalanan batin menuju cahaya Ilahi. Setiap langkah ihram, thawaf, dan sa’i menenun untaian doa dalam kesungguhan hati. Ibadah ini menegaskan identitas kita sebagai hamba yang lemah di hadapan Sang Maha Kuasa.
Semoga Allah Swt. memberi kita kesempatan menunaikan haji mabrur dan umrah maqbul, sehingga hati kita tetap terikat dengan-Nya meskipun jasad kembali tenggelam dalam kesibukan dunia.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
