Ramadan selalu menghadirkan nuansa istimewa. Malam-malamnya dipenuhi lantunan ayat Al-Qur’an, doa, dan zikir. Di antara ibadah yang menjadi ciri khas bulan suci ini, umat Islam menegakkan shalat tarawih dan witir. Keduanya bukan hanya sunnah muakkadah, tetapi juga menghadirkan ruang kebersamaan umat, ketika jamaah muslimin memenuhi masjid dengan shaf-shaf yang rapat.
Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari menulis Fathul Mu’in sebagai panduan jelas mengenai tata cara shalat tarawih dan witir. Umat Islam di Nusantara menggunakan kitab ini sebagai pegangan penting dalam tradisi fikih Syafi’iyah, sehingga mereka dapat melaksanakan tarawih dan witir sesuai tuntunan syariat.
Allah berfirman:
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan penuh kekhusyukan.” (QS. Al-Baqarah: 238)
Ayat ini menggerakkan semangat umat Islam untuk menegakkan shalat sunnah, terutama di bulan Ramadan.
Shalat Tarawih dalam Fathul Mu’in
Waktu Shalat Tarawih
Menurut Fathul Mu’in, umat Islam mengerjakan tarawih setelah shalat Isya hingga menjelang fajar. Mereka hanya menunaikannya di bulan Ramadan, baik secara berjamaah maupun munfarid. Namun, shalat berjamaah di masjid lebih utama, sebagaimana Umar bin Khattab RA menghidupkan kembali tradisi tarawih berjamaah.
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Syekh Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in menyebut jumlah rakaat tarawih sebanyak 20 rakaat. Umat Islam menunaikannya dengan salam setiap dua rakaat. Pandangan ini sejalan dengan mazhab Syafi’i dan mayoritas ulama.
Riwayat dari Imam Malik bahkan menyebut 36 rakaat, sedangkan beberapa pendapat menyatakan 8 rakaat berdasarkan praktik Rasulullah ﷺ. Namun, Fathul Mu’in menegaskan bahwa amalan 20 rakaat paling masyhur di kalangan Syafi’iyah.
Tata Cara Pelaksanaan Tarawih
-
Jamaah meniatkan shalat sunnah tarawih di dalam hati.
-
Imam dan makmum membaca surat-surat pendek setelah al-Fatihah, seperti al-Ikhlas, al-Kafirun, atau surat lainnya.
-
Setelah setiap salam, jamaah duduk sejenak atau berzikir sebagai bentuk istirahat (tarwihah).
-
Jamaah biasanya menyelingi tarawih dengan doa, pujian, atau bacaan shalawat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menegakkan shalat di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini mendorong umat Islam untuk dengan penuh semangat menunaikan shalat tarawih.
Shalat Witir dalam Fathul Mu’in
Posisi Witir setelah Tarawih
Shalat witir menutup rangkaian ibadah malam Ramadan. Secara bahasa, witir berarti “ganjil,” dan rakaatnya memang selalu berjumlah ganjil. Fathul Mu’in menegaskan bahwa shalat witir merupakan sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan. Rasulullah ﷺ bahkan tidak pernah meninggalkannya baik ketika bepergian maupun ketika berada di rumah.
Jumlah Rakaat Witir
Menurut Fathul Mu’in, umat Islam dapat menunaikan shalat witir minimal satu rakaat dan maksimal sebelas rakaat. Namun, mayoritas jamaah biasanya melaksanakan tiga rakaat setelah shalat tarawih, dengan dua cara:
-
Menunaikan dua rakaat dengan salam, lalu satu rakaat dengan salam.
-
Menunaikan tiga rakaat sekaligus dengan satu salam tanpa tasyahhud awal agar tidak menyerupai shalat maghrib.
Tata Cara Shalat Witir
-
Jamaah meniatkan shalat sunnah witir.
-
Imam dan makmum membaca al-Fatihah dan surat pendek. Pada rakaat pertama dianjurkan membaca al-A’la, rakaat kedua al-Kafirun, dan rakaat ketiga al-Ikhlas. Riwayat lain menambahkan al-Falaq dan an-Nas.
-
Setelah selesai, imam atau jamaah membaca doa qunut witir pada rakaat terakhir, terutama di separuh akhir Ramadan.
Doa qunut witir masyhur berbunyi:
اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ…
“Ya Allah, berilah aku petunjuk bersama orang yang Engkau beri petunjuk, berilah aku keselamatan bersama orang yang Engkau beri keselamatan…”
Nilai Spiritual Tarawih dan Witir
-
Tarawih sebagai Ruang Kebersamaan
Tarawih mengajarkan arti kebersamaan dalam ibadah. Umat Islam merapatkan shaf dan berdoa bersama, sehingga Ramadan memperkuat hubungan dengan Allah sekaligus meneguhkan ikatan dengan sesama manusia. -
Witir sebagai Penutup Malam
Witir menegaskan bahwa seorang muslim menutup hari dengan doa. Shalat ini menjadi tanda kedekatan hamba dengan Allah sebelum beristirahat. -
Pengingat Kematian dan Kehidupan Abadi
Fathul Mu’in menekankan shalat witir sebagai pesan spiritual bahwa kehidupan manusia akan berakhir, dan amal-amal malam hari akan menjadi saksi di hadapan Allah.
Relevansi Tarawih dan Witir di Era Modern
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, umat Islam menjadikan shalat tarawih dan witir sebagai momen rehat spiritual. Setelah seharian dikejar target dunia, malam Ramadan mengajak manusia kembali hening dan berdiri di hadapan Pencipta.
Masjid-masjid yang penuh saat tarawih memperlihatkan bagaimana umat Islam menemukan kembali rasa kebersamaan yang sering hilang dalam kesibukan. Sementara itu, witir melatih setiap muslim menutup hari dengan doa dan harapan, bukan sekadar rutinitas.
Penutup
Shalat sunnah tarawih dan witir menurut Fathul Mu’in bukan sekadar ibadah tambahan, tetapi jalan untuk mendekat kepada Allah. Tarawih menebarkan semangat kebersamaan, sementara witir menanamkan ketenangan pribadi.
“Malam Ramadan bukan hanya gelap yang dilalui, melainkan cahaya yang umat Islam tenun dari rakaat-rakaat tarawih dan witir. Dari doa yang lirih hingga air mata yang jatuh, semuanya terhimpun dalam pangkuan kasih sayang Allah.”
*Gerwin Satria N
Pegiat Literasi Iqra University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
