Surau.co. Dzikir dan kontemplasi adalah dua kekuatan yang mampu menenangkan jiwa manusia. Dalam kehidupan modern, banyak orang terjebak dalam hiruk pikuk rutinitas: pekerjaan menumpuk, media sosial yang tiada henti, dan kecemasan masa depan yang selalu menghantui. Abu Zayd al-Balkhi, ulama dan pemikir Muslim abad ke-9 dalam kitabnya Masālih al-Abdan wa al-Anfus, menekankan betapa pentingnya menghubungkan hati dengan Allah melalui dzikir, sekaligus mengasah akal melalui kontemplasi. Ia mengibaratkan dzikir sebagai obat yang menyehatkan jiwa, sedangkan kontemplasi sebagai cahaya yang menerangi jalan hidup.
Menemukan Ketenangan dalam Dzikir
Dalam fenomena sehari-hari, kita sering mendengar seseorang berkata, “Saya gelisah, tidak bisa tidur nyenyak, pikiran tidak tenang.” Keresahan seperti ini kerap muncul karena hati jauh dari dzikir. Al-Balkhi menulis:
“إِذَا أَكْثَرَ الْإِنْسَانُ مِنْ ذِكْرِ رَبِّهِ سَكَنَتْ نَفْسُهُ، وَزَالَ عَنْهُ الْقَلَقُ.”
“Apabila manusia memperbanyak dzikir kepada Tuhannya, jiwanya menjadi tenang dan hilanglah darinya kegelisahan.”
Kalimat ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (QS. Ar-Ra’d: 28)
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Dzikir bukan sekadar lantunan lisan, melainkan juga kesadaran batin. Saat hati resah, menyebut nama Allah dengan penuh penghayatan ibarat meneteskan air sejuk ke bara api kegelisahan.
Kontemplasi sebagai Jalan Pencerahan
Selain dzikir, al-Balkhi menekankan pentingnya kontemplasi. Ia menulis:
“إِنَّ النَّظَرَ فِي مَخْلُوقَاتِ اللَّهِ يُنِيرُ الْقَلْبَ، وَيُزِيلُ عَنْهُ غِشَاوَةَ الْجَهْلِ.”
“Sesungguhnya merenungi ciptaan Allah itu menerangi hati, dan menghapus selubung kebodohan darinya.”
Fenomena sederhana bisa menjadi bahan renungan. Misalnya, ketika kita menatap langit malam dengan bintang-bintangnya, hati sering terasa kecil namun juga penuh kagum. Kontemplasi membuat kita sadar bahwa kehidupan ini tidak berdiri sendiri; ada Pencipta yang mengatur segalanya dengan penuh harmoni.
Keseimbangan Obat dan Cahaya
Al-Balkhi memandang kesehatan jiwa tidak cukup hanya dengan dzikir atau hanya dengan berpikir. Ia menulis:
“مَنْ جَمَعَ بَيْنَ ذِكْرِ اللَّهِ وَتَأَمُّلِ الْحِكْمَةِ، فَقَدْ جَمَعَ بَيْنَ الدَّوَاءِ وَالنُّورِ.”
“Barang siapa menggabungkan dzikir kepada Allah dan kontemplasi hikmah, maka ia telah menghimpun obat dan cahaya.”
Dzikir menenangkan hati, kontemplasi menajamkan akal. Bila keduanya dipadukan, jiwa tidak hanya terbebas dari sakit, tetapi juga mampu melangkah dengan terang.
Fenomena Kehidupan Modern
Dalam keseharian kita, stres sering datang dari hal-hal kecil: macet di jalan, beban pekerjaan yang tidak selesai, atau ketidakpastian ekonomi. Banyak orang mencoba mencari pelarian dengan hiburan instan, tetapi justru semakin hampa. Di sinilah relevansi gagasan al-Balkhi terasa. Dzikir memberi ketenangan batin, sementara kontemplasi mengembalikan perspektif hidup yang lebih luas.
Alih-alih tenggelam dalam layar ponsel, duduk sejenak sambil menyebut nama Allah bisa menjadi obat sederhana. Alih-alih panik menghadapi masalah, merenungi makna kehidupan bisa membuka cahaya solusi.
Refleksi Jiwa
Mengapa manusia butuh dzikir dan kontemplasi? Karena jiwa bagaikan taman. Bila hanya disirami dzikir tanpa renungan, ia mungkin subur tapi tidak tumbuh beragam. Bila hanya direnungi tanpa dzikir, ia mungkin indah tapi kering makna. Keduanya harus hadir bersamaan agar jiwa tumbuh harmonis.
Al-Balkhi menutup banyak penjelasannya dengan pesan keseimbangan. Ia menulis:
“الْعَافِيَةُ تَكْمُلُ بِاجْتِمَاعِ طُمَأْنِينَةِ الْقَلْبِ وَاسْتِضَاءَةِ الْعَقْلِ.”
“Kesejahteraan jiwa sempurna dengan berkumpulnya ketenangan hati dan bercahayanya akal.”
Kutipan ini menegaskan bahwa dzikir adalah obat untuk hati yang gundah, sementara kontemplasi adalah cahaya bagi akal yang mencari arah.
Menutup dengan Tindakan Nyata
Apa yang bisa kita lakukan? Mulailah dengan menyediakan waktu khusus untuk dzikir, meskipun hanya lima menit sehari dengan penuh kesadaran. Lalu, sisihkan waktu untuk merenung—entah membaca ayat-ayat Allah di alam, atau menelaah hikmah dari peristiwa sehari-hari. Dengan langkah sederhana ini, kita merawat jiwa agar tetap sehat, tenteram, dan bercahaya.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
