Surau.co. Akal dan iman adalah dua anugerah besar yang dimiliki manusia. Sejak lahir, manusia sudah dibekali fitrah untuk berpikir dan kecenderungan untuk beriman. Namun keduanya tidak selalu berjalan seiring; ada kalanya akal terlalu dominan hingga melupakan rasa, dan ada pula iman yang berapi-api tanpa dasar nalar yang kokoh. Abu Zayd al-Balkhi dalam karya monumental Masālih al-Abdan wa al-Anfus menegaskan pentingnya keselarasan akal dan iman. Baginya, keduanya ibarat dua sayap yang harus bergerak bersamaan agar jiwa bisa terbang dengan seimbang.
Akal sebagai Cahaya Penuntun
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendapati orang yang menghadapi masalah dengan logika tenang, sementara yang lain mudah larut dalam emosi. Akal adalah cahaya yang menerangi jalan ketika manusia berhadapan dengan kegelapan pilihan. Al-Balkhi menulis:
“إِنَّ الْعَقْلَ إِذَا أَضَاءَ لِلْإِنْسَانِ سَبِيلَهُ، تَبَيَّنَ لَهُ مَا يَجْنَبُهُ وَمَا يَطْلُبُهُ.”
“Sesungguhnya akal, ketika ia menerangi jalan manusia, maka tampaklah baginya apa yang harus dihindari dan apa yang harus dicari.”
Kutipan ini menunjukkan bahwa akal tidak hanya berfungsi menghitung keuntungan atau kerugian, tetapi juga membimbing manusia untuk membedakan jalan kebaikan dan keburukan.
Iman sebagai Peneguh Hati
Namun akal saja tidak cukup. Ada saatnya logika tidak mampu menjawab pertanyaan batin terdalam, seperti makna penderitaan atau tujuan hidup. Di sinilah iman berperan sebagai peneguh hati. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (QS. Ar-Ra’d: 28)
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Ayat ini sejalan dengan apa yang ditegaskan al-Balkhi. Menurutnya, iman adalah fondasi yang menguatkan jiwa ketika akal tidak mampu lagi menahan badai kehidupan. Ia menulis:
“وَإِذَا كَانَ الْإِيمَانُ مُسْتَقِرًّا فِي النَّفْسِ، ثَبَتَ الْقَلْبُ وَلَمْ تَتَغَلَّبْ عَلَيْهِ الْمَخَاوِفُ.”
“Apabila iman bersemayam dalam jiwa, hati menjadi teguh dan rasa takut tidak menguasainya.”
Keseimbangan Dua Sayap
Fenomena sehari-hari menunjukkan banyak orang yang pincang karena hanya menggunakan satu sayap. Sebagian terlalu mengandalkan akal hingga lupa sujud, sementara sebagian lain larut dalam emosi keagamaan tanpa berpikir kritis. Abu Zayd al-Balkhi melihat keseimbangan ini sebagai inti kesehatan jiwa. Baginya, akal mengarahkan langkah, iman meneguhkan tujuan.
“مَنْ جَمَعَ بَيْنَ نُورِ الْعَقْلِ وَهُدَى الْإِيمَانِ، أَصَابَ السَّعَادَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ.”
“Barang siapa menggabungkan cahaya akal dan petunjuk iman, ia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.”
Kalimat ini terasa begitu dalam. Ia tidak hanya berbicara tentang teori psikologi, tetapi juga memadukan etika, teologi, dan kesehatan mental.
Aksi Nyata dalam Kehidupan
Lalu bagaimana mewujudkan harmoni akal dan iman dalam kehidupan sehari-hari? Ada beberapa langkah sederhana yang bisa dipraktikkan:
Belajar dan merenung. Gunakan akal untuk memahami ilmu, lalu hubungkan dengan rasa syukur kepada Allah.
Ibadah dengan kesadaran. Shalat bukan hanya rutinitas, melainkan latihan menundukkan ego dan mengasah hati.
Menghadapi masalah dengan tenang. Jangan terburu mengambil keputusan, kombinasikan logika dan doa.
Bersikap seimbang. Hindari ekstrem: terlalu rasional hingga kering iman, atau terlalu emosional hingga lupa berpikir.
Dengan cara itu, kita tidak hanya berteori tentang keseimbangan, tetapi benar-benar menghidupkannya.
Refleksi Akhir
Akal dan iman memang ibarat dua sayap. Jika hanya satu yang mengepak, manusia akan terseret ke arah yang tidak seimbang. Akal tanpa iman bisa melahirkan kesombongan, sementara iman tanpa akal bisa menjerumuskan ke fanatisme buta. Abu Zayd al-Balkhi, dengan kejernihan pikirannya, mengingatkan kita bahwa kesehatan jiwa bukan sekadar terbebas dari stres, melainkan juga mampu menyelaraskan keduanya.
Dalam dunia modern yang penuh guncangan informasi dan tekanan hidup, pesan al-Balkhi terasa semakin relevan. Ia mengajak kita menyeimbangkan nalar dan keyakinan, agar jiwa bisa terbang tinggi dengan tenang. Dengan begitu, setiap gelombang hidup bukan lagi ancaman, melainkan jalan untuk semakin matang dalam berakal dan semakin kokoh dalam beriman.
Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
