Khazanah
Beranda » Berita » Kesedihan Bukan Akhir, Hanya Jalan Menuju Cahaya Baru

Kesedihan Bukan Akhir, Hanya Jalan Menuju Cahaya Baru

ilustrasi kesedihan menuju cahaya baru
Ilustrasi perjalanan batin manusia yang menemukan harapan setelah kesedihanQ

Surau.co. Kesedihan adalah bahasa universal. Ia hadir dalam berbagai wajah: kehilangan orang tercinta, kegagalan yang menghancurkan harapan, patah hati yang menyisakan luka, atau kegelisahan yang sulit dijelaskan. Tidak ada manusia yang benar-benar bisa menghindarinya. Namun, sebagaimana ditulis Abu Zayd al-Balkhī dalam karya klasiknya Masālih al-Abdan wa al-Anfus, kesedihan tidak pernah dimaksudkan sebagai penjara abadi. Ia hanyalah jalan yang mesti dilalui—sebuah proses menuju cahaya baru.

Dalam era modern, istilah kesehatan mental semakin populer. Tetapi berabad-abad sebelum itu, al-Balkhī sudah menegaskan pentingnya memahami luka jiwa. Baginya, tubuh dan jiwa adalah dua sahabat yang tak bisa dipisahkan. Jika salah satunya sakit, maka yang lain pun ikut terguncang. Kesedihan yang berlarut bisa melemahkan tubuh, dan tubuh yang lemah bisa memperparah luka batin.

Saat Kesedihan Menyapa Sehari-hari

Bayangkan seorang anak yang baru saja kehilangan orang tuanya. Ia mungkin tetap tersenyum di hadapan teman-temannya, tetapi di dalam hati ada ruang kosong yang tak tergantikan. Atau seorang pedagang yang tiba-tiba bangkrut; setiap pagi ia bangun dengan hati berat, bingung bagaimana melanjutkan hidup.

Al-Balkhī menggambarkan kondisi itu dengan lugas:

«الْحُزْنُ إِذَا طَالَ عَلَى الْإِنْسَانِ، أَضْعَفَ بَدَنَهُ وَأَظْلَمَ قَلْبَهُ»
“Kesedihan yang berlangsung lama pada manusia akan melemahkan tubuhnya dan menggelapkan hatinya.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pesan ini sederhana, tetapi dalam: kesedihan tidak boleh dibiarkan menguasai diri terlalu lama.

Harapan yang Selalu Ada

Al-Qur’an mengajarkan bahwa hidup tak pernah hanya berisi penderitaan. Setiap kesulitan selalu disertai kemudahan.

﴿فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا • إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا﴾ (الشرح: 5–6)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5–6)

Ayat ini bukan sekadar janji, tetapi juga obat. Kesedihan adalah pintu. Bila kita berani melewatinya, ia akan mengantarkan pada pemahaman baru tentang kekuatan diri. Badai memang membuat langkah berat, tetapi di baliknya ada pelangi yang menunggu.

Menemukan Jalan Keluar dari Kesedihan

Menurut al-Balkhī, kesedihan tidak bisa diatasi hanya dengan mengabaikannya. Ia menekankan pentingnya terapi jiwa, yakni:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

  1. Mengubah cara berpikir – tidak terjebak dalam pikiran negatif.

  2. Mendekatkan diri kepada Allah – menyalakan kembali harapan melalui doa dan dzikir.

  3. Memperluas relasi sosial – membangun hubungan sehat yang memberi dukungan.

Ia menulis:

«مِنْ دَوَاءِ الْحُزْنِ أَنْ يَشْغَلَ الْإِنْسَانُ نَفْسَهُ بِأَعْمَالٍ تُفِيدُهُ وَتُفْرِحُهُ»
“Di antara obat kesedihan adalah ketika manusia menyibukkan dirinya dengan pekerjaan yang bermanfaat dan menyenangkannya.”

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Kesibukan produktif, meski sederhana, bisa menjadi penawar batin. Berbicara dengan sahabat, menulis di buku harian, atau beribadah dengan khusyuk—semua itu dapat menjadi jalan penyembuhan.

Kesedihan sebagai Guru Kehidupan

Mengapa Tuhan menciptakan kesedihan? Mengapa hidup tidak selalu bahagia?

Al-Balkhī menjawab dengan refleksi:

«لَوْلَا الْحُزْنُ، مَا عَرَفَ الْإِنْسَانُ طَعْمَ الْفَرَحِ»
“Seandainya tidak ada kesedihan, manusia tidak akan pernah tahu nikmatnya kebahagiaan.”

Kesedihan adalah guru kehidupan. Ia menumbuhkan empati, membuat manusia lebih peka terhadap penderitaan sesamanya, dan mengajarkan arti syukur saat kebahagiaan datang.

Cahaya di Balik Luka

Rasulullah ﷺ bersabda:

«مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً» (رواه البخاري)
“Allah tidak menurunkan penyakit kecuali Dia menurunkan pula obatnya.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menegaskan: tidak ada luka tanpa jalan penyembuhan. Kesedihan pun demikian. Ia bukanlah penyakit tanpa obat. Doa, kesabaran, lingkungan yang mendukung, dan aktivitas bermanfaat adalah ikhtiar yang menyalakan kembali harapan.

Menjadikan Kesedihan Jalan Menuju Cahaya

Pada akhirnya, kesedihan bukanlah akhir dari perjalanan. Ia hanyalah satu babak dalam hidup—fase yang memaksa kita berhenti sejenak, merenung, lalu tumbuh. Dari kesedihan, lahir keteguhan. Melalui luka, lahir makna, dan dari kegelapan, lahir cahaya.

Al-Balkhī menutup ajarannya dengan hikmah besar: merawat tubuh dan jiwa berarti merawat amanah Allah. Kesedihan boleh datang, tetapi jangan sampai ia merenggut seluruh cahaya dalam diri. Justru, jadikanlah ia jalan untuk menemukan kembali makna hidup.

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement