SURAU.CO-Rafi’ ibn Khadij adalah sahabat Nabi dari kalangan Anshar, berasal dari suku Aus, keturunan Bani Harits. Ayahnya bernama Khudaij ibn Rafi’ ibn Adi yang menikahi Halimah bint Mas’ud al-Bayadhiyah. Dari pernikahan itu mereka memiliki seorang anak, yaitu Rafi’. Keluarga itu tumbuh menjadi salah satu benteng pertahanan Islam yang terus mengajak untuk meninggikan kalimat Allah.
Istri Rafi’ ibn Khadij adalah Ummu Umais yang bersaudara dengan Muhammad dan Mahmud, putra Salamah. Rafi’ sedang dalam usia muda yang penuh semangat ketika mendengar bahwa Rasulullah dan para sahabatnya akan mencegat kafilah Quraisy yang pulang dari Syam. Kafilah yang membawa banyak barang dagangan itu dalam komando Abu Sufyan ibn Harb.
Namun, saat mengetahui rencana Nabi saw., Abu Sufyan langsung mengirim orang kepada kaum Quraisy untuk melindungi harta mereka. Dalam waktu yang singkat para pemimpin Makkah dapat memobilisasi pasukan untuk melindungi kafilah dagang mereka sekaligus menyerang kaum muslim. Ketika pasukan Quraisy bergerak menuju Madinah, Abu Sufyan mengambil rute lain untuk menyelamatkan kafilahnya dan berhasil tiba di Makkah dengan selamat.
Meskipun telah mengetahui bahwa kafilah mereka telah selamat, Abu Jahal bersikukuh memerangi kaum muslim di Badar. Ia memanas-manasi pasukan Quraisy untuk terus bergerak menghadapi kaum muslim.
Rasulullah menolak Rafi ikut Perang Badar
Rafi’ muda yang penuh harap sangat ingin ikut serta dalam pasukan Rasulullah menghadapi kaum musyrik. Namun, karena usianya masih terlalu muda, Rasulullah menyuruhnya pulang.
Ketika Allah memberikan kemenangan gemilang kepada kaum muslim, keinginan Rafi’ untuk ikut serta berjuang bersama Rasulullah semakin bergelora. Ia terus berlatih memanah hingga ia mahir mempergunakan senjata itu.
Masuk dalam pasukan pemanah
Ketika datang seruan untuk Perang Uhud, Rafi’ takut Rasulullah kembali menyuruhnya pulang seperti saat Perang Badar. Maka, ia bersiasat. Ia bergabung dalam barisan dengan memakai kaus kaki yang tebal dan berjinjit agar tampak lebih tinggi. Sebenarnya, Nabi saw. sendiri telah mengetahui kecakapan Rafi’ menggunakan panah. Menjelang peperangan, seperti biasa Rasulullah saw. memeriksa barisan, dan ketika berhadapan dengan Rafi’, beliau mengizinkannya ikut serta. Maka, Rafi’ segera menyiapkan senjatanya, lalu bergabung dengan pasukan Muslim.
Saat perang mulai berkecamuk, Rafi’ menunjukkan kemahirannya memanah dan menjatuhkan musuh. Tapi, sebuah anak panah musuh menancap di dadanya sehingga tak ada jalan baginya kecuali mencabut anak panah tersebut. Sayang, anak panah itu patah, dan patahannya tertinggal di dadanya. Melihat kejadian itu, Rasulullah menghampirinya dan bersabda,
“Kelak di hari kiamat, aku akan menjadi saksimu.”
Luka tusukan panah itu sangat menyakitkan. Alih-alih mengerang dan mundur dari medan perang, patahan anak panah di dadanya itu semakin membuatnya semangat berperang. Ia telah lama memimpikan peperangan semacam ini. Meski luka-lukanya cukup parah, ia dapat pulih seperti sedia kala setelah peperangan usai. Ia pun ikut dalam peperangan Khandaq ketika kaum musyrik Quraisy dan sekutu mereka mengepung Madinah. Saat itu, hujan badai menghancurkan kemah pasukan Quraisy sehingga mereka putus asa dan pulang ke negeri mereka dengan perasaan terhina dan kecewa.
Bergabung dalam kelompok Ali
Semangat tinggi yang dimiliki Rafi’ telah mengantarkannya pada kemuliaan, baik dalam urusan agama maupun dunia. Ia berusaha mengikuti berbagai kegiatan Nabi saw. dan ia pun tidak melupakan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga. Setiap kali ada seruan untuk berjuang, ia langsung sigap dan segera bergabung dalam pasukan. Ketika lama tak ada peperangan, ia sibuk bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhannya. Meski sering mendapatkan luka dari berbagai peperangan, Rafi’ dikaruniai usia yang panjang hingga 86 tahun.
Rafi’ termasuk sahabat Nabi saw. yang tidak suka menyembunyikan kebenaran. Sikapnya itu ia tunjukkan ketika dengan tegas bergabung dengan pasukan Ali ibn Abu Thalib dalam Perang Shiffin.
Ikut meriwayatkan hadis
Ia pun termasuk sahabat yang meriwayatkan hadis. Di antara sahabat yang meriwayatkan darinya adalah Abdullah ibn Umar, Mahmud ibn Labid, al-Saib ibn Yazid, Usaid ibn Zuhair, serta para sahabat lain. Dari kalangan tabiin juga ada yang mengambil riwayat darinya, seperti Mujahid, Atha, al-Sya‘bi, cucunya sendiri, yaitu Ubayah ibn Rifa’ah ibn Rafi’, Umrah bint Abdurrahman, dan para tabiin lain.
Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Rafi’ adalah sabda Rasulullah saw.:
“Jika salah seorang di antara kalian memiliki tanah kosong, tanamilah atau berikanlah kepada saudaranya untuk dimanfaatkan.”
Diriwayatkan dari Muhammad ibn Ishaq dari Ashim ibn Umar ibn Qatadah dari Mahmud ibn Labid dari Rafi’ ibn Khudaij bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Perbanyaklah (amal) di waktu fajar, karena (waktu itu) lebih besar untuk (mendatangkan) pahala.”
Menjadi pribadi yang banyak melakukan amal
Rafi’ selalu memegang teguh sabda Rasulullah,
“Sebaik-baik kalian adalah yang panjang usianya dan bagus amalnya.”
Ia sendiri telah membuktikan sabda Nabi saw. itu. Ia dikaruniai usia yang panjang dan banyak melakukan amal kebaikan.
Pada masa Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata anak panah yang tertanam di dadanya bergeser yang menyebabkan infeksi sehingga ia jatuh sakit. Saat itulah ia terkenang kembali masa-masa perjuangannya bersama Rasulullah. Tak lama berselang, ia meninggal dunia. Di antara yang ikut menyalatinya adalah Abdullah ibn Umar. Saat itu Abdullah ibn Umar berkata, “Shalatlah kalian atas sahabat kalian sebelum matahari mengecil dan terbenam.” (St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
