Surau.co. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, banyak orang berlari tanpa arah. Ada yang terjebak dalam kesibukan kerja, ada yang larut dalam ambisi, ada pula yang tenggelam dalam kecemasan. Semua itu sering meninggalkan tubuh yang lelah dan jiwa yang rapuh. Padahal, tubuh dan jiwa adalah dua anugerah Allah yang harus dijaga dengan seimbang.
Kitab klasik Masālih al-Abdan wa al-Anfus karya Abu Zayd al-Balkhi sudah menekankan hal ini sejak berabad-abad lalu. Ia mengingatkan bahwa menjaga tubuh dan jiwa bukanlah dua perkara terpisah, melainkan jalan menuju kebahagiaan yang utuh. Makan dengan syukur, tidur dengan tenang, dan hidup dengan seimbang menjadi kunci agar manusia tetap kuat menghadapi tantangan.
Tubuh yang Dijaga dengan Syukur
Tubuh manusia adalah pintu bagi jiwa untuk merasakan dunia. Tanpa tubuh yang sehat, jiwa sulit bergerak bebas. Abu Zayd al-Balkhi menulis:
“الغذاء المعتدل يحفظ البدن، ويقوي النفس”
“Makanan yang seimbang menjaga tubuh dan menguatkan jiwa.”
Kesehatan tubuh sangat dipengaruhi oleh makanan. Berlebihan dalam makan membawa penyakit, sementara kekurangan juga melemahkan. Karena itu, Islam menganjurkan kesederhanaan. Allah berfirman:
“وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا” (الأعراف: 31)
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
Makan dengan syukur bukan sekadar mengisi perut, melainkan menghargai nikmat Allah. Dengan makanan yang halal, bergizi, dan secukupnya, tubuh terjaga dan jiwa pun merasa tenteram.
Jiwa yang Tenang Membawa Kesehatan
Selain tubuh, jiwa juga butuh perhatian. Banyak penyakit muncul bukan dari makanan, melainkan dari hati yang gelisah dan pikiran yang tertekan. Abu Zayd al-Balkhi berkata:
“الهمّ يفسد النفس، وإذا فسدت النفس أضعفت البدن”
“Kesedihan merusak jiwa, dan jika jiwa rusak, ia akan melemahkan tubuh.”
Ungkapan ini terbukti dalam kehidupan nyata. Orang yang terus menerus cemas lebih mudah sakit. Sementara orang yang hatinya penuh syukur biasanya lebih kuat menghadapi cobaan. Jiwa yang tenang adalah obat terbaik.
Al-Qur’an pun menegaskan:
“الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ” (الرعد: 28)
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Dzikir, doa, dan ibadah adalah cara mengobati kegelisahan jiwa. Dengan hati yang tenang, tubuh pun ikut merasakan kekuatannya.
Tidur dengan Cukup, Hidup Lebih Seimbang
Sering kali manusia mengabaikan istirahat. Demi pekerjaan, hiburan, atau ambisi pribadi, tidur dipangkas. Padahal, tubuh dan jiwa membutuhkan istirahat sebagaimana tanah membutuhkan hujan. Abu Zayd al-Balkhi menulis:
“النوم راحة للبدن، وراحة للنفس، ومن حرمهما فقد ظلم نفسه”
“Tidur adalah istirahat bagi tubuh dan jiwa. Siapa yang menghalangi dirinya darinya, ia telah menzalimi dirinya sendiri.”
Tidur bukan kelemahan, tetapi kebutuhan. Dengan tidur yang cukup, otak kembali jernih, hati kembali tenang, dan tubuh kembali kuat. Sebaliknya, kurang tidur membuat jiwa mudah marah, tubuh gampang sakit, dan pikiran kusut.
Rasulullah ﷺ sendiri mencontohkan pola hidup seimbang: bekerja, beribadah, berinteraksi dengan keluarga, dan memberi waktu untuk istirahat.
Seimbang dalam Menjalani Kehidupan
Keseimbangan adalah inti pesan dari Masālih al-Abdan wa al-Anfus. Makan dengan syukur menjaga tubuh. Tidur dengan tenang menjaga jiwa. Hidup dengan seimbang menghubungkan keduanya.
Abu Zayd al-Balkhi memberikan nasihat sederhana namun tajam:
“إذا صلح البدن ولم تصلح النفس، لم يكمل العيش، وإذا صلحت النفس ولم يصلح البدن، تعذّب الإنسان”
“Jika tubuh baik tetapi jiwa tidak, hidup tidak akan sempurna. Jika jiwa baik tetapi tubuh rusak, manusia akan tersiksa.”
Hidup modern membuat banyak orang lebih memikirkan satu sisi saja. Ada yang fokus pada kebugaran fisik, tetapi jiwa kosong. Ada yang sibuk menenangkan batin, tetapi tubuh sakit karena kurang terawat. Padahal, keduanya adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Refleksi Penutup
Makan dengan syukur berarti menyadari bahwa setiap suapan adalah nikmat Allah. Tidur dengan tenang berarti memberi tubuh dan jiwa kesempatan untuk pulih. Hidup dengan seimbang berarti menjaga agar keduanya saling menguatkan.
Kitab klasik ini seolah memberi pesan sederhana: jangan abaikan tubuh, jangan lupakan jiwa. Sehat bukan hanya soal tidak sakit, tetapi soal bagaimana tubuh dan jiwa saling mendengar, saling menguatkan, dan saling menuntun menuju kehidupan yang lebih bermakna.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
