Khazanah
Beranda » Berita » Malik ibn al-Tayihan: Saksi Dua Baiat Aqabah

Malik ibn al-Tayihan: Saksi Dua Baiat Aqabah

Malik ibn al-Tayihan: Saksi Dua Baiat Aqabah
Ilustrasi para sahabat menikmati kurma di kebun.

SURAU.CO-Malik ibn al-Tayihan adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, keturunan suku Aus. Ada juga yang mengatakan bahwa ia berasal dari Bani Balawi, keturunan Bali ibn Amr ibn al-Haf ibn Qudha‘ah yang bersekutu dengan Bani Abdi al-Asyhal. Ayahnya bernama al-Tayihan ibn Malik ibn Ubaid.

Ia termasuk di antara beberapa orang yang ikut menyaksikan dua Baiat Aqabah. Nama panggilannya adalah Abu al-Haitsam.

Rasulullah mengambil baiat

Pada Baiat Aqabah kedua namanya mulai mencuat, bersama kaum Anshar lainnya yang berjumlah 70 orang lebih yang berkumpul di Aqabah. Setelah Rasulullah saw. memberi penjelasan tentang Islam dan berbagai hal yang berkaitan dengan perjanjian, beliau bersabda, “Aku mengambil sumpah kalian, bahwa kalian akan menjagaku seperti kalian menjaga wanita dan anak-anak kalian.”

Menurut Abu Ja‘far al-Thabari, setelah mendengar penjelasan Rasulullah, al-Barra ibn Ma’rur langsung bangkit, meraih tangan Rasulullah, lalu berkata, “Ya, demi zat yang mengutus [beliau] sebagai nabi dengan kebenaran, sungguh kami akan melindungimu seperti kami melindungi istri dan anak-anak kami. Baiatlah kami wahai Rasulullah. Kami adalah ahli perang dan ahli senjata, keahlian yang kami warisi dari generasi ke generasi.”

Pertanyaan Malik ibn al-Tayihan pada Rasulullah

Namun tiba-tiba Abu Haitsam memotong perkataan al-Barra. Ia menyampaikan suatu pandangan yang menurutnya lebih penting, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saat ini kami memiliki hubungan dengan orang Yahudi dan kami berniat untuk memutuskan hubungan itu. Kelak, jika kami tak lagi bersekutu dengan mereka, kemudian Allah memberi kemenangan kepadamu, apakah engkau akan kembali kepada kaummu dan meninggalkan kami?”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah tersenyum, menenangkan laki-laki itu, memujinya, dan kemudian berkata, “Darahmu adalah darahku, kehancuranmu adalah kehancuranku. Aku bagian dari kalian dan kalian bagian dariku. Aku memerangi orang yang memerangi kalian dan berdamai dengan orang yang damai dengan kalian.”

Kemudian Rasulullah saw. juga bersabda, “Pilihlah di antara kalian dua belas orang pemimpin sebagai wakilku yang akan bertanggung jawab untuk menyeru kaumnya masing-masing.” Kemudian mereka memilih dua belas orang pemimpin, sembilan orang dari kabilah Khazraj dan tiga orang dari kabilah Aus.

Malik ibn al-Tayihan yang pertama berbaiat

Ada perbedaan pendapat tentang siapa yang pertama kali berbaiat kepada Rasulullah saw. Sebagian mengatakan bahwa yang pertama mengucapkan baiat adalah Malik ibn al-Tayihan sebagaimana diakui oleh Bani Abdi al-Asyhal. Namun, Bani al-Najjar mengatakan bahwa orang yang pertama berbaiat kepada Rasulullah saw. adalah As‘ad ibn Zararah. Sementara menurut Bani Salimah, yang pertama berbaiat kepada Rasulullah saw. adalah Ka‘b ibn Malik. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa orang pertama yang mengucapkan baiat pada malam itu adalah al-Barra ibn Ma’rur.

Malik ibn al-Tayihan terpilih untuk memimpin Bani al-Asyhal. Setelah berbaiat kepada Rasulullah, kaum Anshar pulang bersama dua belas pemimpin mereka. Tiba di Yatsrib mereka menyebarkan ajaran yang mereka terima kepada kerabat dan keluarga. Mereka terus menyebarkan dan mengajarkan Islam seraya menunggu kedatangan Rasulullah saw. ke Yatsrib. Setiap hari mereka terus menunggu dengan sabar.

Syair menyambut Rasulullah

Ketika Rasulullah saw. tiba bersama Abu Bakr al-Shiddiq, mereka menyambutnya dengan meriah, laki-laki dan wanita, tua dan muda, semuanya keluar rumah untuk menyambut tamu agung. Ketika Rasulullah memasuki Yatsrib, mereka mengumandangkan tahlil dan takbir. Kegembiraan itu mereka ungkapkan dengan melantunkan syair yang sangat populer:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Purnama telah terbit di antara kita dari Tsaniya al-Wada’
Wajib kita ungkapkan syukur atas ajaran yang didakwahkannya
Hai Nabi yang diutus pada kami, kau datang dengan ajaran yang wajib dipatuhi
Kau datang untuk muliakan Madinah, selamat datang duhai penganjur terbaik

Bergabung dalam Perang Badar

Malik sangat mencintai jihad untuk memerangi musuh-musuh Allah. Ketika Rasulullah saw. menyeru kaum muslim menuju Badar, ia segera bergabung. Dalam perang itu ia dihadapkan pada dua pilihan baik, menunggu di gua dengan rasa bosan hingga kaum muslim meraih kemenangan atau mati syahid yang dapat membawanya ke surga.

Saat kecamuk perang telah berhenti, denting pedang tak lagi terdengar, dan debu perang mulai menipis, Malik tertegun menyaksikan pemandangan yang di luar dugaannya. Ia melihat para pemuka Quraisy bergelimpangan menjadi mayat. Tak ada lagi kesombongan yang biasa keluar dari mulut mereka. Allah telah menganugerahkan kemenangan besar kepada kaum muslim. Sejak itu, banyak peperangan yang disaksikan Malik bersama Rasulullah saw. hingga beliau wafat.

Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Muhammad ibn Ismail dari Adam ibn Abu Iyas dari Syaiban Abu Muawiyah dari Abdul Malik ibn Umair dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah keluar di satu waktu yang tidak biasa dan tidak ada orang yang menemui beliau. Kemudian datang Abu Bakr, dan Rasul bertanya, “Apa yang membawamu datang, wahai Abu Bakr?” Abu Bakr menjawab, “Aku datang untuk bertemu Rasulullah saw. dan melihat wajahnya serta mengucapkan salam kepadanya.”

Malik ibn al-Tayihan : menyajikan kurma untuk Rasulullah

Tak berapa lama kemudian datang Umar ibn al-Khattab, dan Rasul bertanya, “Apa yang membawamu datang, wahai Umar?” Umar r.a. menjawab, “Lapar, wahai Rasulullah!” Rasul bersabda, “Aku juga merasakannya sedikit.” Maka mereka pergi ke rumah al-Haitsam ibn al-Tayihan al-Anshari. Al-Haitsam memiliki banyak pohon kurma tetapi tidak punya pembantu.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Setibanya di sana, mereka tak menemukan al-Haitsam hingga mereka bertanya kepada istrinya, “Mana suamimu?” Wanita itu menjawab, “Ia sedang mengambil air minum.” Tak lama kemudian Abu al-Haitsam datang membawa wadah besar berisi air. Ia letakkan wadah itu kemudian mendekati Nabi saw. dan melayani beliau. Ia lantas mengajak mereka ke kebun kurma. Tiba di sana ia hamparkan tikar untuk duduk, kemudian ia bawakan setandan kurma yang masak. Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah sebaiknya kau bersihkan dulu kurma yang matang dan segar ini?” Al-Haytsam menjawab, “Wahai Rasulullah, aku ingin agar Paduka memilihnya lebih dahulu.” Setelah itu mereka makan dan minum bersama, kemudian beliau bersabda, “Ini, demi Dzat yang menguasai diriku, adalah kenikmatan yang akan ditanyakan pada kalian kelak pada hari kiamat, tempat yang teduh, kurma yang masak dan baik, serta air yang segar.”

Abu al-Haytsam wafat di Madinah pada 20 Hijrah di masa kekhalifahan Umar ibn al-Khattab r.a. Pendapat lain mengatakan ia wafat pada 21 Hijrah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia gugur dalam Perang Shiffin di pihak Ali pada 37 Hijrah. Ada lagi yang berpendapat bahwa ia bergabung dalam barisan Ali pada Perang Shiffin, tetapi tidak lama setelah peperangan ia wafat.(St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement