Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Tubuh dan Jiwa Belajar Saling Mendengar

Ketika Tubuh dan Jiwa Belajar Saling Mendengar

ilustrasi harmoni tubuh dan jiwa
Sosok manusia duduk di alam tenang, simbol keseimbangan tubuh dan jiwa.

Surau.co. Di era modern, kita kerap melihat pemandangan paradoks: manusia yang tubuhnya sehat namun batinnya rapuh, atau jiwa yang bersemangat namun raga tak kuasa menopang. Fenomena ini seolah menegaskan apa yang sejak lama diwariskan para ulama klasik: tubuh dan jiwa tidak bisa dipisahkan. Keduanya ibarat dua saudara kembar yang berjalan bersama—saling menguatkan, sekaligus saling melemahkan.

Abu Zayd al-Balkhī (w. 934 M), seorang ilmuwan dan sufi besar, menulis kitab Masālih al-Abdan wa al-Anfus(“Kesehatan Tubuh dan Jiwa”). Di dalamnya ia merumuskan keseimbangan jasmani dan rohani sebagai fondasi kehidupan. Ia mengibaratkan tubuh sebagai bangunan, sementara jiwa adalah cahaya di dalamnya. Tanpa bangunan, cahaya tak punya wadah; tanpa cahaya, bangunan hanyalah ruang kosong.

Tubuh dan Jiwa: Saudara Kembar yang Tak Terpisahkan

Al-Balkhī menulis dengan indah:

«فإن البدن والأنفس بمنزلة التوأمين، إذا اعتلّ أحدهما اعتلّ الآخر»
“Sesungguhnya tubuh dan jiwa ibarat saudara kembar; bila salah satunya sakit, maka yang lain pun ikut merasakan sakit.”

Analogi ini terasa begitu nyata dalam kehidupan sehari-hari. Saat sakit gigi, misalnya, seseorang bisa mudah marah, sulit berkonsentrasi, dan kehilangan kesabaran. Sebaliknya, ketika hati dirundung gelisah, tubuh kehilangan energi meski asupan makanan bergizi sudah cukup.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Inilah sebabnya, keseimbangan antara tubuh dan jiwa tidak bisa hadir secara instan. Ia membutuhkan kesadaran, latihan, dan kepekaan untuk mendengar suara raga sekaligus suara batin.

Tubuh yang Sehat, Jiwa yang Kuat

Tubuh manusia adalah amanah dari Allah, dan menjaganya merupakan bentuk ibadah. Al-Qur’an menegaskan:

﴿وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ (البقرة: 195)
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Al-Balkhī mengingatkan pentingnya pola hidup sehat: mengatur makanan, berolahraga, dan memberi tubuh hak istirahat. Ia menulis:

«الغذاء إذا كان معتدلاً أصلح البدن وأراح النفس»
“Makanan yang seimbang akan memperbaiki tubuh dan menenangkan jiwa.”

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Kalimat sederhana ini begitu dalam maknanya. Penyakit modern seperti obesitas, hipertensi, atau diabetes sering lahir bukan karena kekurangan, melainkan karena berlebihan. Saat tubuh dipelihara dengan bijak, jiwa pun akan merasa tenteram.

Jiwa yang Tenang, Tubuh yang Tenteram

Tidak kalah penting dari kesehatan fisik adalah kesehatan batin. Al-Balkhī menulis tentang bagaimana kesedihan, kecemasan, dan stres dapat menghancurkan tubuh.

«الهمّ يذيب الجسد كما تذيب النار الحطب»
“Kesedihan mencairkan tubuh sebagaimana api melumat kayu.”

Kutipan ini terasa relevan di era modern. Tekanan sosial, persaingan kerja, dan arus media sosial yang penuh perbandingan membuat banyak orang menderita stres kronis. Akibatnya, daya tahan tubuh melemah, tidur terganggu, dan pikiran kehilangan kejernihan.

Al-Qur’an memberi obat sederhana namun mendalam:

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

﴿أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ﴾ (الرعد: 28)
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Ketenangan batin adalah energi besar yang menguatkan tubuh. Dzikir, doa, dan rasa syukur menghadirkan daya tahan yang sering kali tidak bisa dijelaskan secara medis semata.

Latihan Keseimbangan dalam Kehidupan Sehari-hari

Ajaran dalam kitab klasik ini bukan teori kosong. Ia hadir dalam praktik sehari-hari:

  • Saat tubuh lelah, jangan dipaksa bekerja tanpa jeda. Istirahat adalah bagian dari produktivitas.

  • Saat hati gelisah, beri ruang untuk menenangkan diri lewat dzikir, doa, atau percakapan hangat dengan sahabat.

  • Saat stres, carilah aktivitas yang menyeimbangkan, seperti berjalan di alam, membaca, atau beribadah dengan khusyuk.

Al-Balkhī menulis:

«النفوس تحتاج إلى ما يفرّج همومها كما يحتاج البدن إلى الراحة»
“Jiwa membutuhkan sesuatu yang melepaskan kesedihannya sebagaimana tubuh membutuhkan istirahat.”

Hadis Nabi ﷺ juga menegaskan pentingnya keseimbangan ini:

«المؤمن القوي خير وأحب إلى الله من المؤمن الضعيف، وفي كل خير» (رواه مسلم)
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Namun pada keduanya ada kebaikan.” (HR. Muslim)

Kekuatan di sini bukan hanya fisik, tetapi juga batin. Mukmin yang sehat tubuh dan jiwanya akan lebih siap mengabdi kepada Allah dan melayani sesama.

Refleksi: Menata Ulang Hubungan dengan Diri

Banyak orang jatuh bukan karena kurang makanan, melainkan karena kehilangan makna. Banyak pula yang rapuh bukan karena penyakit, melainkan karena jiwanya gersang dari kasih sayang dan iman.

Hikmah dari Masālih al-Abdan wa al-Anfus adalah ajakan untuk menata ulang hubungan dengan diri sendiri:

  • Dengarkan tubuhmu saat ia lelah.

  • Dengarkan jiwamu saat ia gelisah.

  • Rawat keduanya dengan penuh cinta dan tanggung jawab.

Karena tubuh dan jiwa adalah saudara kembar yang Allah amanahkan untuk kita jaga. Dan hanya dengan merawat keduanya, manusia bisa melangkah lebih jauh, lebih kuat, dan lebih bijaksana.

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement