Surau.co. Fenomena penglihatan selalu menjadi pertanyaan besar dalam sejarah peradaban. Bagaimana manusia bisa melihat dunia sekitarnya? Apakah cahaya keluar dari mata, atau justru mata menerima cahaya dari luar? Pertanyaan sederhana ini ternyata melahirkan perdebatan panjang dalam filsafat Yunani kuno dan sains Islam. Salah satu karya monumental yang menjawabnya adalah Kitāb al-Manāẓir karya Ibn al-Haytham, seorang ilmuwan besar dari abad ke-11 yang oleh banyak sejarawan disebut sebagai bapak optika modern.
Sejak paragraf pertama, perlu ditegaskan bahwa Kitāb al-Manāẓir tidak hanya berfungsi sebagai karya ilmiah tentang penglihatan, tetapi juga sebuah kritik tajam terhadap teori Aristoteles dan Ptolemaios. Kritik ini bukanlah sekadar bantahan, melainkan upaya menegakkan metode ilmiah berbasis eksperimen yang kemudian menjadi ciri khas ilmu pengetahuan modern.
Perdebatan Lama tentang Cara Mata Melihat
Aristoteles berpendapat bahwa mata mampu melihat karena adanya “medium transparan” yang memungkinkan objek ditangkap oleh penglihatan. Sementara Ptolemaios, dalam teori intromission-nya, berpendapat bahwa penglihatan terjadi karena pancaran sinar dari mata menuju objek. Kedua teori ini sama-sama berusaha menjawab pertanyaan mendasar, namun menyisakan banyak kelemahan.
Bayangkan kehidupan sehari-hari: ketika kita menyalakan lampu di ruangan gelap, jelas yang menyebar adalah cahaya dari sumber, bukan dari mata kita. Ibn al-Haytham menyadari bahwa ada ketidakselarasan dalam pandangan para filsuf Yunani. Ia kemudian menempuh jalan baru, memadukan observasi dengan eksperimen.
Dalam Kitāb al-Manāẓir, ia menulis:
“إِنَّ الْإِبْصَارَ يَتِمُّ بِوُصُولِ أَشْعَةِ النُّورِ إِلَى الْعَيْنِ”
“Sesungguhnya penglihatan terjadi dengan sampainya sinar cahaya ke mata.”
Pernyataan ini sekaligus menolak teori emisi Ptolemaios dan memperkuat prinsip bahwa cahaya dari luar memasuki mata.
Ibn al-Haytham dan Semangat Eksperimen
Hal menarik dari Kitāb al-Manāẓir adalah bagaimana Ibn al-Haytham menjadikan eksperimen sebagai jalan utama. Ia menggunakan ruangan gelap dengan satu lubang kecil (yang kelak dikenal sebagai camera obscura) untuk membuktikan bahwa cahaya berjalan lurus. Dari percobaan sederhana itu, lahirlah pengetahuan yang memengaruhi perkembangan kamera modern.
Ia menuliskan:
“إِنَّ الضَّوْءَ يَسِيرُ فِي خَطٍّ مُسْتَقِيمٍ”
“Sesungguhnya cahaya bergerak dalam garis lurus.”
Kalimat ini tampak sederhana, tetapi pada masanya merupakan revolusi. Ia tidak hanya berfikir berdasarkan spekulasi, melainkan melakukan demonstrasi fisik. Inilah mengapa banyak ilmuwan Barat kemudian menyebut Ibn al-Haytham sebagai pionir metode ilmiah.
Kritik terhadap Aristoteles dan Ptolemaios
Ibn al-Haytham tidak serta-merta membuang pandangan pendahulunya. Ia membaca dengan serius, lalu mencari celah logika. Kepada Aristoteles, ia mengkritik gagasan medium transparan yang dianggap cukup untuk menjelaskan penglihatan. Menurutnya, penjelasan itu kabur dan tidak memberikan mekanisme jelas bagaimana gambar masuk ke mata.
Kepada Ptolemaios, kritiknya lebih tajam. Jika benar mata memancarkan cahaya, bagaimana mungkin kita bisa melihat bintang yang sangat jauh tanpa adanya cahaya tambahan? Dengan eksperimen sederhana, ia membuktikan bahwa yang benar adalah mata menerima cahaya, bukan memancarkan.
Al-Qur’an juga memberikan inspirasi reflektif bagi pandangan Ibn al-Haytham. Dalam Surah An-Nūr (24:35) disebutkan:
“اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ”
“Allah adalah cahaya langit dan bumi.”
Makna ayat ini tidak hanya metaforis, tetapi juga membuka ruang kontemplasi tentang peran cahaya dalam kehidupan. Cahaya adalah perantara bagi manusia untuk memahami ciptaan-Nya.
Kitāb al-Manāẓir dan Warisan Ilmiah
Warisan Ibn al-Haytham tidak berhenti pada teorinya tentang cahaya. Ia juga mempelajari anatomi mata, menjelaskan fungsi kornea, lensa, dan retina. Ia menegaskan bahwa gambar benda terbentuk terbalik di retina, lalu diproses oleh otak. Pemahaman ini jauh mendahului teori penglihatan modern.
Ia menulis:
“إِنَّ الصُّورَةَ تَنْعَكِسُ فِي جَوْفِ الْعَيْنِ ثُمَّ يُدْرِكُهَا الْعَقْلُ”
“Sesungguhnya bayangan terpantul di dalam mata, kemudian dipahami oleh akal.”
Pernyataan ini menegaskan bahwa penglihatan bukan hanya soal organ, tetapi juga melibatkan kesadaran. Sains dan filsafat berpadu dalam pemikiran Ibn al-Haytham.
Relevansi untuk Kehidupan Sehari-hari
Mungkin kita bertanya, apa pentingnya membahas teori penglihatan abad pertengahan di era modern? Jawabannya sederhana: kita belajar bahwa ilmu pengetahuan lahir dari keberanian mengkritik dan menguji. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menerima begitu saja informasi tanpa membuktikan kebenarannya. Ibn al-Haytham memberi teladan untuk bersikap kritis namun tetap rendah hati.
Dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan:
“طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ”
“Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap muslim.” (HR. Ibn Mājah)
Hadis ini seakan meneguhkan langkah Ibn al-Haytham. Ia tidak puas dengan pengetahuan turun-temurun, tetapi berusaha menemukan kebenaran dengan cara yang dapat diuji. Semangat itu relevan untuk setiap pencari ilmu di era informasi hari ini.
Penutup: Cahaya sebagai Jalan Pengetahuan
Kitāb al-Manāẓir bukan hanya karya optika, melainkan simbol bahwa ilmu berkembang lewat pertanyaan kritis dan eksperimen. Kritik Ibn al-Haytham terhadap Aristoteles dan Ptolemaios menunjukkan bahwa peradaban Islam memiliki tradisi ilmiah yang kuat dan rasional.
Cahaya yang ia teliti bukan sekadar fenomena fisika, melainkan juga metafora perjalanan manusia mencari kebenaran. Seperti firman Allah SWT:
“وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ”
“Dan Kami jadikan bagi kalian di bumi berbagai sumber kehidupan, meski kalian bukanlah pemberi rezeki.” (QS. Al-Hijr: 20)
Cahaya, ilmu, dan kehidupan adalah anugerah yang saling berkaitan. Dengan memahami warisan Ibn al-Haytham, kita tidak hanya menghargai sains, tetapi juga merasakan keagungan Sang Pencipta.
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
