Zakat adalah ibadah sosial yang menghubungkan langit dan bumi, menyatukan doa dengan aksi nyata, serta menghadirkan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Dalam kitab Safinatun Najah, Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami menjelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat). Penjelasan ini berakar dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, yang menetapkan delapan golongan penerima zakat.
Allah SWT berfirman:
﴿إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ﴾
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk memerdekakan hamba sahaya, untuk orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk ibnu sabil, sebagai kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60)
Ayat ini menjadi dasar utama pembahasan mustahiq zakat dalam kitab Safinatun Najah. Mari kita telaah delapan golongan tersebut secara runtut.
Fakir
Fakir adalah orang yang hampir tidak memiliki harta maupun pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam bahasa sederhana, fakir adalah mereka yang serba kekurangan hingga tak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Safinatun Najah menekankan pentingnya memberikan zakat kepada fakir karena mereka paling membutuhkan. Rasulullah ﷺ bersabda:
«اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا، وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا، وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ»
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin.” (HR. Tirmidzi)
Hadits ini menunjukkan betapa mulianya kedudukan orang fakir di sisi Allah.
Miskin
Miskin adalah orang yang masih memiliki sebagian penghasilan, tetapi tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Misalnya seorang buruh harian yang pendapatannya hanya bisa menutupi sebagian kebutuhan keluarga.
Dalam konteks sosial, zakat bagi miskin adalah penopang agar mereka tidak semakin terpuruk. Berbeda dengan fakir, orang miskin memiliki sedikit penghasilan, tetapi tetap tidak mencapai taraf hidup layak.
Amil Zakat
Amil zakat adalah orang-orang yang diberi tugas mengurus zakat, mulai dari mengumpulkan, mencatat, hingga mendistribusikan. Dalam Safinatun Najah, mereka berhak menerima zakat bukan karena miskin, tetapi karena peran mereka yang sangat penting.
Keberadaan amil menjadikan zakat terorganisasi dengan baik, adil, dan tepat sasaran. Mereka adalah ujung tombak yang menjaga ibadah zakat tetap terlaksana sesuai syariat.
Muallaf
Muallaf adalah orang yang baru masuk Islam atau orang yang diharapkan hatinya melunak terhadap Islam. Dalam kitab Safinatun Najah, zakat diberikan kepada muallaf agar mereka semakin kokoh dalam keimanan dan memiliki dukungan sosial.
Kebijakan ini bukan hanya masalah spiritual, tetapi juga strategi sosial. Islam memandang zakat sebagai sarana menguatkan ukhuwah dan menumbuhkan kepercayaan diri bagi mereka yang baru mengenal agama.
Riqab (Memerdekakan Hamba Sahaya)
Pada masa lalu, salah satu fungsi zakat adalah membebaskan budak atau tawanan. Meskipun praktik perbudakan tidak ada lagi dalam konteks modern, makna zakat bagi riqab bisa diterjemahkan sebagai bantuan pembebasan dari belenggu ketidakadilan.
Beberapa ulama kontemporer memaknainya dengan program rehabilitasi sosial, pembebasan dari jerat utang berbunga, atau pelepasan dari penindasan struktural. Dengan demikian, pesan keadilan dari zakat tetap relevan hingga kini.
Gharimin (Orang yang Berutang)
Gharimin adalah orang yang terlilit utang karena kebutuhan mendesak dan halal, bukan untuk maksiat. Contohnya, seseorang yang berutang demi biaya berobat keluarganya atau membantu orang lain yang kesusahan.
Safinatun Najah menegaskan bahwa mereka berhak menerima zakat agar terbebas dari jerat utang. Dengan demikian, zakat berfungsi sebagai instrumen penyelamat sosial dan ekonomi umat.
Fi Sabilillah
Fi sabilillah secara harfiah berarti “di jalan Allah”. Ulama klasik menafsirkannya sebagai mereka yang berjuang secara fisik mempertahankan agama. Namun, ulama kontemporer memperluas maknanya mencakup kegiatan dakwah, pendidikan Islam, dan perjuangan sosial demi menegakkan nilai Islam.
Dengan kata lain, zakat fi sabilillah adalah energi yang menopang dakwah agar cahaya Islam tetap menyinari dunia.
Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan kehabisan bekal, meskipun sebenarnya ia orang kaya di kampung halamannya. Dalam Safinatun Najah, mereka berhak menerima zakat agar bisa melanjutkan perjalanan.
Zakat untuk ibnu sabil menunjukkan betapa Islam memperhatikan setiap situasi manusia. Bahkan musafir yang sekilas tampak kuat, tetap mendapat ruang untuk dibantu ketika menghadapi keterbatasan.
Delapan Golongan: Simbol Keadilan Sosial
Delapan golongan mustahiq zakat adalah wajah keadilan sosial dalam Islam. Dari fakir miskin hingga musafir, Islam menghadirkan skema distribusi yang adil. Tidak ada satu pun golongan masyarakat yang terabaikan.
Dalam praktiknya, Safinatun Najah menekankan keseimbangan dalam distribusi. Tidak boleh seluruh zakat hanya diberikan pada satu golongan, sementara golongan lain dibiarkan. Prinsip ini menjaga agar zakat menjadi instrumen pemerataan kesejahteraan.
Zakat adalah jembatan antara si kaya dan si miskin, antara yang berlebih dan yang kekurangan. Delapan golongan mustahiq zakat yang diajarkan Safinatun Najah adalah bukti kasih sayang Allah yang merangkul semua.
Semoga zakat yang kita tunaikan bukan hanya angka 2,5%, tetapi juga nurani yang berbagi. Sebab, zakat bukan sekadar kewajiban, melainkan jalan untuk membersihkan jiwa dan menyatukan hati.
*Gerwin Satria Nirbaya
Pegiat Literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
