Zakat merupakan kewajiban agung dalam Islam yang menyatukan dimensi spiritual dan sosial. Allah memerintahkan zakat bukan sekadar sebagai ibadah ritual, tetapi juga sebagai instrumen pemerataan kesejahteraan. Dalam kitab Safinatun Najah, salah satu rujukan fikih Syafi’iyah yang ringkas namun kaya makna, para ulama menjelaskan aturan khusus mengenai jenis harta yang wajib dizakati.
Kitab tersebut membahas zakat dalam beberapa kategori, di antaranya zakat emas dan perak, zakat perdagangan, serta zakat pertanian dan hewan ternak. Artikel ini memaparkan jenis harta yang wajib dizakati menurut Safinatun Najah, meliputi zakat emas dan perak, zakat perdagangan, serta zakat pertanian dan hewan ternak.
Zakat Emas dan Perak
Zakat emas dan perak termasuk zakat yang para ulama sepakati. Allah SWT berfirman:
﴿وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ﴾
“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritakanlah kepada mereka azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 34)
Ayat ini menegaskan bahwa siapa pun yang menyimpan emas dan perak tanpa menunaikan zakat telah melakukan dosa besar.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
«لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي فَرَسِهِ وَلَا فِي عَبْدِهِ صَدَقَةٌ»
“Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang Muslim atas kuda dan budaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa Allah hanya mewajibkan zakat pada harta tertentu, termasuk emas dan perak, bukan pada setiap kepemilikan. Menurut Safinatun Najah, nishab emas mencapai 20 dinar (sekitar 85 gram emas), sedangkan perak mencapai 200 dirham (sekitar 595 gram perak). Ketika pemilik harta menyimpan emas atau perak hingga mencapai nishab selama satu tahun hijriah, ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen.
Walaupun kitab tersebut hanya menyebut emas dan perak, para ulama kontemporer memperluas ketentuannya pada harta setara seperti uang tunai. Dengan begitu, seseorang yang menyimpan gaji, tabungan, atau deposito hingga mencapai nishab juga harus menunaikan zakat. Ajaran klasik ini tetap relevan dan hidup dalam konteks modern.
Zakat Perdagangan
Zakat perdagangan merupakan zakat yang dikenakan pada harta yang pelaku bisnis putar dalam kegiatan jual beli. Pemilik usaha menunaikan zakat ini atas harta yang ia gunakan dalam aktivitas perdagangan untuk mencari keuntungan. Safinatun Najah menegaskan bahwa pedagang harus menghitung nilai barang dagangan berdasarkan harga pasar saat haul (genap setahun).
Rasulullah ﷺ bersabda:
«فِي الْإِبِلِ صَدَقَةٌ، وَفِي الْبَقَرِ صَدَقَةٌ، وَفِي الْغَنَمِ صَدَقَةٌ، وَفِي الْبُرِّ صَدَقَةٌ»
“Pada unta ada zakat, pada sapi ada zakat, pada kambing ada zakat, dan pada gandum juga ada zakat.” (HR. Bukhari)
Meskipun hadits ini tidak menyebut secara langsung zakat perdagangan, para ulama menetapkan kewajiban zakat perdagangan dengan cara qiyas karena aktivitas berdagang juga menambah kekayaan.
Pedagang menyamakan harta dagangan dengan emas dan perak, sehingga nishabnya mengikuti standar emas atau perak. Jika pedagang menyimpan harta dagang hingga mencapai nishab selama satu tahun, ia harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari nilai barang dagangan beserta keuntungannya. Misalnya, seorang pedagang pakaian menghitung stok barang, uang kas, dan piutang lancar. Apabila ia mengurangi utang dan nilainya tetap mencapai nishab, ia wajib menunaikan zakat 2,5 persen. Praktik ini melatih pedagang untuk jujur, disiplin, dan peduli sosial.
Zakat Pertanian dan Hewan Ternak
Zakat Pertanian
Safinatun Najah menjelaskan bahwa hasil pertanian yang harus dizakati meliputi biji-bijian dan buah-buahan yang dapat disimpan, seperti padi, gandum, kurma, dan anggur. Allah SWT berfirman:
﴿وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ﴾
“Tunaikanlah haknya pada hari panennya.” (QS. Al-An’am: 141)
Petani wajib menunaikan zakat pertanian jika hasil panennya mencapai nishab, yaitu sekitar 653 kg gabah (sekitar 520 kg beras). Jika petani mengairi lahan dengan air hujan atau aliran sungai, ia harus mengeluarkan zakat 10 persen. Namun bila ia mengairi lahan dengan biaya irigasi atau tenaga, ia wajib mengeluarkan zakat 5 persen.
Zakat Hewan Ternak
Pemilik hewan ternak harus menunaikan zakat atas unta, sapi, dan kambing yang ia gembalakan di padang rumput umum selama setahun serta telah mencapai nishab tertentu.
Contoh nishab:
-
Kambing: minimal 40 ekor → pemiliknya menunaikan zakat 1 ekor kambing.
-
Sapi: minimal 30 ekor → pemiliknya menunaikan zakat 1 ekor sapi tabi’ (umur 1 tahun).
-
Unta: minimal 5 ekor → pemiliknya menunaikan zakat 1 ekor kambing.
Zakat pertanian menumbuhkan kesadaran bahwa hasil bumi bukan hanya milik petani, tetapi juga hak kaum dhuafa. Zakat ternak menegaskan bahwa pemilik hewan tidak boleh memandang ternaknya hanya sebagai aset pribadi, melainkan sebagai amanah sosial yang harus ia pertanggungjawabkan.
Safinatun Najah mengajarkan bahwa zakat tidak hanya menyasar emas atau perdagangan, tetapi juga sawah yang hijau dan ternak yang digembalakan. Di balik angka 2,5 persen dan ukuran nishab, Allah menitipkan pesan ilahi: jangan biarkan tetangga lapar ketika panen berlimpah, jangan biarkan yatim telanjang ketika pasar penuh dagangan, dan jangan biarkan kaum lemah terlupakan ketika ternak merumput.
Setiap muslim yang menerima rezeki lebih harus menyadari bahwa dalam hartanya ada hak orang lain. Semoga zakat yang kita tunaikan menjadi cahaya penerang jalan menuju ridha Allah, penyuci harta, dan penghapus jarak antarhati.
*Gerwin Satria N
Pegiat Literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
