Zakat merupakan salah satu pilar utama dalam ajaran Islam yang menegakkan keseimbangan antara ibadah individual dan kepedulian sosial. Di antara kitab klasik yang banyak dijadikan rujukan di pesantren Nusantara, Safinatun Najah menempatkan pembahasan zakat sebagai kewajiban yang tidak bisa ditawar. Melalui kitab ringkas ini, para ulama generasi awal mengajarkan dasar-dasar hukum ibadah, termasuk kewajiban zakat, dengan bahasa yang mudah dipahami, sehingga tetap relevan bagi umat hingga hari ini.
Dalam pembahasan kali ini, kita akan mengurai definisi zakat, hukum zakat, serta hikmah zakat sebagaimana termuat dalam Safinatun Najah dan penjelasan ulama, dilengkapi dengan dalil dari Al-Qur’an dan hadis Nabi. Dengan demikian, pembaca tidak hanya memahami sisi hukum zakat, tetapi juga meresapi hikmah mendalam di balik kewajiban yang sarat nilai spiritual dan sosial ini.
Definisi Zakat
Secara bahasa zakat berasal dari bahasa Arab yang berarti tumbuh, suci, dan berkah. Dengan demikian, zakat mengandung makna pensucian harta sekaligus pembersihan jiwa dari sifat kikir dan egois.
Dalam kitab Safinatun Najah, zakat didefinisikan sebagai:
“إخراج مال مخصوص على وجه مخصوص في وقت مخصوص”
Mengeluarkan harta tertentu dengan cara tertentu pada waktu tertentu.
Definisi ini menegaskan bahwa zakat tidak bisa dilepaskan dari syarat dan ketentuan yang ditetapkan syariat. Tidak semua harta wajib dizakati, dan tidak semua waktu bisa menjadi waktu pengeluaran zakat. Ada ketentuan jenis harta, kadar yang harus dikeluarkan, serta penerima yang berhak.
Allah menegaskan kewajiban zakat dalam Al-Qur’an, antara lain dalam firman-Nya:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ
“Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
Ayat ini sering disebut beriringan dengan perintah shalat, menunjukkan betapa zakat adalah ibadah yang memiliki kedudukan fundamental dalam Islam.
Hukum Zakat
Dalam Safinatun Najah, zakat ditegaskan sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Oleh karena itu, hukum zakat adalah wajib ‘ain bagi setiap muslim yang memenuhi syarat.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis sahih:
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi landasan utama bahwa zakat menempati posisi sama pentingnya dengan shalat, puasa, dan haji. Bahkan dalam sejarah Islam, Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. dengan tegas memerangi kelompok yang enggan membayar zakat meskipun mereka masih melaksanakan shalat. Baginya, zakat adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan seorang muslim.
Syarat Wajib Zakat dalam Safinatun Najah
Kitab Safinatun Najah menyinggung beberapa syarat seseorang diwajibkan zakat, antara lain:
- Islam, sehingga zakat tidak diwajibkan atas non-muslim.
- Merdeka, bukan hamba sahaya.
- Harta mencapai nishab (batas minimal wajib zakat).
- Harta tersebut telah mencapai haul (dimiliki selama satu tahun penuh), kecuali zakat pertanian yang dibayarkan setiap panen.
Dari sini jelas, zakat bukan sekadar kewajiban moral, tetapi juga ibadah yang memiliki aturan jelas dan terukur.
Hikmah Zakat
Zakat bukan hanya kewajiban ritual, tetapi juga memiliki hikmah mendalam yang mencakup dimensi spiritual, sosial, dan ekonomi.
- Pembersihan Jiwa dan Harta
Allah berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka.” (QS. At-Taubah [9]: 103)
Ayat ini menunjukkan bahwa zakat bukan sekadar perpindahan harta, tetapi sebuah proses penyucian. Jiwa seorang muslim dibersihkan dari sifat serakah, dan hartanya menjadi berkah serta terhindar dari syubhat.
- Menumbuhkan Solidaritas Sosial
Zakat mengajarkan bahwa harta bukanlah milik mutlak manusia, melainkan titipan Allah yang harus dibagikan kepada mereka yang berhak. Melalui zakat, jurang kesenjangan sosial dapat diperkecil, dan tali persaudaraan umat semakin erat.
- Mendorong Perputaran Ekonomi
Zakat juga berfungsi sebagai mekanisme distribusi kekayaan. Harta yang sebelumnya terkumpul pada golongan tertentu dapat berpindah dan dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Dengan demikian, zakat membantu menggerakkan ekonomi masyarakat, terutama bagi golongan fakir miskin.
- Membawa Keberkahan
Dalam hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Harta tidak akan berkurang karena sedekah.” (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa zakat tidak akan mengurangi kekayaan, melainkan justru menambah keberkahan. Apa yang dikeluarkan akan kembali dalam bentuk ketenangan jiwa, kelapangan rezeki, dan keberkahan hidup.
Penutup
Kitab Safinatun Najah tidak hanya menjadi pegangan dalam memahami dasar-dasar fiqih, tetapi juga mengingatkan bahwa zakat adalah salah satu kunci keselamatan seorang hamba. Dengan berzakat, seorang muslim tidak hanya menunaikan kewajiban kepada Allah, tetapi juga menghadirkan manfaat nyata bagi sesama.
Zakat adalah ibadah yang menyatukan dunia dan akhirat: membersihkan jiwa, menumbuhkan kasih sayang, dan menjaga keseimbangan sosial. Dalam setiap butir zakat yang kita keluarkan, ada doa-doa mustajab dari fakir miskin, ada keberkahan yang mengalir, dan ada jembatan menuju ridha Allah.
Maka, marilah kita menunaikan zakat dengan penuh keikhlasan, bukan sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menebar rahmat bagi seluruh alam.
*Gerwin Satria N
Pegiat Literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
