Shalat adalah tiang agama yang menjadi barometer kualitas iman seorang hamba. Selain shalat fardhu yang lima waktu, Islam memberikan keleluasaan dengan adanya shalat sunnah yang memperindah dan menyempurnakan kewajiban utama. Dalam kitab fiqih klasik Safinatun Najah karya Syekh Salim bin Sumair al-Hadhrami, pembahasan shalat sunnah memiliki kedudukan penting. Kitab ringkas ini menegaskan bahwa shalat sunnah bukan hanya pelengkap, melainkan juga sarana penghapus dosa serta pengangkat derajat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Hamba-Ku tidak mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan atasnya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Hadits ini mengisyaratkan betapa besar kedudukan shalat sunnah sebagai jalan menuju cinta Allah. Maka, memahami jenis dan keutamaannya sebagaimana tertuang dalam Safinatun Najah menjadi langkah penting bagi setiap muslim.
Sunnah Rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dilakukan sebelum atau sesudah shalat fardhu. Dalam Safinatun Najah, sunnah ini sangat dianjurkan karena berfungsi sebagai pelengkap shalat wajib. Sunnah rawatib terbagi dua:
- Qabliyah, yaitu sebelum shalat fardhu.
- Ba’diyah, yaitu sesudah shalat fardhu.
Menurut ulama Syafi’iyyah, yang juga menjadi rujukan dalam Safinatun Najah, shalat sunnah rawatib yang ditekankan adalah:
- Dua rakaat sebelum Subuh.
- Empat rakaat sebelum Dzuhur dan dua rakaat setelahnya.
- Dua rakaat setelah Maghrib.
- Dua rakaat setelah Isya.
Shalat sunnah rawatib berfungsi menambal kekurangan shalat fardhu. Selain itu, ia menjadi tanda kesungguhan seorang hamba. Barangsiapa membiasakan diri dengan rawatib, niscaya Allah memberikan rumah di surga sebagaimana hadits Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَلَّى فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim)
Sunnah Tarawih dan Witir
- Shalat Tarawih
Shalat tarawih adalah ibadah sunnah yang dikerjakan pada malam Ramadhan. Dalam Safinatun Najah, tarawih dijelaskan sebagai shalat sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Shalat ini biasanya dilakukan berjamaah di masjid, menjadi syiar bulan suci yang menghidupkan malam Ramadhan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan iman dan penuh harap, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam tradisi mazhab Syafi’i, tarawih dikerjakan sebanyak 20 rakaat, meskipun ada perbedaan praktik di beberapa wilayah muslim.
- Shalat Witir
Shalat witir adalah shalat penutup malam dengan jumlah rakaat ganjil, minimal satu rakaat. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Dalam Safinatun Najah, witir dijelaskan sebagai bagian yang sangat dianjurkan setelah shalat tarawih, menjadi pengingat bahwa setiap malam sebaiknya ditutup dengan doa dan penghambaan.
- Keutamaan Tarawih dan Witir
Tarawih mendekatkan umat dengan nilai kebersamaan, sedangkan witir memberi sentuhan spiritual personal. Keduanya sama-sama menjadi kesempatan emas untuk menghapus dosa dan menguatkan hubungan dengan Allah.
Sunnah Mutlak
- Pengertian Sunnah Mutlak
Shalat sunnah mutlak adalah shalat sunnah yang tidak terikat waktu atau sebab tertentu. Ia bisa dilakukan kapan saja (selain waktu yang dilarang), sesuai keinginan hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah.
- Contoh Sunnah Mutlak
- Tahajjud (qiyamul lail): shalat di sepertiga malam terakhir.
- Dhuha: shalat di waktu pagi setelah matahari naik hingga menjelang Dzuhur.
- Shalat tasbih: shalat khusus dengan bacaan tasbih yang banyak.
Al-Qur’an menegaskan tentang shalat malam:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajjud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)
- Keutamaan Sunnah Mutlak
Shalat mutlak menjadi ruang kebebasan ibadah yang penuh keintiman. Tahajjud mendekatkan hamba dengan Allah dalam kesunyian malam, sementara dhuha membuka pintu rezeki dan keberkahan.
Rasulullah ﷺ bersabda tentang dhuha:
يُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يُرَكِّعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Cukup baginya (sebagai ganti sedekah persendian) dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim)
Penutup
Shalat sunnah adalah mutiara yang menghiasi ibadah wajib. Dalam Safinatun Najah, shalat sunnah rawatib, tarawih, witir, hingga sunnah mutlak digambarkan sebagai sarana penting untuk mendekatkan diri kepada Allah, menutupi kekurangan shalat wajib, serta menambah pahala dan kedudukan di sisi-Nya.
Setiap rakaat sunnah adalah bukti cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam sujud tambahan, ada bisikan hati yang tulus. Dalam rakaat sunnah, ada keheningan yang menyimpan doa. Dan dalam kebiasaan shalat sunnah, ada jalan terang yang menuntun menuju ridha Allah.
Mari kita hidupkan malam dengan witir, pagi dengan dhuha, dan siang dengan rawatib. Sebab, shalat sunnah adalah cahaya yang tak pernah padam, meski dunia meredup. Ia adalah bekal abadi menuju kebahagiaan sejati.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqra’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
