SURAU.CO – Hamzah Al Fansuri adalah seorang sufi, penyair, sekaligus pemikir yang memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan tasawuf dan sastra Melayu klasik. Ia memperkenalkan ajaran sufistik yang mendalam melalui karya-karyanya dengan bahasa puitis yang sarat simbolisme. Kehadirannya memperkaya khazanah intelektual Islam dan mengokohkan bahasa Melayu sebagai media sastra religius yang bernilai tinggi.
Latar Belakang dan Perjalanan Hidup
Hamzah Al Fansuri lahir di Barus, sebuah kota pelabuhan di pesisir barat Sumatera, pada abad ke-16. Ia dikenal luas sebagai ulama besar pada masa kejayaan Kesultanan Aceh. Sebagai pengelana spiritual, Hamzah menempuh perjalanan panjang ke berbagai pusat ilmu pengetahuan Islam, antara lain Mekkah, Madinah, Bagdad, hingga India.
Perjalanan intelektual ini membentuk pemikirannya. Ia menyerap ajaran tasawuf dari berbagai pusat peradaban Islam, lalu mengolahnya dalam konteks budaya Melayu. Hal inilah yang membuat pemikiran dan karya-karyanya unik sekaligus relevan dengan masyarakat Nusantara pada masanya.
Pemikiran Tasawuf: Wahdatul Wujud
Hamzah Al Fansuri mendukung ajaran wahdatul wujud atau kesatuan wujud. Menurut ajaran ini, seluruh realitas adalah manifestasi dari Tuhan. Ia memandang alam semesta bukan sebagai sesuatu yang terpisah, melainkan sebagai cerminan dari kehadiran-Nya. Oleh karena itu, manusia dapat menemukan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, bahkan dalam dirinya sendiri.
Menurut Hamzah, perjalanan spiritual seseorang harus berawal dari kesadaran diri. Dengan mengenal dirinya, seorang hamba akan memahami bahwa ia bagian dari Tuhan. Ia menekankan bahwa seseorang hanya bisa mencapai pencerahan spiritual dengan melepaskan kelanjutannya di dunia material. Ia mengajarkan bahwa cinta dan pengabdian kepada Allah menjadi inti kehidupan yang sejati.
Meskipun sebagian ulama mengkritik ajarannya, Hamzah tetap berhasil menghadirkan perspektif baru dalam tasawuf dan membuka ruang bagi dialog intelektual di dunia Melayu.
Ajaran Tasawuf Praktis
Selain mengajarkan teori, Hamzah juga menekankan tasawuf praktis. Ia mengajak umat Islam menghidupkan ajaran tasawuf dalam kehidupan sehari-hari. Ia menegaskan bahwa spiritualitas bukan sekadar wacana, melainkan harus tampak dalam sikap dan perilaku nyata. Ia mendorong setiap muslim menjadikan cinta kepada Allah sebagai poros kehidupannya, serta memandang dunia sebagai sarana, bukan tujuan akhir.
Ajaran praktis itu membuat gagasan Hamzah mudah diterima masyarakat. Ia menanamkan nilai-nilai sufistik melalui syair-syairnya dengan bahasa sederhana namun penuh makna.
Karya-Karya Besar Hamzah Al Fansuri
Hamzah Al Fansuri menghasilkan sejumlah karya penting yang menjadi tonggak dalam sejarah sastra Melayu klasik. Karya-karya itu tidak hanya sebagai ekspresi estetika, tetapi juga sebagai sarana dakwah sufistik.
- Syair Perahu
Hamzah menggambarkan perahu sebagai simbol perjalanan spiritual manusia menuju Tuhan. Ia mengajarkan bahwa seorang hamba harus melayari lautan kehidupan dengan bekal iman dan takwa. Ia menggunakan perahu sebagai lambang perjuangan batin yang penuh tantangan. - Syair Burung Pingai
Dalam syair ini, burung pingai melambangkan jiwa manusia yang terkurung dalam tubuh. Jiwa tersebut merindukan kebebasan untuk terbang menuju Tuhan. Karya ini menampilkan kerinduan spiritual manusia kepada Sang Pencipta. - Syair Dagang
Ia menggunakan alegori perdagangan untuk menggambarkan perjalanan spiritual. Ia menegaskan bahwa jiwa harus “berdagang” dengan melepaskan keabadian duniawi demi mendapatkan keuntungan hakiki berupa kedekatan dengan Allah. - Risalah Tasawuf
Selain syair, Hamzah menulis risalah-risalah yang menjelaskan ajaran wahdatul wujud. Ia menyusun tulisan itu sebagai rujukan penting untuk memahami tasawuf wujudiyah di dunia Melayu. - Tafsir Al-Qur’an
Hamzah juga menyusun tafsir Al-Qur’an dengan pendekatan sufistik. Ia menggabungkan penafsiran tekstual dengan pemahaman batiniah untuk menggali makna spiritual wahyu Allah.
Peran dalam Sastra Melayu
Salah satu warisan terbesar Hamzah adalah jasanya dalam mengembangkan bahasa Melayu sebagai media sastra religius. Ia menjadikan bahasa Melayu bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sarana ekspresi spiritual yang estetis. Ia membuktikan melalui syair-syairnya bahwa bahasa Melayu mampu menyampaikan gagasan filosofis dan sufistik dengan indah.
Dengan karya-karyanya, Hamzah menyuburkan dunia sastra sekaligus memperluas cakrawala intelektual masyarakat Melayu. Ia menunjukkan bahwa sastra bisa menjembatani keindahan bahasa dengan kedalaman spiritual.
Pengaruh Tasawwuf Hamzah Al Fansuri
Sebagian ulama memang mengkritik ajaran wahdatul wujud, namun pengaruh Hamzah Al Fansuri tetap terasa hingga kini. Ia membuka bagi jalan perkembangan tasawuf wujudiyah di Nusantara.
Ulama dan sastrawan generasi berikutnya terus mempelajari karya-karyanya, baik dari sisi sastra maupun tasawuf. Banyak di antaranya yang terinspirasi oleh syair dan pemikirannya. Hamzah membuktikan bahwa seorang pemikir mampu mewariskan khazanah berharga melalui karya yang memadukan estetika dan spiritualitas.
Warisan Hamzah terus hidup hingga kini. Ia menginspirasi banyak generasi untuk memahami hakikat kehidupan dan spiritualitas. Hamzah Al Fansuri sang pelopor sastra religius Melayu yang memberi warna pada sejarah intelektual Islam di kawasan ini.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
