SURAU.CO -Menurut sebuah kisah, ketika mengikuti Perang Badar, Hamzah menggunakan dua pedang mendampingi Rasulullah SAW. Dalam perang itu, ia mendapat julukan baru, yaitu “Risyah Na’amah” (bulu yang lentur). Beberapa tawanan kafir menanyakan, “Siapakah Risyah Na’amah?” Mereka menjawab, “Hamzah. Ia mampu melakukan apa yang seharusnya beberapa orang lakukan di antara kami.” Rasulullah SAW sendiri merasa terlindungi sejak Hamzah masuk Islam, sehingga kaum Quraisy sama sekali tidak berani menyakiti beliau seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya.
Menyiapkan balas dendam atas Badar
Setelah kalah dan terhina dalam Perang Badar, kaum musyrik Quraisy segera mempersiapkan diri untuk membalas dendam. Mereka gencar melakukan negosiasi dengan kabilah-kabilah Arab Mekkah dan Madinah. Lalu kaum quraisy meminta bantuan berbagai kabilah agar mau bersekutu untuk menyerang Madinah. Mereka mempersiapkan semua orang untuk berperang, termasuk beberapa orang yang dulu tertawan pasukan Muslim dalam Perang Badar.
Segala macam persiapan mereka lakukan untuk menyerang Madinah. Bahkan, Hindun binti Utbah secara khusus membayar seseorang untuk membunuh Hamzah. Pembunuh bayaran untuk melaksanakan tugas itu adalah seorang budak hitam yang bernama Wahsyi bin Harb. Ia terkenal sebagai budak yang tangkas melempar tombak. Dalam Perang Badar, saudara majikannya terbunuh oleh pasukan Muslim. Hindun mempersiapkan fisik dan mental budak itu untuk mengejar Hamzah dan membunuhnya. Hadiah tidak hanya oleh Hindun; majikan budak itu, Jubair bin Mu’thim (pamannya terbunuh saat perang Badar), menjanjikannya kemerdekaan jika ia dapat membunuh Hamzah.
Setelah bekerja keras cukup lama, kaum Quraisy mendapatkan beberapa kabilah yang mau bergabung bersama panji Quraisy. Mereka dapat menghimpun tiga ribu tentara. Salah satu pasukan intinya terdiri atas budak hitam dan budak belian lain yang mereka tempatkan paling depan. Sementara, para pemimpin Mekkah ditunjuk menjadi panglima pasukan. Mereka dikenal sebagai para pemberani yang jago berperang pada zamannya. Mereka juga mendapatkan bantuan yang cukup berarti dari kabilah Tihamah dan Kinanah. Pasukan kavaleri Quraisy terdiri atas pasukan berkuda yang terlatih dan tangkas. Semua pasukan bersenjata lengkap dan mengenakan baju zirah yang kokoh.
Barisan kaum wanita Mekkah
Pada bagian belakang pasukan itu, berbaris rapi kaum wanita Mekkah bersama para budak wanita yang cantik rupawan. Mereka mengenakan pakaian yang indah pimpinan Hindun binti Utbah. Mereka menabuh berbagai alat musik dan mengalunkan nyanyian yang membangkitkan semangat pasukan Quraisy. Hindun memerintahkan pasukan wanitanya untuk terus membangkitkan semangat juang. Jauh-jauh hari, Hindun berpesan kepada mereka agar menolak permintaan suami dan kaum laki-laki mereka yang ingin menyentuh mereka kecuali jika mereka dapat mengalahkan Muhammad dan membawa kepala Hamzah.
Pada awalnya, pasukan Muslim berhasil memukul mundur pasukan Quraisy. Namun, keadaan berbalik sepenuhnya ketika pasukan pemanah mengabaikan perintah Nabi SAW sebagai komando tertinggi. Kaum Muslim terdesak hebat sehingga barisan mereka hancur berantakan dan kaum musyrik berhasil mengambil alih keadaan. Itulah balasan yang harus dirasakan kaum Muslim karena sebagian mereka tidak mengindahkan perintah Nabi.
Siasat Wahsyi bin Harb
Dalam perang itu, banyak kaum Muslim yang gugur sebagai syahid. Dari sekian banyak yang gugur, kaum Muslim, dan khususnya Rasulullah SAW, sangat terpukul ketika mendengar kabar syahidnya Abu Umarah atau Hamzah bin Abdul Muthalib. Dalam perang tersebut ia berhasil membunuh 31 orang musyrik, tetapi akhirnya ia rubuh ke bumi setelah tubuhnya terkena lemparan tombak Wahsyi bin Harb.
Budak sewaan Hindun, yaitu Wahsyi bin Harb, pergi menuju Uhud dengan hanya satu tujuan: membunuh Hamzah. Ia tidak menyerang atau bertarung dengan pasukan Muslim lain. Ia mengawasi jalannya peperangan seraya mencari Hamzah, kemudian menunggunya lengah. Hamzah, yang tidak tahu sedang ada sepasang mata pembunuh yang mengawasinya, terus berperang dengan gagah berani ketika pasukan Muslim terdesak hebat dan barisan mereka kocar-kacir.
Tombak Wahsyi bin Harb
Ketika ia memburu salah seorang Quraisy yang hendak melarikan diri, Wahsyi melompat sambil berteriak, “Binasalah kau, hai pembunuh yang sombong.” Budak hitam itu menyerang Hamzah secara tiba-tiba dari persembunyiannya. Hamzah terkejut. Ia tak dapat menghindari serangan Wahsyi sehingga budak itu dapat menusukkan tombak ke perutnya. Budak hitam itu terus menusukkan tombaknya dengan keras hingga mata tombaknya keluar dari punggung Hamzah. Sekuat tenaga Hamzah berusaha mengangkat pedangnya, namun ia tak berdaya. Budak itu cukup besar dan kuat. Ia terus menekan tombaknya sehingga Hamzah jatuh lunglai.
Wahsyi berdiri dengan bangga melihat musuhnya jatuh tersungkur lalu ia membasuh tombaknya dengan darah yang mengucur dari tubuh Hamzah. Menyaksikan musuh besarnya terjatuh, Hindun langsung berlari mendekati jasad Hamzah, lalu membelah dadanya, dan mengeluarkan jantung serta hatinya. Setelah itu, ia mencabik-cabik jantung Hamzah dengan tangannya dan mengoyaknya dengan giginya (tindakan muthlah atau penyiksaan jenazah).
Hindun menyiksa jenazah Hamzah
Abu Sufyan ikut senang menyaksikan tingkah istrinya. Ia dekati jasad Hamzah lalu menginjaknya dengan keras. Kemudian, ia memukul kepala Hamzah dengan ujung tombaknya. Kini, laki-laki pemberani yang ditakuti lawan itu telah jatuh tersungkur. Laki-laki yang menggentarkan jiwa setiap musuh ini telah berkalang tanah. Darahnya bercampur dengan tanah dan kerikil.
“Hamzah telah mati! Hamzah telah mati, kini giliran Muhammad. Di manakah Muhammad?”
Abu Sufyan terus berteriak menyebarkan kematian Hamzah hingga lembah itu dipenuhi suaranya. Sementara itu, istrinya, Hindun, masih sibuk membaluri tangannya dengan darah Hamzah, lalu berteriak menyahut seruan suaminya, “Hai pasukan, Hamzah telah mati. Ia telah terbunuh. Ia telah jatuh berkalang tanah.”
Janji Rasulullah membalaskan kematian Hamzah
Setelah perang usai, Rasulullah berdiri sambil bersandar pada tubuh salah seorang sahabat. Ia memandang sekelilingnya disertai perasaan duka yang mendalam. Jumlah kaum Muslim yang terbunuh dalam perang itu mencapai tujuh puluh orang. Ia terus berjalan mencari mayat pamannya, Hamzah. Setibanya ia di sisi jasad pamannya, ia terkejut dan murka bukan kepalang. Ia melihat perut pamannya koyak terburai. Hidung dan telinganya buntung dipapas pedang. Dadanya terbelah, dan jantung serta hatinya tak ada lagi di tempatnya.
Muhammad duduk termenung. Pandangannya menerawang. Kemarahan membayang pada pandangan matanya. Ia berkata dengan suara yang bergetar murka, “Seandainya Allah menakdirkanku sehingga kukalahkan bangsa Quraisy, niscaya aku akan membalas apa yang telah mereka lakukan kepada Hamzah. Aku akan membalasnya dengan tiga puluh orang dari mereka.”
Sumpah sahabat untuk mengalahkan Quraisy
Para sahabat yang berdiri di sekitar Rasulullah turut bersumpah, “Demi Allah, kelak jika kami dapat menguasai dan mengalahkan Quraisy, kami akan melakukan atas diri mereka sesuatu yang belum pernah dilakukan dalam peperangan bangsa-bangsa Arab.”
Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah SAW terpaku diam melihat jenazah Hamzah yang diperlakukan dengan sangat keji oleh kaum musyrik. Belum pernah beliau melihat kejadian yang paling menyakitkan hati selain melihat keadaan jenazah pamannya itu. Beliau bersabda, “Allah merahmatimu, Paman! Engkau telah menjadi penyambung silaturahim, dan melakukan segala kebaikan.”
Kemudian, Rasulullah berkeliling memeriksa setiap jasad kaum Muslim yang terbunuh dalam perang itu. Namun, lagi-lagi ia kembali duduk dekat jasad Hamzah seraya berucap, “Tidak ada lagi orang yang dapat menandingimu selamanya… keadaanmu sungguh membuatku teramat murka. Tidak ada hal lain yang lebih membuatku meradang selain melihat jasadmu.”
Shafiyah binti Abdul Muthalib kehilangan saudara kandungnya
Ibnu Ishaq menuturkan, kemudian datang Shafiyah binti Abdul Muthalib untuk melihat jenazah Hamzah (saudara kandungnya). Rasulullah SAW bersabda kepada putranya, Zubair bin Awwam, “Temuilah ia (Shafiyah) dan suruh segera pulang, jangan sampai ia melihat apa yang terjadi pada saudaranya.” Zubair pun mendekati Shafiyah dan berkata, “Wahai Ibu, Rasulullah menyuruhmu pulang.”
Shafiyah bertanya, “Mengapa? Aku telah mendengar apa yang terjadi pada saudaraku, dan hal itu kecil dalam pandangan Allah. Tapi sudahlah, kami dapat menerima kejadian ini! Aku sangat kehilangan, tetapi aku akan bersabar.” Zubair pun menghadap Rasulullah SAW dan menyampaikan jawaban Shafiyah. Beliau bersabda, “Kalau begitu, biarkanlah ia.
Hamzah dan Abdullah bin Jahsy dikebumikan dalam satu liang
Kemudian, Shafiyah melihat langsung jenazah saudaranya dan menyalatinya. Setelah itu, ia bergegas pulang ke rumah dan berdoa memohon ampunan untuk Hamzah. Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengubur jenazah Hamzah dan Abdullah bin Jahsy dalam satu liang. Abdullah bin Jahsy adalah keponakan Hamzah dari Umaymah binti Abdul Muthalib.
Ibn al-Atsir mengutip sebuah riwayat dari Anas bin Malik bahwa ia berkata, “Baginda Nabi bertakbir (dalam salat jenazah) empat kali ketika menyalati seseorang, tetapi untuk jenazah Hamzah, beliau bertakbir 70 kali.”
Abu Ahmad al-Askari berkata, “Hamzah adalah syahid pertama dari keluarga Rasulullah SAW.”(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
