SURAU.CO -Hassan ibn Tsabit al-Ansari adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, keturunan kabilah Khazraj. Ayahnya bernama Tsabit ibn al-Mundzir ibn Haram; ibunya bernama al-Furai‘ah binti Khalid. Hassan punya banyak nama panggilan, termasuk Abu al-Walid dan Abu Abdurrahman. Ada juga yang memanggilnya Abu Hisam—berarti pedang yang tajam—karena kesungguhannya membela Rasulullah saw. menghadapi para penyair musyrik.
Hassan ibn Tsabit al-Ansari : Penyair yang teguh membela Rasulullah
Hassan termasuk satu di antara tiga penyair Anshar yang gigih membela Rasulullah saw. dengan syairnya. Kedua penyair lainnya adalah Ka‘b ibn Malik dan Abdullah ibn Rawahah. Karena itu, ketika ia masuk Islam, Rasulullah memberinya tugas untuk mendakwahkan Islam dengan kepandaiannya merangkai kata-kata. Ketika Islam muncul, bangsa Arab sangat menggandrungi syair dan mengagumi para pujangga. Karena itulah mereka banyak menyelenggarakan pesta dan festival penyair pada momen-momen tertentu seperti hari raya.
Ketika Rasulullah mendakwahkan Islam, para penyair musyrik sering melancarkan serangan dan hinaan kepada Rasulullah dan kaum muslimin dengan syair-syair mereka. Penyair musyrik tersebut adalah Abdullah ibn al-Zib‘ari, Abu Sufyan ibn al-Harits (keduanya saudara sesusuan Rasulullah), Dhirar ibn Khathab, dan penyair lainnya yang sama-sama memusuhi Nabi saw. dan kaum muslimin.
Hassan ibn Tsabit al-Ansari : penguasa kata-kata Bushra dan Shan’a
Selama itu para sahabat tidak membalas syair-syair yang menyerang mereka dan menghina Rasulullah hingga suatu saat Nabi saw. berkata kepada mereka, “Mengapa kaum yang menolong Rasulullah dengan senjata mereka tidak mau menolongnya dengan lisan mereka?” Mendengar seruan Rasulullah itu, Hassan, yang terkenal dengan nama Tsabit ibn Qais, langsung bangkit dan berkata, “Aku akan melakukannya!” Kemudian ia langsung melantunkan kata-kata indahnya, “Demi Allah, akulah penguasa kata-kata antara Bushra dan Shan’a.”
Nabi saw. senang mendengar kesanggupannya. Rasulullah bertanya tentang cara yang akan ia tempuh untuk mematahkan serangan-serangan musuh, “Wahai Hassan, bagaimana kau akan menyerang mereka, sedangkan aku berasal dari mereka? Bagaimana caramu menyerang Sufyan ibn al-Harits, sementara ia adalah anak pamanku?” Hassan menjawab pertanyaan Nabi saw. tadi dengan jawaban yang meyakinkan, “Demi Allah, aku akan menyerang mereka seperti aku mengambil sehelai rambut dari adonan tepung.” Rasulullah puas mendengar jawaban Hassan. Rasulullah meneguhkan tekadnya dengan bersabda, “Seranglah mereka, dan semoga cahaya Allah menyertaimu. Namun, pelajarilah dahulu ilmu tentang pohon nasab bangsa Arab kepada Abu Bakar karena daripada engkau, ia lebih mengetahui.”
Serangan balasan Hassan ibn Tsabit al-Ansari
Hassan segera menemui Abu Bakar untuk mempelajari nasab kaumnya. Abu Bakar kemudian mengajarinya pohon nasab bangsa Arab seraya menyebutkan siapa-siapa saja yang harus ia cerca dan siapa-siapa saja yang tidak boleh ia cerca. Kini, Hassan memiliki bekal yang cukup berharga untuk mulai menyusun syair-syairnya.
Hassan melancarkan serangan balasan kepada kaum musyrik dengan syair-syairnya yang tajam dan keras. Kata-katanya bagaikan raungan singa yang terluka. Orang-orang Quraisy ia serang dengan kata-kata yang pedas menyakitkan. Mereka juga takjub mendengar rangkaian kata-kata dalam syair-syair itu yang indah namun menyayat. Ketika mendengar syair-syair itu, kaum Quraisy berkata, “Aku yakin, syair-syair itu pasti bikinan Ibn Abi Quhafah.” Sebagian lainnya berkata, “Sejak kapan Ibnu Abi Quhafah menjadi penyair?” Semua orang mengira bahwa syair-syair itu hasil rangkaian Abu Bakar.
Syair-syair Hassan membuat perseteruan antara dua kelompok semakin seru. Kekuatan kata-kata telah menjadi senjata yang ia pergunakan oleh kedua pihak untuk saling menyerang. Namun, perseteruan kata-kata itu dapat ia menangkan., karena Nabi telah mendoakannya,
“Ya Allah, perkuatlah ia dengan Ruhul Qudus.”
Hassan ibn Tsabit al-Ansari menginginkan keridaan Allah dan Rasul Semata
Ketika membalas syair-syair kaum musyrik, tak ada sesuatu pun yang ia kecuali keridaan dan kecintaan Allah dan Rasul-Nya. Hassan menyusun syair demi membela keimanan dan kaum muslimin. Ia berkata kepada Abu Sufyan ibn al-Harits,
Kau menghina Muhammad
Dan aku yang membalasnya
Di sisi Allah aku berhak dapatkan pahala
Sungguh ayahku, ayahnya, dan kehormatanku
Hanya demi kehormatan Muhammad yang mulia
Kaum musyrik merasa sakit hati mendengar serangan syair-syairHassan. Rangkaian kata-katanya tajam dan menyayat. Syair-syairnya berpengaruh besar terhadap kejiwaan mereka. Benar-benar menakjubkan. Bahkan terkisahkan bahwa ia pernah menggubah sebuah syair untuk membangkitkan semangat unta-unta tunggangan dalam suatu perjalanan bersama Rasulullah. Mendengar syair gubahan Hassan, unta-unta itu berubah menjadi semangat dan laju mereka menjadi lebih cepat hingga saat berlari, leher mereka nyaris bersentuhan dengan kaki mereka.
Mendapat hadiah dari Rasulullah
Nabi saw. memberikan kesaksian atas kekuatan syair dan pengaruhnya terhadap kaum musyrikin. Rasulullah saw. bersabda, “Karena inilah kata-katanya lebih menyakitkan bagi mereka daripada hunjaman anak panah.” Sebagai balasan atas kesetiaan dan kesungguhannya membela Nabi saw., ia diberi hadiah seorang wanita cantik yang bernama Sirin. Wanita itu datang bersama Mariah al-Qibthiyah sebagai hadiah dari Muqauqis raja Mesir.
Syu‘bah meriwayatkan dari Adi ibn Tsabit dari al-Barra ibn Azib bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Debatlah mereka! Atau debatlah mereka, dan Jibril bersamamu.” Ibn al-Atsir juga menuturkan bahwa Hassan merupakan penyair Rasulullah, yang digambarkan oleh Siti Aisyah dalam ungkapannya, “Demi Allah, dia (Hassan) memang seperti yang dikatakannya:
Ketika rasa takut mencekam muncul dalam kegelapan
Rasulullah datang bagaikan lentera tebarkan cahaya terang
Siapa pun yang mengikuti ajaran yang mulia Nabi Ahmad
Pasti ia tempuhi jalan kebenaran, jauh dari sesat dan gelap
Hassan ibn Tsabit al-Ansari mendapat Bantuan Allah melalui Jibril
Rasulullah saw. mengizinkan Hassan memakai mimbar masjid untuk melantunkan syair dan pidato membela beliau. Bahkan, beliau pernah bersabda, “Sungguh, Allah telah membantu Hassan dengan Ruhul Quds (Jibril) selama ia membela Rasulullah.”
Abu Umar ibn Abdul Barr dan Ibn al-Atsir mengatakan bahwa Hassan wafat sebelum 40 H pada masa kekhalifahan Ali ibn Abu Thalib. Sebagian ulama berpendapat bahwa ia wafat pada 50 H. Ada juga yang menyebutkan 54 H, saat ia berusia 120 tahun. Namun, para ulama tidak berbeda pendapat tentang usianya, karena di masa Jahiliah ia hidup selama 60 tahun dan di masa Islam juga 60 tahun. Tidak hanya Hassan yang berumur panjang, tetapi juga termasuk ayahnya, Tsabit, dan kakeknya, al-Mundzir, serta ayah kakeknya, Haram. Mereka semua berumur panjang hingga melebihi seratus tahun.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
