SURAU.CO. Di era modern ini, istilah investasi bukan lagi sesuatu yang asing. Generasi muda semakin akrab dengan berbagai instrumen keuangan, mulai dari tabungan digital, reksa dana, hingga saham. Saham, khususnya, menjadi primadona karena menawarkan potensi keuntungan yang besar. Tidak heran jika banyak orang berlomba-lomba menjadi investor, baik secara jangka pendek (trading) maupun jangka panjang (investing).
Namun, bagi umat Islam, investasi saham tidak bisa dipandang sekadar dari sisi profit. Ada satu pertanyaan mendasar: apakah investasi saham sesuai dengan syariat Islam? Pertanyaan ini penting, karena Islam menekankan bahwa harta bukan hanya sarana pemenuhan kebutuhan duniawi. Akan tetapi juga amanah yang harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda, “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: umurnya, untuk apakah ia habiskan, jasadnya, untuk apakah ia gunakan, ilmunya, apakah telah ia amalkan, hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan” (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).
Jual Beli dalam Islam sebagai Fondasi Investasi
Islam menempatkan jual beli sebagai salah satu instrumen penting dalam aktivitas ekonomi umat. Transaksi ini bukan sekadar pertukaran barang atau jasa, tetapi juga bagian dari sistem yang menjaga keseimbangan sosial dan menjamin keberlangsungan hidup manusia. Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya: “…Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275).
Ayat ini bukan hanya memberikan legitimasi hukum atas praktik perdagangan, tetapi juga menunjukkan garis pemisah yang jelas antara transaksi yang halal dan yang batil. Dengan membuka ruang yang luas untuk jual beli, Islam sebenarnya mendorong umat agar aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, sekaligus menutup jalan menuju praktik riba yang merusak keadilan dan menimbulkan ketidakstabilan sosial.
Rasulullah SAW pun memperkuat prinsip ini melalui sabda beliau. Saat beliau ditanya mengenai usaha terbaik, beliau menjawab yaitu, “Pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (sesuai syariat).” (HR. Ahmad).
Hadis ini menegaskan bahwa bekerja keras dengan usaha sendiri dan berdagang secara jujur merupakan jalan yang paling mulia mencari rezeki. Artinya, Islam menuntut umat agar mengedepankan etos kerja, kejujuran, serta prinsip suka sama suka dalam transaksi.
Dengan demikian, jika kita kaitkan dengan konteks modern, investasi saham dapat masuk dalam kategori jual beli yang sah selama memenuhi kriteria syariah. Investor yang membeli saham sejatinya sedang melakukan akad kepemilikan bersama perusahaan. Selama transaksi itu berdasarkan keadilan, keterbukaan, serta bebas dari unsur riba, gharar (ketidakjelasan), maupun maysir (spekulasi berlebihan), maka investasi tersebut tidak hanya halal, tetapi juga bisa menjadi jalan memperoleh keberkahan harta.
Apa Itu Saham?
Saham pada hakikatnya merupakan bukti legal atas kepemilikan modal seseorang terhadap suatu perusahaan, yang memberikan hak kepada pemegangnya atas aset maupun keuntungan sesuai dengan porsi kepemilikan. Ketika seorang individu membeli saham, ia tidak sekadar menaruh uang di sebuah instrumen, tetapi secara hukum telah menjadi bagian dari pemilik perusahaan, dengan segala konsekuensi hak dan kewajiban yang melekat.
Keuntungan dari saham dapat muncul dalam dua bentuk utama. Pertama, capital gain, yaitu selisih positif antara harga beli dan harga jual saham yang diperoleh investor melalui aktivitas perdagangan. Kedua, dividen, yakni pembagian laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada para pemegang saham sebagai bentuk apresiasi atas penyertaan modal mereka.
Lebih dari itu, saham juga memberikan hak suara kepada pemiliknya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), terutama bagi mereka yang memiliki porsi kepemilikan signifikan. Melalui mekanisme ini, investor dapat berperan dalam menentukan arah kebijakan perusahaan, misalnya dalam pemilihan dewan direksi atau penetapan strategi bisnis jangka panjang.
Namun, dalam perspektif Islam, saham tidak cukup dipahami hanya dari sisi teknis ekonomi dan potensi keuntungannya. Islam menekankan bahwa sebuah transaksi harus senantiasa berada dalam bingkai etika syariah.
Prinsip Syariah dalam Investasi Saham
Islam menegaskan bahwa sebuah investasi halal hanya apabila seluruh prosesnya selaras dengan prinsip syariah. Karena itu, investor Muslim wajib memastikan bahwa saham yang dipilih benar-benar terbebas dari unsur-unsur yang dilarang. Memastikan investasi memenuhi prinsip syariah bukan saja upaya mencari kekayaan dunia, tetapi juga merupakan upaya mendapatkan keberkahan akhirat.
Sebelum menentukan tempat melakukan investasi saham, perlu memastikan bidang usaha perusahaan harus yang halal. Perusahaan tidak boleh menjalankan bisnis yang bertentangan dengan syariat, seperti perjudian, riba, produksi minuman keras, rokok, pornografi, maupun aktivitas lain yang merusak akhlak dan moral masyarakat.
Kedua, perusahaan harus terhindar dari dominasi utang berbasis bunga, sebab praktik riba jelas haram dalam Al-Qur’an. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah menetapkan batas maksimal utang berbunga tidak boleh melebihi 45% dari total aset. Ketiga, perusahaan wajib menjaga agar pendapatan non-halal tidak dominan, dengan batasan maksimal 10% dari total pendapatan, sehingga integritas usaha tetap terjaga.
Keempat, hubungan hukum antara investor dan perusahaan harus berlandaskan akad yang jelas. Seperti akad musyarakah (kerjasama modal) atau mudharabah (bagi hasil), yang menjamin adanya keadilan dan transparansi dalam pembagian keuntungan maupun risiko. Kelima, transaksi saham wajib terhindar dari unsur gharar dan maysir, yaitu praktik spekulasi berlebihan, ketidakjelasan informasi, dan pola transaksi yang menyerupai perjudian.
Dengan demikian, Islam tidak menolak kehadiran saham sebagai instrumen investasi modern, tetapi menetapkan rambu-rambu moral dan hukum agar umat tidak terjerumus ke dalam praktik yang batil. Prinsip ini menunjukkan fleksibilitas syariat Islam yang selalu relevan dengan perkembangan zaman. Sekaligus menjaga agar tetap menghasilkan harta yang halal, bersih, dan membawa keberkahan.
Saham Syariah di Indonesia
Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia telah mengambil langkah strategis dalam menyediakan instrumen investasi yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Kehadiran saham syariah menjadi bukti bahwa pasar modal nasional tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan kebutuhan spiritual dan etis masyarakat.
Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) secara aktif merilis Daftar Efek Syariah (DES) yang diperbarui secara berkala. Daftar ini berfungsi sebagai panduan bagi investor Muslim agar dapat memilih saham yang terjamin kehalalannya, sekaligus menghindari instrumen yang mengandung unsur riba, gharar, atau maysir. Selain itu, kehadiran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) memberikan kemudahan tambahan, karena indeks ini berisi kumpulan saham syariah yang telah lolos seleksi ketat berdasarkan standar syariah. Sehingga dapat membantu investor muslim dalam memilih saham.
Dengan adanya regulasi tersebut, investor Muslim tidak lagi perlu khawatir terjebak pada transaksi yang syubhat. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29).
Ayat ini menegaskan bahwa setiap transaksi, termasuk dalam perdagangan saham, harus berdasarkan kejujuran, keterbukaan, dan kerelaan kedua belah pihak. Dengan mematuhi prinsip ini, pasar modal syariah di Indonesia bukan hanya menjadi sarana investasi yang menguntungkan, tetapi juga menjadi medium ibadah yang menjaga kesucian harta, mendukung pembangunan ekonomi, serta memperkuat identitas umat Islam dalam ranah keuangan modern.
Perbedaan, Tantangan dan Peluang
Untuk melihat tantangan dan peluang yang ada dari saham syariah perlu kita pahami perbedaan saham syariah dan konvensional. Secara garis besar, ada tiga perbedaan mendasar yang bisa kita lihat sebelum menentukan investasi saham yaitu, proses akad, pengelolaan perusahaan, dan mekanisme transaksi.
Saham konvensional berlandaskan kontrak bisnis biasa tanpa memperhatikan aturan syariat. Sementara saham syariah menggunakan akad kerja sama seperti musyarakah atau mudharabah yang menekankan prinsip keadilan dan bagi hasil.
Dari sisi pengelolaan, semua perusahaan dapat menerbitkan saham konvensional, termasuk yang bergerak di bidang usaha yang bertentangan dengan nilai Islam. Sedangkan saham syariah hanya bisa diterbitkan oleh perusahaan yang menjalankan aktivitas halal dan tidak menyalahi prinsip syariah.
Perbedaan berikutnya tampak pada mekanisme transaksi. Saham konvensional cenderung membuka ruang spekulasi tanpa batasan. Sementara saham syariah menegakkan prinsip transparansi, keadilan, serta melarang praktik spekulatif yang berlebihan karena dapat merugikan salah satu pihak dan bertentangan dengan semangat maqashid al-syariah.
Meski aturan mengenai saham syariah sudah jelas, penerapannya di lapangan menghadapi sejumlah tantangan. Literasi keuangan syariah masyarakat masih tergolong rendah sehingga banyak investor lebih familiar dengan saham konvensional. Sahan konvensional masih mendominasi pasar modal, sehingga saham syariah sering kali kurang mendapatkan perhatian. Selain itu, sebagian calon investor masih khawatir dengan sistem bagi hasil yang dianggap lebih berisiko dibandingkan mekanisme bunga tetap.
Namun, di balik tantangan itu, terbentang peluang besar. Populasi Muslim Indonesia yang melebihi 200 juta jiwa merupakan peluang pasar. Kemudian kesadaran gaya hidup halal semakin meningkat, sehingga saham syariah berpotensi menjadi instrumen investasi utama di masa depan. Apalagi, ketika masyarakat semakin memahami bahwa investasi syariah tidak hanya menawarkan keuntungan finansial. Tetapi juga membawa nilai keberkahan dan keberlanjutan, maka minat terhadap saham syariah akan tumbuh semakin kuat.
Bukan Sekadar Untung, Tapi Juga Ibadah
Islam mengajarkan bahwa setiap aktivitas ekonomi yang sesuai syariah bernilai ibadah. Berinvestasi dalam saham syariah bukan hanya soal mengejar keuntungan duniawi, tetapi juga menjaga harta agar tetap bersih dan halal.
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim). Hadis ini menjadi pengingat bahwa keuntungan yang kita raih harus berasal dari jalan yang diridai Allah. Dengan begitu, hasil investasi tidak hanya menambah harta, tetapi juga membawa keberkahan.
Investasi saham dalam Islam bukanlah sesuatu yang haram, asalkan memenuhi prinsip-prinsip syariah. Islam membolehkan umatnya untuk maju dalam ekonomi, bahkan mendorong agar harta terus berkembang dengan cara yang halal.
Di Indonesia, keberadaan saham syariah melalui Daftar Efek Syariah dan Indeks Saham Syariah Indonesia memberikan kemudahan bagi masyarakat Muslim. Kini, tinggal bagaimana investor Muslim memanfaatkan peluang ini dengan tetap berpegang pada prinsip kejujuran, transparansi, dan etika bisnis Islam.
Dengan begitu, investasi saham tidak hanya mendatangkan keuntungan finansial, tetapi juga menjadi sarana ibadah dan jalan menuju keberkahan hidup.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
